Lapas Kelas I Cipinang dihebohkan terkait isu jual-beli kamar. Menjawab itu, Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun meminta, siapapun yang mengetahui untuk melaporkan kasus tersebut.
Ibnu mengatakan napi yang melakukan kegiatan jual-beli kamar akan diberikan sanksi. Tidak menutup kemungkinan, napi tersebut juga akan dipindahkan dari Lapas Cipinang.
"Kalau ada info A1 siapa napi yang menyewakan atau mendapatkan sewa, apalagi dia bandar, itu laporkan saja, nanti kita proses. Bahkan kita sanksi. Dan tidak menutup kemungkinan yang bersangkutan itu kita pindahkan dari Lapas Cipinang," kata Ibnu dalam perbincangan, Sabtu, (5/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibnu kurang yakin terkait kebenaran kabar jual-beli kamar di Lapas Cipinang. Hal itu dikarenakan setiap napi yang masuk sudah diberikan tempat dan blok untuk ditempati selama menjalani masa pidana.
"Anomalinya, ini napi kan menjalani pidana di dalam lapas. Ketika dia tidak mau bayar sewa, itu apakah dia akan diusir dari lapas? Kan nggak mungkin. Karena pasti dia kan diberi tempat, kamu blok ini, sel ini," katanya.
Cerita Napi Jual Beli Kamar Tahanan
Diketahui sebelumnya, seorang warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lapas Kelas I Cipinang berinisial WC bercerita terkait praktik jual-beli kamar tahanan. Ia bercerita harus membayar sejumlah uang untuk mendapatkan kamar.
"Nanti duitnya diserahkan ke sipir, di sini seperti itu. Kalau untuk tidur di kamar, Rp 5 juta hingga Rp 25 juta per bulan. Biasanya mereka yang dapat kamar itu bandar narkoba besar," kata WC dilansir dari Antara, Jumat (4/2).
WC mengklaim para tahanan harus membayar tempat untuk tidur karena Lapas Cipinang sudah full oleh napi. Posisi tempat tidur mempengaruhi harga yang harus dibayar.
"Besarnya tergantung tempat tidur yang dibeli. Kalau tidur di lorong dekat pot dengan alas kardus, itu Rp 30 ribu per satu minggu. Istilahnya beli tempat," ujar WC.
"Harganya bervariasi, Rp 1,5 sampai Rp 2 juta. Nanti setelah 'handphone' masuk juga nggak langsung keluarga yang kasih. Dikasih dulu ke tahanan pendamping (tamping) baru ke napinya. Intinya uang tutup mata petugas," ujar WC.
Dia mengatakan, pihak Lapas Cipinang menyediakan layanan komunikasi agar narapidana bisa menghubungi pihak keluarga, tapi tidak setiap hari diberikan dan waktunya dibatasi.
Biasanya, para napi berkomunikasi dengan keluarganya untuk sekadar memberi kabar hingga meminta kiriman uang agar bisa memenuhi kebutuhan hidup selama di lapas.
"Di sini kan untuk beli rokok dan sebagainya butuh uang. Kalau untuk yang nggak punya 'handphone' juga ada bantuan dari petugas. Jadi kita pinjam 'handphone', setiap telepon bayar," kata WC.
Menurutnya, mayoritas WBP pemilik telepon seluler selundupan merupakan bandar narkoba dengan masa tahanannya di atas 5 tahun. Para bandar itu butuh telepon untuk menjalankan bisnisnya dari dalam.
"Kalau bandar itu kan mereka butuh 'handphone' untuk bisnisnya. Sebenarnya ini rahasia umum untuk orang yang pernah dipenjara. Apalagi untuk bandar narkoba besar," tutur WC.