Suara Sanggahan Saat Foto Jokowi dan Soeharto Disandingkan

Suara Sanggahan Saat Foto Jokowi dan Soeharto Disandingkan

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 15 Feb 2022 06:41 WIB
Presiden Jokowi
Presiden Jokowi (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)
Jakarta -

Suara sanggahan muncul ketika foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) disandingkan dengan Presiden ke-2 RI Soeharto dengan disertakan narasi kesamaan pemerintahan antara keduanya. Mereka yang menyanggah tidak setuju dengan hal itu. Siapa saja mereka?

Untuk diketahui, foto Jokowi dan Soeharto sejajar mengenakan jas dan peci warna hitam diunggah di akun Instagram YLBHI. YLBHI menyebut foto tersebut dibuat oleh koalisi masyarakat sipil.

"Itu buatan koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia, ada banyak member-nya," kata Ketua YLBHI M Isnur kepada wartawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akun Instagram Fraksi Rakyat Indonesia juga memposting foto Jokowi sejajar dengan Soeharto. Akun YLBHI dan Fraksi Rakyat Indonesia sama-sama memberikan keterangan pemerintahan Jokowi serupa dengan Orde Baru atau Orba.

Berikut 10 poin kesamaan pemerintahan Jokowi dan Orba versi Fraksi Rakyat Indonesia:

ADVERTISEMENT

1. Mengutamakan pembangunan fisik dan serba "dari atas" ke "bawah" untuk kejar target politik minus demokrasi.
2. Pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis
3. Tidak ada perencanaan resiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural
4. Pembangunan tidak berizin atau dengan izin yang bermasalah
5. Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat.
6. Melayani kehendak kekuasaan dan elite oligarki dengan cara perampasan & perusakan lingkungan.
7. Menstigma rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, anarko
8. Menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh
9. Pendamping & warga yang bersolidaritas dihalangi bahkan ditangkap
10. Mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta.

PDIP Sebut Ada Kesamaan dan Perbedaan

Senior PDIP Hendrawan Supratikno menyebut ada persamaan serta perbedaan pemerintahan Jokowi dan Soeharto. Persamaan terletak pada ekonomi, sementara perbedaan terletak pada politik.

"Meski ada kesamaannya, tetap lebih banyak perbedaannya. Di zaman Soeharto, pakem yang dijalankan, liberalisme ekonomi digenjot, liberalisme politik dikendalikan. Jadi muncul pemerintahan yang otoriter. Ada defisit demokrasi," sebut Hendrawan.

"Sekarang, liberalisme ekonomi dan politik berjalan bareng. Di tengah-tengah liberalisasi, disrupsi teknologi dan globalisasi, Jokowi berusaha mengorkestrasi peran negara untuk terus hadir sebagaimana ada dalam konsideran Nawacita," tegasnya.

Anggota Komisi XI DPR RI ini mengulas juga soal adanya penilaian era saat ini demokrasi Indonesia sudah bablas. Jokowi, kata Hendrawan, mengoreksi kondisi tersebut.

"Di era reformasi, ada yang bahkan berpandangan, demokrasi kita sudah kebablasan. Orang bebas berekspresi apa saja, termasuk yang mendasarkan gerakannya pada ideologi di luar Pancasila. Pemerintahan Jokowi berusaha melakukan koreksi, sebelum terlambat dan kita terancam disintegrasi," ucapnya.

Lihat juga video 'Jokowi Targetkan Konservasi Laut 32,5 Juta Hektare pada 2030':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman berikut

Ngabalin Singgung Otak Kotor

Tenaga Ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin lantas menanggapi postingan dari YLBHI tersebut. Dia pada dasarnya menghormati setiap kritik yang disampaikan ke pemerintah.

"Yang pertama, tentu saja bahwa semua nada kritik itu adalah sesuatu yang mendatangkan manfaat untuk mengevaluasi. Tidak saja pada Pak Jokowi, tapi pada pemerintahan ini atau mungkin pada pola pengamanan apa yang terjadi karena patokannya pada Wadas kemarin kan," ujar Ngabalin kepada wartawan.

Ngabalin lantas mengemukakan dua hal mengenai mereka yang masih mengkritik tentang Wadas. Ngabalin menyindir mereka yang tidak paham mengenai duduk perkara sebenarnya.

"Ada dua hal yang harus dicermati, boleh jadi memang ini adalah bentuk komentar dari orang yang hanya bisa berteriak nyerocos, tidak bisa memberikan manfaat apa-apa terhadap apa yang sedang terjadi. Atau boleh jadi yang kedua itu adalah mereka yang memang tidak tahu masalahnya. Kan dua hal yang berbeda itu. Kenapa? Karena per hari ini, tim KSP itu masih ada di lokasi," ujar Ngabalin.

Perihal foto Jokowi disejajarkan dengan Soeharto, Ngabalin mengatakan setiap pemimpin mempunyai masanya sendiri. Ngabalin juga berbicara mengenai keunggulan masa pemerintahan Jokowi.

"Pertanyaannya sekarang apakah masa pemerintahan Soeharto itu jelek, atau apakah semua yang dilajukan oleh Presiden Joko Widodo tidak punya nilai, tidak punya value? Sejak kapan kita tahu yang namanya MRT? Nanti baru ada pada zaman Presiden Joko Widodo. Sejak kapan? Sejak presiden siapa yang membagi-bagi itu akta tanah kepada masyarakat secara cuma-cuma. Pada masa pemerintahan siapa, reformasi agraria itu berlangsung. Pada periode siapa sih, MotoGP itu yang menjadi kebanggaan dunia, itu ada di Indonesia," ujar Ngabalin.

Ngabalin lantas melontarkan sindiran keras. Dia menyentil pihak-pihak yang dianggap tak memakai hati dalam melakukan penilaian.

"Dia pakai hati nggak ya, pakai hati atau karena memang otaknya kotor karena kebencian, atau karena sirik atau karena apa," sambung Ngabalin.

Habiburokhman Sebut Berlebihan

Partai Gerindra mengkritik keras aksi ini. Waketum Gerindra Habiburokhman menyebut narasi menyamakan pemerintahan Jokowi-Soeharto berlebihan.

"Narasi tersebut terlalu berlebihan kalau menyamakan rezim Orba dengan rezim Jokowi. Gradasi atau derajat penindasannya agak jauh satu sama lain," kata juru bicara Partai Gerindra Habiburokhman kepada wartawan, Senin (14/2/2022).

Habiburokhman tak setuju dengan narasi model pembangunan serba-mengedepankan fisik minus demokrasi. Habiburokhman mengatakan tak ada ruang demokrasi zaman Orba sehingga kejadian seperti Kedung Ombo bisa terjadi. Habiburokhman mengatakan era demokrasi saat ini terbuka dan protes warga bisa tersampaikan dengan baik, salah satunya soal Wadas.

"Saat ini ruang demokrasi dan informasi terbuka. Warga Wadas bisa menyampaikan protes secara terbuka, bahkan Komisi III bisa langsung terjun ke sana," katanya.

Selengkapnya di halaman berikut

Golkar Sebut Era Jokowi-Soeharto Jauh Berbeda

Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menanggapi foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) disejajarkan dengan Presiden RI Soeharto dengan narasi 10 kesamaan di dua era tersebut. Ace menegaskan pemerintahan Jokowi dengan Soeharto jelas berbeda.

"Saya kira jelas berbeda ya di era Jokowi dengan era Orde Baru. Kita saat ini berada dalam sistem demokrasi dan penuh keterbukaan serta transparan," kata Ace kepada wartawan, Senin (14/2/2022).

Ace menyinggung sistem keterbukaan informasi era Jokowi dan Orde Baru yang dinilainya sangat berbeda. Ace menilai Jokowi sangat mendukung kebebasan pers.

"Belum lagi, saat ini keterbukaan informasi itu didukung juga dengan kebebasan pers dan media sosial yang memungkinkan bagi proses politik yang lebih terbuka dan transparan," ujarnya.

PKB Sebut Jokowi Lebih Canggih

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Gus Muhaimin memberikan pandangannya soal foto Presiden Joko Widodo yang sejajar dengan Soeharto. Ia pun meminta semua pihak tak membesar-besarkan foto yang diposting Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) tersebut.

"Saya kira biasa saja, tidak perlu dibesar-besarkan lah," kata Gus Muhaimin dalam keterangan tertulis, Senin (14/2/2022).

Meski begitu, Gus Muhaimin menyebut ada banyak perbedaan kepemimpinan dua Presiden RI tersebut. Ia menilai masa pemerintahan Jokowi cenderung lebih terbuka dan demokratis dibanding era kepemimpinan Soeharto.

"Kalau dulu zaman pak Harto partai saja dikerdilkan, ruang ekspresi kita dibatasi. Jangankan kritik, diskusi ilmiah saja dicurigai. Nah kalau sekarang kan beda, pak Jokowi kita lihat sendiri lebih terbuka kepada siapapun," tutur Gus Muhaimin.

Gus Muhaimin menambahkan, pola pembangunan ekonomi, sosial dan budaya di era Jokowi dan Soeharto juga memiliki perbedaan. Dia lantas menyebut kebijakan pembangunan yang diusung Soeharto melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) jilid 1 sampai 6, masing-masing Repilita punya fokus pembangunan masing-masing.

Sementara di era Jokowi, politik pembangunan cenderung fokus dan lebih terarah. Menurut Gus Muhaimin, periode pertama kepemimpinan Jokowi lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur fisik besar-besaran di seluruh Indonesia. Sementara di periode kedua arah pembangunan difokuskan pada SDM.

"Semua ada plus dan minusnya. Tapi kalau mau dilihat lebih detail, pak Jokowi lebih canggih soal politik pembangunan. Bayangkan saja meski dihantam pandemi, hampir semua negara kolaps, tapi alhamdulillah Indonesia tegak dan kuat, ekonomi stabil, pembangunan jalan terus," imbuh Gus Muhaimin.

Halaman 2 dari 3
(eva/aik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads