Rekam Jejak Hakim Agung Penganulir Vonis Mati 10 Gembong Narkoba Internasional

Rekam Jejak Hakim Agung Penganulir Vonis Mati 10 Gembong Narkoba Internasional

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 18 Jan 2022 08:51 WIB
Eddy Army
Eddy Army (dok. MA)
Jakarta -

Sebanyak 13 gembong narkoba internasional dihukum mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Tapi oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dan Mahkamah Agung (MA), hukuman mati 10 gembong narkoba itu dibatalkan.

Majelis yang mengadili gembong narkoba itu diketuai Eddy Army dengan anggota Jupriyadi dan Dwiarso Budi Santiarso. Berikut rekam jejak ketiganya sebagaimana dirangkum detikcom, Selasa (18/1/2022):

Eddy Army

Eddy adalah hakim karier. Ia mulai menjadi hakim agung setelah dipilih DPR pada 2013 dengan mendapatkan 35 suara anggota Komisi III DPR. Selama 9 tahun menjadi hakim agung, palu Eddy bertalu-talu diketuk di berbagai perkara. Dari kasus narkoba hingga korupsi. Berikut beberapa putusan hakim agung Eddy Army yang menarik publik:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Eddy Army menilai koruptor Rp 500 miliar lebih Djoko Tjandra layak dilepaskan karena yang diperbuatnya adalah perkara perdata. Lalu siapakah Djoko Tjandra? Sebagaimana diketahui, Djoko dihukum 2 tahun penjara di kasus korupsi Rp 500 miliar lebih. Namun Djoko kabur ke Malaysia pada 2008 dan baru ditangkap pada 2020 setelah terendus hendak mengajukan PK. Dalam mengajukan proses PK itu, Djoko menyuap sejumlah nama hingga membuat KTP palsu.
2. Eddy Army menyunat hukuman mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Manalip dari 4,5 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara. Alasannya, barang bukti suap dari penyuap belum sampai ke tangan Sri karena sudah diamankan KPK dalam OTT.

"Ternyata dan terbukti Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali belum menerima barang-barang tersebut. Jangankan menerimanya, ternyata Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali belum pernah melihat barang-barang tersebut, karena Bernard Hanafi Kalalo dan Benhur Laenoh sebelum menyerahkan barang dimaksud terlebih dahulu telah ditangkap petugas KPK di Hotel Mercure Jakarta," ujar majelis PK yang diketuai Suhadi dengan anggota Eddy Army dan M Askin.

ADVERTISEMENT

3. Eddy Army juga ikut menyunat hukuman Agung IlmuMangkunegara dari 7 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara. Mantan Bupati Lampung Utara itu terbukti korupsi proyek Rp 63 miliar.

"Menjatuhkan pidana terhadap terpidana Agung Ilmu Mangkunegara berupa pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp 750 juta subsider 8 bulan kurungan," kata juru bicara MA Andi Samsan Nganro.

Sunat hukuman itu diketok Eddy bersama Burhan Dahlan dan Agus Yunianto. Burhan Dahlan adalah hakim militer dengan pangkat terakhir mayor jenderal.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Agung Ilmu Mangkunegara untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 63,4 miliar," kata majelis hakim.

4. Eddy juga menyunat hukuman kontraktor proyek di Kecamatan Sukahati, Kabupaten Bogor, Aszwar, dari 6 menjadi 3,5 tahun penjara. Nilai proyek peningkatan jalan itu mencapai Rp 10,3 miliar.

5. Eddy Army melepaskan mantan Wali Kota Medan Rahudman Harahap di kasus korupsi alih fungsi lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp 185 miliar. Dalam putusan peninjauan kembali (PK) kasus ini, MA menilai perbuatan Rahudman termasuk ranah perdata, bukan pidana.
6. Eddy pun menyunat hukuman penyuap mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, Basuki Hariman, dan Ng Fenny. Hukuman Basuki dan Ng Fenny disunat dari 7 tahun penjara menjadi 5,5 tahun penjara.
7. Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman juga mendapat buah manis palu Eddy Army. Hukuman Irman disunat Eddy Army dari 4,5 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara dalam perkara impor gula.
8. Dalam perkara gender, Eddy Army menghukum 6 bulan penjara Baiq Nuril. Presiden Jokowi akhirnya geregetan dan memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
9. Dalam perkara korupsi pelabuhan, Eddy membebaskan terpidana 12 tahun penjara kasus pungli pelabuhan, Jafar Abdul Gaffar. Alasannya, pungutan yang diambil Jafar di Pelabuhan Samarinda belum bisa disebut pungutan liar karena pungutan tersebut dibuat secara resmi.
10. Perkara korupsi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) juga tidak luput dari sunat Eddy Army. Yaitu hukuman mantan pejabat di Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Hidayat Abdul Rahman disunatnya dari 9 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.
11. Di perkara narkoba, Eddy menyunat hukuman bandar narkoba jebolan LP Nusakambangan, Cilacap, Sonny Kurniawan alias Peng An, dari sebelumnya dihukum 9 tahun, diubah menjadi 7 tahun penjara. Sonny merupakan residivis dan pernah menghuni LP Nusakambangan selama 8 tahun.
12. Eddy juga menganulir hukuman bandar narkoba Abdul Rahman dari penjara seumur hidup menjadi 15 tahun penjara. Abdul Rahman terlibat dalam perdagangan ilegal 73 kg sabu dan 30 ribu butir pil ekstasi.

Simak juga Video: 8 Tersangka Kasus Narkoba di Bandung Diringkus, Incar Pelajar Anak-anak

[Gambas:Video 20detik]



Dwiarso Budi Santiarso

Dwiarso dikenal publik saat menjadi ketua majelis hakim dengan terdakwa Ahok. Setelah itu ia dipromosikan menjadi hakim tinggi dan tidak lama setelahnya menjadi Ketua Badan Pengawas MA, lembaga yang memeloti etika hakim dan pegawai pengadilan seluruh Indonesia.

Akhirnya Dwiarso menjadi hakim agung sejak dipilih DPR pada September 2021. Saat fit and proper test calon hakim agung di DPR, Dwiarso Budi Santiarto menyatakan tidak ada mafia peradilan di Indonesia. Hakim penghukum Ahok itu juga menyatakan tidak setuju dengan istilah sunat atau diskon putusan.

Ketua PN Jakut yang juga hakim ketua sidang perkara Ahok, Dwiarso Budi Santiarto memberikan keterangan kepada wartawan, Rabu (17/5/2017)Ketua PN Jakut yang juga hakim ketua sidang perkara Ahok, Dwiarso Budi Santiarto, memberikan keterangan kepada wartawan, Rabu (17/5/2017) (Aditya Fajar Indrawan/detikcom)

"Mafia peradilan, sudah sering kita dengar. Kalau yang saya lihat di sini, kalau pun saya lihat, ada hakim, ada panitera yang kena hukuman disiplin. Ini istilahnya perorangan, bukan suatu kelompok yang disebutkan mafia tadi. Meski perorangan, perlu kita basmi. Ini melanggar hukum dan etika," kata Dwiarso saat fit and proper test di DPR yang ditayangkan di YouTube, Senin (20/9/2021).

Jupriyadi

Jupriyadi dikenal publik saat menjadi hakim anggota dengan terdakwa Ahok. Jupriyadi menjadi hakim agung sejak dipilih DPR pada September 2021. Meski baru menjadi hakim agung, Jupriyadi sudah mengadili perkara besar.

Di antaranya mantan Kadis Pekerjaan Umum (PU) Papua Mikael Kambuaya dalam korupsi jalan Kemiri-Depapre dalam proyek senilai Rp 90 miliar. Jupriyadi menyunat hukuman Mikael dari 6 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara dengan alasan tidak ada niat jahat Mikael korupsi.

JupriyadiJupriyadi (dok.Komisi Yudisial)

"Bahwa Mikael Kambuaya tidak memiliki niat jahat (mens rea/guilty mind) untuk memperkaya atau menguntungkan diri sendiri karena Mikael Kambuaya tidak menikmati atau memperoleh keuntungan sedikit pun dari kerugian negara yang terjadi dari Paket Pekerjaan Jalan Kemiri-Depapre dan Pengadaan Tiang Pancang dan Rangka Jembatan yang dikerjakan oleh PT Bintuni Energi Persada (BEP)," demikian pertimbangan Jupriyadi bersama dua hakim agung lainnya, Sofyan Sitompul dan Ansori.

Sebagaimana diketahui, penyelundupan 402 kg itu terjadi pada Maret 2020. Penyelundupan ini menggunakan kapal laut dan dilakukan di perairan internasional. Mereka kemudian membawanya lewat jalur tikus ke kawasan Pelabuhanratu, Sukabumi.

Rencana yang tersusun rapi tersebut akhirnya gagal setelah tim dari kepolisian berhasil mengungkap kasus ini dan menangkap beberapa tersangka yang saat ini sudah berstatus sebagai terdakwa dan terpidana. Sebanyak 14 orang jadi tersangka dan 13 di antaranya dituntut hukuman mati.

Akhirnya, 13 orang gembong narkoba itu semuanya dihukum mati oleh PN Cibadak. Mereka adalah:

1. Hossein Salary Rashid,
2. Samiullah bin Nadir Khan,
3. Mahmoud Salary Rashid,
4. Atefeh Nohtani.
5. Amu Sukawi,
6. Yondi Caesarianto Citavaga,
7. Moh Iqbal Solehudin
8. Basuki Kosasih,
9. Ilan bin Arifin,
10. Sukendar,
11. Nandar,
12. Risris Rismanto,
13. Yunan Febdiantono.

Dan satu orang dihukum 5 tahun penjara, yaitu Risma Ismayanti. Di tingkat banding, hukuman berubah. Yaitu:

1. Hossein Salary Rashid, tetap dihukum mati
2. Samiullah bin Nadir Khan, tetap dihukum mati
3. Mahmoud Salary Rashid, tetap dihukum mati
4. Atefeh Nohtani, diubah menjadi 20 tahun penjara
5. Amu Sukawi, diubah menjadi penjara seumur hidup
6. Yondi Caesarianto Citavaga, diubah menjadi 20 tahu penjara
7. Moh Iqbal Solehudin, diubah menjadi 15 tahun penjara
8. Basuki Kosasih, diubah menjadi 18 tahun penjara
9. Ilan bin Arifin, diubah menjadi 18 tahun penjara
10. Sukendar, diubah menjadi 18 tahun penjara
11. Nandar, diubah menjadi 18 tahun penjara
12. Risris Rismanto, diubah menjadi 18 tahun penjara
13. Yunan Febdiantono, diubah menjadi 18 tahun penjara.

Nah di tingkat kasasi, hukuman ke-13 orang itu diubah. Berikut amar putusan yang dirangkum detikcom dari website MA, Senin (17/1/2022):

1. Hossein Salary Rashid, tetap dihukum mati
2. Samiullah bin Nadir Khan, tetap dihukum mati
3. Mahmoud Salary Rashid, tetap dihukum mati
4. Atefeh Nohtani, diubah menjadi 20 tahun penjara
5. Amu Sukawi, diubah menjadi penjara seumur hidup
6. Yondi Caesarianto Citavaga, diubah menjadi 20 tahu penjara
7. Moh Iqbal Solehudin, diubah menjadi 15 tahun penjara
8. Basuki Kosasih, diubah menjadi 18 tahun penjara
9. Ilan bin Arifin, diubah menjadi 18 tahun penjara
10. Sukendar, diubah menjadi 18 tahun penjara
11. Nandar, diubah menjadi 18 tahun penjara
12. Risris Rismanto, kasasinya ditolak dengan perbaikan. MA mengubah hukuman mati Risris menjadi 20 tahun penjara.
13. Yunan Febdiantono, kasasinya ditolak dengan perbaikan. MA mengubah hukuman mati Yunan menjadi 20 tahun penjara.

Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro memberikan keterangan pers terkait putusan PK Baiq Nuril. Apa saja yang dibahas?Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro memberikan keterangan pers terkait putusan PK Baiq Nuril. (Agung Pambudhy/detikcom)

"Putusan judex facti/Pengadilan Tinggi Bandung yang menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa (Risris dan Yunan, red), dengan pidana penjara masing- masing selama 18 tahun, denda Rp 2 miliar subsidair 2 (dua) bulan penjara, perlu diperbaiki mengingat barang bukti yang ditemukan dalam perkara a quo sebanyak 339 (tiga ratus tiga puluh sembilan) bungkus sabu- sabu yang beratnya 357.505 (tiga ratus lima puluh tujuh ribu lima ratus lima) gram dan tindak pidananya dilakukan secara terorganisir," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Senin (17/1/2022).

Halaman 2 dari 3
(asp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads