Polda Jawa Tengah (Jateng) merespons sorotan dari Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Trisno Raharjo, soal polisi tak berseragam atau berpakaian sipil saat bentrokan terjadi di Desa Wadas, Purworejo. Polda Jateng menjelaskan dalam setiap penugasan, memang ada personel polisi yang tidak memakai seragam.
"Adapun satuan yang menggunakan seragam antara lain sabhara, lalu lintas, binmas, pengamanan objek vital, dan brimob. Sedangkan satuan yang tidak berseragam antara lain reserse dan intelkam," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes M Iqbal Alqudusy seperti dikutip dari detikJateng, Jumat (11/2/2022).
"Mengapa ada petugas tak berseragam pada kegiatan kepolisian? Tugas pengamanan ada dua, terbuka dan tertutup," sambung Iqbal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iqbal lalu menjelaskan mengenai keberadaan polisi yang tak memakai seragam atau biasa disebut berpakaian preman. Mereka, kata Iqbal, bertugas untuk menggali informasi.
"Termasuk juga untuk berjaga-jaga apabila terjadi tindak pidana di lapangan saat dilakukan kegiatan kepolisian. Petugas tidak berseragam dapat cepat mengidentifikasi pelaku dan segera memprosesnya sesuai aturan hukum yang berlaku," terang Iqbal.
"Petugas tidak berseragam juga digunakan dalam rangka penyelidikan karena bisa mudah berbaur dan akrab dengan masyarakat di lapangan," lanjutnya.
Muhammadiyah Soroti Polisi Tak Berseragam
Sebelumnya, Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Trisno Raharjo, mengatakan aparat kepolisian menggunakan cara lama saat melakukan tindakan pengamanan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (8/2) lalu. Dia menyebut cara polisi tak jelas prosedurnya.
"Cara-cara lama yang tidak jelas prosedurnya, tidak jelas duduk persoalannya, sehingga kita (warga Desa Wadas) sebagai warga negara tidak tahu sebenarnya dalam posisi apa saat diamankan di sana (di Mapolres Purworejo)," kata Trisno dalam konferensi pers pasca-penangkapan warga Desa Wadas 8-9 Februari 2022 secara daring via akun YouTube Yayasan LBH Indonesia, Kamis (10/2).
Trisno kemudian mengutip keterangan dari LBH selaku tim pendamping hukum warga Wadas. Saat mendatangi Polres Purworejo, mendapat penjelasan orang-orang yang berpakaian sipil di Desa Wadas pada Selasa (8/2) itu semuanya anggota polisi.
"Itu tidak boleh sama sekali. Kalau menggunakan pendekatan kepolisian yang resmi, mereka juga harus menggunakan seragam resmi. Nggak perlu menggunakan pakaian masyarakat sipil yang biasa kita sebut polisi berpakaian preman," kata Trisno.
Jika kedatangan polisi yang berseragam resmi untuk mengamankan proses pengukuran lahan, Trisno menilai tidak perlu lagi mengerahkan polisi berpakaian preman.
"Lalu apa maksudnya dengan datang ke tempat masyarakat. Menurut saya tidak perlu, karena mereka kan bukan sedang mengukur rumah (warga)," kata Trisno.
Trisno mengatakan tidak sepantasnya polisi menyematkan berbagai ketentuan pidana kepada warga sementara aparatnya sendiri melakukan tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Kalau aparat penegak hukum itu harus hadir (untuk melakukan tindakan pengamanan dalam proses pengukuran lahan), maka hadirlah dengan seragam. Bila tidak berseragam, ya itulah preman, itulah pengacau, itulah yang harus ditangkap, itulah yang harus dikeluarkan dari wilayah (Desa Wadas) sana," kata Trisno dengan nada tegas.
Baca berita selengkapnya tentang penjelasan polisi soal kasus Wadas di sini.
Simak Video 'Kondisi Terkini Pascabentrok di Desa Wadas':