Majelis hakim memutuskan pembayaran restitusi atau ganti rugi atas tindak pidana predator seks Herry Wirawan sebesar Rp 331 juta dibebankan ke negara. Pihak keluarga korban meminta negara mematuhi putusan hakim tersebut.
Hakim telah memutus pembayaran restitusi tersebut dialihkan ke negara, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Namun KemenPPPA menyatakan negara tidak bisa dibebani restitusi tersebut.
"Ya itu kan putusan pengadilan itu mengikat, tidak bisa KemenPPPA membantah atau menolak. Ini kan harus menghormati putusan pengadilan dan harus tunduk kepada hukum. Negara ini negara hukum dan Kementerian juga disumpah untuk melaksanakan hukum, aturan, undang-undang," ucap kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, seperti dilansir detikJabar, Kamis (17/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keluarga korban menilai wajar bila saat ini KemenPPPA masih menolak lantaran belum dianggarkan pada 2022. Namun keluarga korban berharap agar di tahun berikutnya bisa dianggarkan.
"Nah, harusnya bisa mengakomodasi di anggaran perubahan atau nanti di anggaran 2023. Kalau menolak saat ini, wajar. Tapi, kalau menolak putusan hakim, itu tidak benar," tutur dia.
Keluarga korban akan terus mengawal pemenuhan hak-hak korban sebagaimana putusan hakim. Keluarga beranggapan, merujuk pada nilai restitusi berdasarkan perhitungan LPSK, menurutnya, nilai berapa pun tak bisa jadi pengganti dampak yang diderita oleh korban.
Adapun LPSK mengajukan total nilai restitusi sebesar Rp 331.527.186 untuk 12 korban. Masing-masing korban mendapat nilai beragam dan paling tinggi Rp 85 juta.
"Hitungannya bukan di kerugian materi saja, imateriil juga harus dihitung. Kan kerugian yang disebut kerugian itu kan tidak hanya materi, imateriil juga harus diperhitungkan, bagaimana masa depan keluarga yang sudah hancur dan sudah dirusak nama baiknya, itu sudah kerugian luar biasa dan itu bisa menuntut suka-suka dan itu harus dibebankan tuntutannya apakah ke negara atau kepada pelaku," tutur dia.
"Kalau menurut saya, tanggung jawab negara ini hadir, ini kan sudah menjadi tanggung jawab Undang-Undang Perlindungan Anak, bukan hanya, apalagi ada putusan pengadilan. Nggak ada putusan pun, negara sudah wajib mengurus, apalagi ini diperkuat dengan putusan hakim," tambahnya.
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
Simak Video: Hukuman Penjara Seumur Hidup untuk Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santri
Sebelumnya, majelis hakim membebankan ganti rugi kepada Kementerian PPPA terhadap anak dari 12 korban pemerkosaan terdakwa sebesar Rp 331.527.186.
"Terhadap penetapan restitusi (ganti rugi) masih menunggu putusan yang inkrah dan saat ini KemenPPPA akan membahasnya dengan LPSK," ucap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam keterangan tertulis, Selasa (15/2).
Bintang menegaskan putusan hakim terhadap penetapan ganti rugi tidak memiliki dasar hukum. Dalam kasus ini, menurut dia, KemenPPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi.
Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi tidak dibebankan kepada negara.