PKS menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang menolak RUU IKN disahkan menjadi undang-undang. Sama seperti RUU TPKS, partai yang kini dipimpin Ahmad Syaikhu itu juga memiliki alasan menolak RUU IKN menjadi UU.
PKS menjadi pandemi COVID-19 sebagai 'dalang'. Tak bisa dipungkiri, pandemi Corona membuat kondisi ekonomi di Indonesia morat-marit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini, kondisi ekonomi negeri kita masih dalam keadaan sulit dan belum pulih. Masyarakat dan bangsa kita masih berjuang melawan COVID. Krisis yang terjadi mengakibatkan banyak rakyat kita kehilangan pekerjaan dan angka kemiskinan bertambah," kata anggota Fraksi PKS Hamid Noor Yasin dalam interupsi di rapat paripurna, Selasa (18/1/2022).
Mengutip data Kementerian Keuangan, Hamis menyebut utang pemerintah saat ini sudah menembus Rp 6 ribu triliun. Sementara pemindahan ibu kota negara setidaknya membutuhkan anggaran mencapai Rp 400 triliun.
"Di awal tahun ini juga marak naiknya kebutuhan pokok masyarakat, Menkeu juga mencatat utang pemerintah sebesar Rp 6.687,28 triliun, setara dengan 39,69 persen produk domestik bruto, sedangkan kebutuhan anggaran untuk IKN, diperkirakan kurang lebih Rp 406 triliun," papar Hamid.
Atas dasar itulah PKS menolak pengesahan RUU IKN menjadi undang-undang. Fraksi PKS melihat pemindahan ibu kota hanya membebani keuangan negara.
"Oleh sebab itu, Fraksi PKS melihat bahwa pemindahan ibu kota negara sangat membebani keuangan negara, dan membuat negara tidak fokus dalam penanganan pemulihan ekonomi. Padahal, hanya dengan pemulihan ekonomi maka kesejahteraan dapat ditingkatkan," sebut Hamid.
Bahkan, menurut PKS, UU IKN berpotensi menimbulkan masalah, baik dari segi formil maupun meteriil. Pasalnya, pembahasan RUU IKN terbilang singkat, dan menurut PKS, banyak pasal substansi yang belum dibahas.
Kondisi ini pun sama seperti RUU TPKS. Meski Fraksi PKS menolak, RUU IKN tetap sah menjadi undang-undang.
Lalu, bagaimana kelanjutan RUU TPKS dan UU IKN? Baca di halaman selanjutnya.