Vonis Nihil Bukan Kali Ini Saja, Dimas Kanjeng Pernah Mengalaminya

Vonis Nihil Bukan Kali Ini Saja, Dimas Kanjeng Pernah Mengalaminya

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 19 Jan 2022 11:23 WIB
Tuntutan hukuman mati di kasus ASABRI diajukan jaksa untuk Presiden Komisaris PT Trada Alam, Heru Hidayat.
Foto: Heru Hidayat divonis nihil dalam kasus skandal ASABRI (Ari Saputra)
Jakarta -

Hukum di Indonesia dikejutkan dengan putusan nihil yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Heru Hidayat dalam skandal korupsi ASABRI. Namun sebenarnya vonis nihil pernah terjadi di Indonesia. Kapan?

Adalah Taat Pribadi alias Dimas Kanjeng. Sosok pria yang pernah bikin heboh dengan 'penggandaan uang' itu dijerat sejumlah perkara hingga sempat divonis nihil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus Pembunuhan

Di tahun 2017 Dimas Kanjeng divonis 18 tahun penjara di kasus pembunuhan. Dia dinyatakan bersalah merencanakan pembunuhan salah satu mantan pengikutnya.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yaitu pidana penjara seumur hidup. Vonis ini telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

ADVERTISEMENT

dimas kanjengdimas kanjeng Foto: Deny Prastyo Utomo

Kasus Penipuan

Persoalan lain menjerat Dimas Kanjeng yaitu penipuan. Vonis 2 tahun bui dijatuhkan padanya karena melakukan penipuan dan merugikan korban Rp 800 juta.

Vonis ini bertambah menjadi 3 tahun penjara di tingkat banding hingga akhirnya dikuatkan pada tingkat kasasi. Secara total berarti Dimas Kanjeng diwajibkan menjalani hukuman selama 21 tahun penjara untuk perkara pembunuhan dan penipuan.

Dua Kali Vonis Nihil

Ternyata Dimas Kanjeng kembali diadili pada 2018. Pada Rabu, 5 Desember 2018, Dimas Kanjeng divonis nihil terkait kasus penipuan Rp 10 miliar.

Saat itu ketua majelis hakim Anne Rusiana beralasan hukuman Dimas Kanjeng pada putusan sebelumnya sudah melampaui batas maksimal yakni 21 tahun penjara. Meski divonis nihil, Dimas Kanjeng tetap dinyatakan bersalah dalam kasus penipuan sebesar Rp 10 miliar.

"Menyatakan, mengadili terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 378 KUHP, terdakwa diputus nihil," kata majelis hakim dalam sidang kala itu.

"Menimbang oleh karena dalam persidangan sebelumnya terdakwa telah diadili dari berbagai pidana yang berdiri sendiri dan diancam dengan 3 ancaman hukuman pokok 3 jenis, yang kini telah berjumlah 21 tahun. Dengan memiliki kekuatan hukum tetap," kata Anne Rusiana.

Tahun berganti hingga Dimas Kanjeng dijerat perkara lain terkait penipuan dan penggelapan. Lagi-lagi vonis nihil dijatuhkan.

"Mengadilli, menyatakan terdakwa Taat Pribadi bin Islam Mustain bersalah melakukan tindak pidana penipuan. Menghukum terdakwa dengan pidana nihil," kata hakim ketua R Anton Widyopriyono saat membacakan putusan di Ruang Tirta, Pengadilan Surabaya, Rabu (4/3/2020).

Hakim menjelaskan, vonis nihil yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) KUHP. Sebab, terdakwa telah dijatuhi vonis selama 21 tahun dan sudah berkekuatan hukum tetap pada kasus sebelumnya yang juga melibatkan dirinya.

"Pasal tersebut menurut majelis hakim mutlak harus dipenuhi. Hukuman perampasan hak tidak boleh melebihi 20 tahun penjara. Sebelumnya terdakwa sudah divonis 21 tahun penjara dan telah berkekuatan hukum tetap," jelas hakim.

Sebelumnya jaksa mendakwa Dimas Kanjeng telah melakukan penipuan atas nama Najmiah pada tahun 2013 sampai 2015. Korban tergiur menjadi santri di padepokan Dimas Kanjeng karena diiming-imingi uangnya akan digandakan.

Karena itu, korban kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 13 miliar lebih dengan cara ditransfer secara bertahap ke salah satu rekening santrinya bernama Suryono. Uang tersebut kemudian diserahkan santrinya kepada Dimas Kanjeng.

Vonis Nihil untuk Heru Hidayat

Vonis nihil kembali terjadi saat ini tetapi dalam perkara dan terdakwa lain. Kemarin, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat divonis nihil dalam kasus ASABRI. Sedangkan di kasus Jiwasraya, Heru dipidana seumur hidup.

Di skandal Jiwasraya, Heru Hidayat dihukum seumur hidup bersama-sama dengan Benny Tjokrosaputro selaku Komisaris PT Hanson International Tbk. Vonis itu pun sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi yang diajukan mereka. Dengan penolakan kasasi ini, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjadi berkekuatan hukum tetap, yakni keduanya juga dijatuhi vonis membayar uang pengganti sebesar Rp 16 triliun lebih. Dengan rincian Benny Tjokro diwajibkan membayar uang pengganti Rp 6.078.500.000.000, sedangkan Heru Hidayat membayar pengganti Rp 10.728.783.375.000.

Putusan dengan nomor perkara 4/Pid.sus-TPK/2021/PT.DKI diketok pada 24 Agustus 2021. Duduk sebagai ketua majelis Suhadi dengan anggota Eddy Army dan Ansori.

Berbeda cerita dengan kasus skandal korupsi Asabri. Heru Hidayat divonis nihil.

Heru dinyatakan bersalah melakukan korupsi bersama mantan Dirut ASABRI Adam Damiri dan Sonny Widjaja dkk hingga merugikan negara sebesar Rp 22,8 triliun.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa Heru Hidayat telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu primer dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang," ujar hakim ketua IG Eko Purwanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Selasa (18/1/2022).

"Menjatuhkan pidana dengan pidana nihil kepada terdakwa," tambah hakim.

Heru Hidayat bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Serta Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Heru Hidayat sebelumnya telah divonis seumur hidup di kasus Jiwasraya dan putusan itu sudah berkekuatan tetap atau inkrah. Hal itulah yang menjadi pertimbangan hakim untuk memvonis nihil Heru Hidayat di kasus ASABRI.

Vonis nihil ini bukan berarti Heru Hidayat divonis bebas. Sebab, hukuman di perkara sebelumnya merupakan hukuman pidana maksimal.

Pada sidang sebelumnya, Heru dituntut hukuman mati dan membayar uang pengganti senilai Rp 12,643 triliun. Nantinya bila uang pengganti tidak dibayarkan, harta bendanya dapat disita ataupun dilelang.

Alasan Vonis Nihil

Hakim tidak sependapat dengan jaksa terkait hukuman mati Heru Hidayat di kasus skandal ASABRI. Hakim mengatakan sejak awal jaksa penuntut umum tidak pernah mendakwa Heru dengan Pasal 2 ayat 2 terkait hukuman mati.

"Bahwa sejak semula penuntut umum tidak pernah mendakwa terdakwa Pasal 2 ayat 2 No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga majelis hakim tidak dapat membuktikan unsur Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor, akan tapi majelis hanya membuktikan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor," kata hakim Ali Muhtarom dalam persidangan, di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (18/1).

Hakim mengatakan Pasal 2 ayat 2 dapat digunakan dalam keadaan tertentu, yaitu sebagai pemberat bila korupsi dilakukan saat negara dalam keadaan bahaya.

"Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor dalam hal tipikor sebagaimana ayat 1 dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Keadaan tertentu adalah sebagai pemberatan bagi tindak pidana korupsi bila negara dalam keadaan bahaya sebagaimana undang-undang yang berlaku pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi dan pada waktu negara dalam krisis ekonomi dan moneter," kata hakim.

Heru disebut telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam kasus Jiwasraya. Hakim menyebut terdakwa dengan hukuman maksimal seumur hidup tidak dapat dijatuhi pidana lain.

"Terdakwa telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan keputusan PN Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap. Terdakwa telah menjalani sebagian atau baru dalam tipikor Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Tipikor dalam Jiwasraya berbarengan dengan tipikor yang dilakukan terdakwa dalam perkara PT ASABRI persero sehingga lebih tepat dikategorikan concursus realis atau meerdaadse samenloop bukan sebagai pengulangan tindak pidana," kata hakim.

"Ancaman perampasan kemerdekaan dalam pasal 2 ayat 1 adalah pidana penjara seumur hidup dan berdasar ketentuan Pasal 67 KUHP jika orang dijatuhi pidana mati atau seumur hidup di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain atau pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman majelis hakim," sambungnya.

Halaman 3 dari 3
(rdp/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads