Atas berbagai pertimbangan, kerap orang tua membagi tanah semasa hidupnya dengan harapan tidak ada sengketa setelah meninggal. Namun bisakah akta hibah menjadi dasar balik nama menjadi Sertipikat Hak Milik (SHM)?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com, dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut ini pertanyaannya:
Saya punya akta hibah yang dibuat orang tua saya semasa hidupnya sekitar tahun 1991 dari PPAT kecamatan. Dan apakan ini masih bisa dipakai untuk dasar balik nama sertifikat yang masih atas nama orang tua saya?
Sedangkan daerah saya sekarang sudah jadi kabupaten baru, sementara sertifikat tanahnya masih kabupaten lama (dulu Indragiri Hulu, sekarang Kuantan Singingi).
Sebelumnya saya pernah dapat info akta itu tak bisa digunakan lagi dan harus dibuatkan surat turun waris.
Terima kasih
Jawaban:
Hak atas tanah merupakan 'hak atas permukaan bumi yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, beserta tubuh bumi dan air serta ruang udara di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi'. Hal itu mengandung arti bahwa hak atas tanah itu disamping memberikan wewenang juga membebankan kewajiban kepada pemegang haknya.
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUPA, yaitu; 'Atas dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum'.
Menimbang, bahwa hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 4 di atas ditentukan dalam pasal 16 ayat 1, yang bunyinya sebagai berikut:
Simak jawaban selengkapnya di halaman berikutnya.
(asp/aud)