Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyebut klaim bangsa Indonesia saat penjajahan tak seperti kaum Nazi maupun Yahudi. Menurutnya, bangsa Indonesia memperjuangkan klaim kesetaraan hak dan martabat manusia.
Hal itu dikatakan Gus Yahya dalam peringatan hari lahir (harlah) Nahdlatul Ulama (NU) ke-96 yang diadakan PDI Perjuangan lewat siaran YouTube PDIP, Sabtu (12/2022). Awalnya Gus Yahya menyebut NU memiliki visi-misi untuk membangun peradaban bangsa.
"Kita ingin mengingatkan Nahdlatul Ulama persis didirikan dengan visi semacam itu, karena lahirnya Nahdlatul Ulama ini dilingkupi oleh suasana yang menjadi kesadaran bersama dari seluruh bangsa kita oleh seluruh pemimpin pada itu republik kita, baik pemimpin Islam maupun yang lain," kata Gus Yahya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa peradaban sudah berubah, dunia sudah berubah, dan kita harus memperjuangkan kedudukan kita sendiri sebagai satu bangsa di tengah-tengah pergulatan peradaban manusia ini," katanya.
Gus Yahya selanjutnya mengatakan, saat zaman penjajahan, bangsa Indonesia memperjuangkan klaim tentang kesetaraan martabat pada negara lain. Dengan itu, para bangsa tentu ingin memperebutkan kemerdekaan itu.
"Waktu itu bangsa Indonesia masih dijajah dan bangsa Indonesia harus membuat klaim tentang kedudukan yang setara yang semartabat di depan bangsa-bangsa lainnya, itu kemudian semua orang bergerak dalam perjuangan merebut kemerdekaan," katanya.
Selanjutnya, Gus Yahya menegaskan bangsa Indonesia tak seperti layaknya kaum Nazi dan Yahudi, yang lebih mengedepankan nasionalisme dalam semangat supremasi. Dia menegaskan bangsa Indonesia tak memperjuangkan negaranya seperti itu.
"Perlu diingat bahwa klaim kebangsaan kita itu bukan klaim kebangsaan untuk diri sendiri saja, yang bisa dengan mudah terjerumus dalam chauvinisme seperti Nazi di Jerman atau sebagian kalangan Yahudi, yang kemudian mengedepankan atau mengibarkan bendera nasionalisme dalam semangat supremasi atas bangsa lain. Tidak," ujarnya.
"Nasionalisme kita adalah klaim kesetaraan hak dan martabat kemanusiaan sebagaimana sangat-sangat ditulis di dalam paragraf pertama pembukaan Undang-Undang Dasar 1945," tambahnya.
Lebih jauh Gus Yahya mengatakan PDIP tentu memiliki peran dalam membangun peradaban di Indonesia. Menurutnya, hubungan antara ulama dan PDIP perlu dijalin demi kepentingan kemanusiaan.
"Yang jelas bahwa dalam hal ini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan akan menjadi bukan hanya sekadar partner, tapi akan menjadi salah satu komponen senyawa dalam perjuangan peradaban ini," katanya.
"Dan jelas ke depan akan kita lihat bahwa langkah yang diambil yang dijalankan oleh ulama, selama kedua belah pihak setia kepada semangat dasar perjuangannya tidak akan menjadi sinergi yang mudah-mudahan mau kemaslahatan yang terbesar untuk bangsa negara dan untuk kemanusiaan," sambungnya.
Simak Video 'Megawati Cerita Kedekatan PDIP dan NU Sejak Zaman Bung Karno':