Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) menyoroti dukungan terhadap berdirinya Museum Holocaust di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Ia mengkritisi museum yang berdiri pada 27 Januari 2022 lalu di kawasan yang mayoritas penduduknya beragam Kristiani ini.
Ia mengatakan Presiden RI Joko Widodo serta Pemerintah dan Parlemen RI dengan tegas mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan Israel. Oleh karena itu, ia menilai Bupati Minahasa semestinya tidak mendukung berdirinya Museum Holocaust di Tondano.
Menurutnya, kehadiran museum ini sangat erat dengan whitewashing penjarahan dan penjajahan Israel terhadap Palestina. Termasuk terhadap warga Palestina yang beragama Kristiani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Komisi VIII DPR RI ini mengingatkan agar semua pihak lebih serius menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Salah satunya, dengan tidak terjebak manuver pihak Israel dalam menutupi tindak kejahatannya terhadap rakyat Palestina dengan beragam latar agamanya, baik kalangan Muslim maupun Kristen.
"Di tengah kesadaran kolektif masyarakat internasional, membela Palestina dari teror dan penjajahan Israel terhadap bangsa Palestina baik yang beragama Islam maupun Kristiani. Beberapa lembaga internasional, bahkan menyebut Israel mempraktikkan politik apartheid terhadap bangsa Palestina baik Muslim maupun Kristiani," ujar Hidayat dalam keterangannya, Minggu (6/2/2022).
Hidayat menjelaskan lembaga-lembaga internasional, seperti UN ESCWA, Human Rights Watch, dan Amnesty Internasional, dengan tegas menyatakan Israel menjalankan penjajahan juga memberlakukan sistem apartheid. Israel menjadikan Yahudi sebagai warga utama dan mendiskriminasi warga Muslim dan Kristen di Palestina hingga menjadi warga kelas dua.
Diketahui, bangsa Palestina dipecah belah, komunitas mereka tercerai-berai; ada yang di kawasan pendudukan Israel, di Tepi Barat, maupun dalam isolasi di Gaza. Hingga saat ini, sekitar 50% dari Muslim Palestina juga diaspora menyebar di berbagai negara dan benua. Demikian juga warga Kristiani Palestina.
Tak hanya itu, lanjutnya, zionis Israel juga menyasar warga Kristiani Palestina. Hingga pada tahun 1948, saat penjarahan itu memproklamasikan negara Israel, sekitar 50.000-an warga Kristiani Palestina terusir dari Palestina.
Sebanyak 50% kekayaan mereka dirampas oleh penjajah zionis Israel. Kejahatan Israel terhadap warga Palestina, baik Muslim maupun Kristiani pun terus berlanjut, hingga pada tahun 1967 tak kurang dari 55.000 warga Kristiani Palestina bermigrasi ke Amerika Serikat.
Hidayat menerangkan banyak juga di antara mereka yang menjadi diaspora di Amerika Selatan. Bahkan, menurut Wali Kota Betlehem, penduduk Kristiani di Betlehem mengalami penurunan drastis akibat penjanjahan Israel.
Pada 1948 saat berdirinya negara penjajah Israel, 86% penduduk Betlehem adalah Warga Palestina Kristiani. Namun di tahun 2012, warga Kristiani penduduk Betlehem tinggal 12% di tengah mayoritas mutlak penjajah Israel.
Menanggapi sejarah tersebut, Hidayat menilai wajar jika di antara pejuang kemerdekaan Palestina terdapat tokoh dari kalangan Kristiani, seperti George Habash yang merupakan pendiri Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina, juga Nayef Hawatmeh.
Ia mengatakan para tokoh tersebut bersama Pejuang Palestina Muslim melawan penjajahan zionis Israel yang telah merusak suasana kehidupan beragama yang damai dan toleran di antara warga Palestina. Tak hanya itu, menurutnya zionis juga menghadirkan teror, penjarahan, serta penjajahan terhadap warga Palestina baik Muslim maupun Kristiani.
Selain kejahatan kemanusiaan zionis Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan rumah-rumah peribadatan dari kalangan umat Islam, zionis Israel juga melakukan kejahatan keagamaan terhadap warga Kristiani Palestina.
Klik halaman selanjutnya >>
Oleh karenanya tidak heran jika para pimpinan keagamaan Kristen di Palestina seperti Patriark Ortodoks di Yerusalem Teofilos III, National Coalition of Christian Organizations in Palestine, Uskup Lutheran Palestina Munib Younan, Mendiang Uskup Cape Town Desmond Tutu, dan para tokoh agama Kristen ternama lainnya berulang kali mendesak dunia agar membela umat Kristen Palestina yang terancam eksistensinya maupun keseharian beragamanya akibat penjajahan dan teror zionis Israel.
"Sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang menolak penjajahan, mendukung kemerdekaan dan perdamaian serta toleransi antar umat beragama, maka wajarnya, kita semuanya bersama pemerintah, ikut memberikan solidaritas, membela saudara-saudara kita di Palestina," tegasnya.
Ia menambahkan, korban dari penjajahan Zionis Israel bukan hanya Muslim Palestina saja. Namun, juga warga yang beragama Kristen.
"Semuanya baik Muslim maupun Kristiani, sama-sama menjadi korban kejahatan kemanusiaan yang terus dipraktikkan pihak Zionis Israel, pihak yang mengaku menjadi korban dari holocaust dan yang menjadikan holocaust sebagai alibi untuk mendapatkan simpati publik dan legitimasi kolonialisme mereka atas Palestina baik Muslim maupun Kristiani," jelasnya.
Ia pun menegaskan pandanganannya mengenai pembukaan Museum Holocaust di Indonesia yang dinilai kerukunan beragama antar warga negaranya berjalan baik. Hidayat memaparkan, Indonesia tidak meratifikasi Deklarasi Stockholm Tahun 2000 mengenai Antisemitisme serta segala turunannya yang dipromosikan oleh IHRA (International Holocaust Remembrance Alliance).
Ia pun meminta pembukaan museum ini dihentikan sebab Indonesia mendukung Palestina merdeka dan menolak penjajahan Israel.
"Semestinyalah bila Museum Holocaust sebagai alat propaganda bagi negara zionis Israel, dihentikan. Agar kerukunan antar umat beragama Islam dan Kristiani di Indonesia tetap terjaga, tidak terkoyak akibat manuver dari kelompok zionis dan pendukung-pendukungnya, sebagaimana terjadi di Palestina," tambahnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini juga menyampaikan agar warga Indonesia umumnya dan Sulawesi Utara khususnya tidak lupa akan komitmen Indonesia mendukung kemerdekaan. Ia menyebutkan, menentang segala bentuk penjajahan merupakan komitmen historis dan konstitusional yang telah disepakati oleh seluruh elemen bangsa.
"Sejarah mencatat bahwa Piagam Jakarta yang jadi pembukaan UUD 1945 dengan Alinea 1 mencantumkan mendukung kemerdekaan dan menolak segala bentuk penjajahan, itu juga dibuat dan disetujui oleh tokoh Kristen dari Sulawesi Utara yaitu Mr. A.A. Maramis. Setelah itu, poin tersebut tidak dikoreksi atau pun ditolak oleh Mr. J. Latuharhary pada perumusan final UUD NRI 1945, karena yang ditolak hanyalah 7 kata dalam sila 1," terangnya.
"Latuharhary selaku wakil Kristen dari Indonesia Timur tidaklah menolak kesepakatan terhadap alinea 1 Pembukaan UUD NRI 1945. Pun pada masa selanjutnya ketika Bung Karno tidak mengundang Israel hadir dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 dan justru mengundang tokoh Palestina, juga tidak ada tokoh Kristiani yang mempermasalahkan hal itu," kata Hidayat.
Menurut Hidayat, hal tersebut menunjukkan bahwa sejarah Bangsa Indonesia mencatat para tokoh Kristen pendiri bangsa setuju dengan prinsip dan sikap negara Indonesia untuk mendukung Palestina merdeka dan menolak penjajahan Israel.
"Jadi sikap kenegarawan itulah yang mestinya menjadi pegangan kita semua, agar terus bisa menjaga harmoni, toleransi, dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia," ungkap Hidayat.
Hidayat pun menyarankan kepada Bupati Minahasa agar merealisasikan solidaritas nyata terhadap nasib dan perjuangan umat Kristen Palestina. Khususnya, dengan menutup Museum Holocaust di Tondano.
Terlebih, museum ini dibuka atas kerja sama dengan Museum Yad Vashem Israel yang dipimpin Dani Dayan. Seorang tokoh besar pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang ditolak oleh PBB.
"Dengan demikian, pembukaan museum tersebut, selain kontraproduktif terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina, juga jangan sampai diartikan sebagai adanya dukungan terhadap pelanggaran hukum internasional yang dilakukan oleh Israel," tegasnya.
Hidayat menekankan tragedi Holocaust yang dahulu terjadi tentu kita kutuki, tetapi seharusnya juga menjadi pelajaran bagi zionis Israel untuk tidak mengulangi. Serta tidak melakukan hal sejenis kepada Bangsa Palestina, baik yang Muslim maupun Kristiani.
"Sayangnya, justru itu masih terus berlangsung dan dalam konteks sikap resmi Negara dan Parlemen Indonesia, seharusnya peristiwa holocaust juga tidak membuat kita menjustifikasi teror, penjajahan dan kejahatan Israel terhadap saudara-saudara kita di Palestina baik yang Muslim maupun Kristen," ucapnya.
Hidayat pun meminta Bupati Minahasa segera mengakhiri aktivitas Museum Holocaust di Tondano. Tujuannya, agar tak ditunggangi pihak-pihak tertentu untuk menghadirkan simpati dan dukungan bagi normalisasi dengan Israel.
"Penutupan itu juga perlu dilakukan agar tak mengganggu kerukunan antar umat beragama di Indonesia, dan demi menjaga toleransi terhadap sikap Umat Islam dan Negara dalam menjalankan amanat sejarah dan konstitusi negara Indonesia yang menolak penjajahan dan mendukung perjuangan Palestina Merdeka baik yang warganya beragama Islam maupun Kristiani," pungkasnya.