UU Perkawinan Digugat, MUI Sebut Nikah Beda Agama Bertentangan Konstitusi

Kanavino Ahmad Rizqo - detikNews
Kamis, 10 Feb 2022 18:35 WIB
Sekjen MUI, Amirsyah Tambunan (Dok. Pribadi)
Jakarta -

Warga Mapia Tengah Dogiyai Papua, Ramos Petage, mengajukan permohonan judicial review UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengatakan pernikahan beda agama bertentangan dengan konstitusi.

Dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (10/2/2022), Amirsyah menghormati gugatan yang dilayangkan Ramos. Namun, kata Amirsyah, pernikahan beda agama bertentangan dengan konstitusi karena adanya jaminan kemerdekaan dan kebebasan beragama sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945.

"Apa yang disampaikan pria bernama E Ramos Petege asal Kampung Gabaikunu, Mapia Tengah, Papua, melayangkan uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 merupakan hak konstitusi sebagai warga negara," kata Amirsyah dalam keterangan tertulis yang berjudul 'UU Perkawinan Digugat, MUI: Menolak Karena Bertentangan dengan Konstitusi'.

Amirsyah mengatakan, secara yuridis, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri. Menurut Amirsyah, tujuan membentuk keluarga atau jalinan rumah tangga pasangan suami-istri yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana agamanya.

Dia menilai pernikahan pasangan beda agama jelas bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan.

"Karena itu fakta yang terjadi, ketika pernikahan beda agama antara mempelai pria dan wanita tidak berlangsung lama. Karena salah satu fakta bahwa berbeda keyakinan membuat gagalnya rumah tangga," ujar Amirsyah.

Amirsyah menilai sudah tepat aturan syarat sahnya suatu perkawinan sebagaimana diatur UU Perkawinan. Dalam UU ini, disebutkan bahwa suatu perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum tiap agamanya dan kepercayaannya itu. Di samping itu, tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurutnya, hal itu sangat diperlukan karena pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.

"Misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan," ujar Amirsyah.




(knv/tor)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork