Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti berharap kebijakan ekonomi nasional dikembalikan pada Pasal 33 UUD 1945 naskah asli. Menurutnya, Sistem Ekonomi Pancasila adalah sistem yang paling sesuai dengan DNA asli bangsa Indonesia.
"Sistem Ekonomi Pancasila merupakan solusi kedaulatan ekonomi rakyat. Sebab lahir dengan spirit kekeluargaan dan gotong royong serta saling membantu yang dilandasi dengan kosmologi ketuhanan. Karena pada hakikatnya, negara ini adalah negara yang berlandaskan ketuhanan sesuai Sila Pertama dari Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Hal itu disampaikan LaNyalla saat melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah. Salah satu agenda kunker LaNyalla yakni menyampaikan keynote speech dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Sistem Ekonomi Pancasila untuk Indonesia yang Berdaulat, di Universitas Palangka Raya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
LaNyalla menjelaskan sistem ekonomi Pancasila tidak mengadopsi sistem sosialisme maupun kapitalisme.
"Makanya kita harus melakukan koreksi atas kebijakan perekonomian nasional yang tertuang di dalam Pasal 33 UUD hasil Amandemen Konstitusi di tahun 1999 hingga 2002 silam," tandasnya.
LaNyalla menerangkan penambahan 2 Ayat di Pasal 33 UUD 1945 saat Amandemen, secara sadar atau tidak, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak telah diserahkan kepada mekanisme pasar.
"Padahal sebelum Amandemen, Pasal 33 UUD 1945 sudah sangat jelas memberi arahan sistem perekonomian nasional dengan 3 Ayat yang tertulis," tuturnya.
Sebelum amandemen, Pasal 33 UUD 1945 Ayat (1) berbunyi 'Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan'. Lalu Ayat (2) berbunyi 'Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara'.
Lalu ayat (3) tiga berbunyi 'Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat'. Tetapi amandemen 20 tahun lalu yang dilakukan dengan dalih efisiensi malah membuka peluang sebesar-besarnya bagi swasta untuk menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
"Swasta dapat untuk meraup keuntungan yang ditumpuk dan dilarikan ke luar Indonesia melalui lantai bursa," paparnya.
LaNyalla menilai Indonesia telah meninggalkan sistem Ekonomi Pancasila dan menggantinya menjadi sistem Ekonomi Liberal Kapitalisme.
"Padahal Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama Indonesia, telah menggagas kebijakan ekonomi Indonesia dengan memisahkan secara jelas tiga sektor atau palka yaitu Koperasi atau Usaha Bersama Rakyat, BUMN dan Swasta. Meskipun boleh terjadi irisan satu sama lain tetapi aktivitas usaha rakyat melalui Koperasi harus diberikan kesempatan hidup," terangnya.
Lebih lanjut, LaNyalla memaparkan koperasi dimaknai sebagai cara atau sarana untuk berhimpun bagi rakyat, dengan tujuan untuk memiliki secara bersama-sama alat industri atau sarana produksi. Sehingga para anggota koperasi, sama persis dengan para pemegang saham di lantai bursa.
"Bedanya, jika pemegang saham di lantai bursa bisa siapapun, termasuk orang asing. Maka koperasi hanya dimiliki oleh warga negara Indonesia," ucapnya.
Bila rakyat memiliki kemampuan mengorganisir diri dalam melakukan aktivitas ekonomi di daerahnya, maka sudah seharusnya negara memberi dukungan terhadap usaha rakyat melalui Koperasi. Dengan begitu, mereka mendapat akses untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Bukan malah diusir, dengan alasan karena sudah diberikan izin atau konsesi kepada swasta untuk mengelola.
Klik halaman selanjutnya >>>
Sementara itu, Rektor Universitas Kristen Palangka Raya (UNKRIP), Drs Benius, Ph.D menegaskan jika sistem Ekonomi Pancasila telah kehilangan arah dan berubah menjadi Sistem Ekonomi Kapitalistik. Benius menilai hal itu adalah imbas amandemen konstitusi empat tahap yang terjadi sejak tahun 1999-2002.
"UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen. Dari sana arah perjalanan ekonomi Pancasila ruhnya berubah. Saat ini sudah melenceng, arahnya sudah lebih ke sistem kapitalistik," jelasnya.
Ia mengatakan sejatinya Indonesia telah menerapkan aturan untuk memperkuat sistem Ekonomi Pancasila.
"Kita sudah menerapkan dengan baik. Hal tersebut sudah tertuang dalam GBHN. Tapi dalam konteks implementasinya naik turun. Kita komit tidak juga. Tidak diterapkan juga tidak juga," paparnya.
Padahal, dalam pasal 33 UUD 1945 tertulis jelas hak dan kewajiban negara dalam pengelolaan perekonomian negara.
"Ke mana arahnya sudah jelas, tak perlu diragukan lagi. Maka, kita harus membedah terlebih dahulu mengapa ekonomi Pancasila menjadi pilihan, sehingga kita tahu arah pembangunan bangsa ini," kata Benius.
Benius pun menegaskan dalam sistem Ekonomi Pancasila, ada beberapa kata kunci utama sebagai cirinya. Salah satunya adalah adanya kesejajaran dan kemitraan.
"Bukan yang besar mengalahkan yang kecil sebagaimana terjadi dalam sistem kapitalisme," tandasnya.
Namun, hal tersebut yang malah terjadi belakangan ini. Ini artinya Sistem Ekonomi Pancasila telah bergeser menjadi Sistem Ekonomi Kapitalistik.
Sementara itu, Rektor Universitas Palangka Raya, Dr Andrie Elia, Dr. Andrie Elia menjelaskan sifat pembangunan dan budaya akan mempengaruhi aktivitas manusia.
"Indonesia ini beda dengan negara lain. Oleh karenanya, falsafah dan pandangan hidup menjadi bagian yang mempengaruhi sistem secara keseluruhan, termasuk ekonomi," ujarnya.
Filosofi lainnya adalah sistem kepemilikan sumber daya berupa faktor produksi dan keluwesan masyarakat untuk berkompetisi satu dengan lainnya. Andrie mengatakan peran pemerintah dalam mengatur dan merencanakan kehidupan ekonomi itu dilakukan melalui peraturan yang dibuat dari pusat hingga daerah.
"Kalau kita bicara sistem ekonomi ada macam-macam. Ada ekonomi liberal-kapitalistik dan sosialisme-komunisme. Lalu ada juga percampuran keduanya. Nah, Indonesia punya sistem ekonomi sendiri, namanya sistem ekonomi Pancasila," paparnya.
Dalam perkembangannya, sejak era Reformasi pada 1998, Sistem Ekonomi Pancasila telah mengalami perubahan drastis. Ia mengatakan dasar filosofi ekonomi Pancasila yang tertuang dalam pasal 23, 27, 33 dan 34 UUD 1945 harus direfleksikan dalam kegiatan pembangunan.
"Kita mulai menganut sistem ekonomi yang terbuka, campuran. Ada nuansa Pancasilanya, tapi sedikit," tutur Andrie.
"Itu harus direfleksikan dalam kegiatan pembangunan. Keadilan sosial menjadi hal utama, menjadi titik tolak sekaligus tujuan. Keadilan sosial ini yang paling utama, yang merupakan tempat bertumpunya sistem ekonomi Pancasila dengan berbagai macam alat kelengkapannya," tegasnya.
Andrie pun berharap sistem ekonomi Pancasila kembali diperkuat. Ia juga meminta mahasiswanya untuk membedah persoalan tersebut dalam skripsi yang nanti akan mereka buat.
"Semua para pendiri bangsa itu sepakat jika Indonesia menerapkan sistem ekonomi Pancasila, di mana menurut Mohammad Hatta, pasal 33 UUD 1945 itu refleksi dari bangsa ini yang terjajah sekian lama. Hal itu penting, sebab arah dan haluan Sistem Ekonomi Pancasila sesuai amanat alinea keempat yakni untuk memajukan kesejahteraan umum menjadi tugas pemerintah ditunjukkan melalui pembangunan nasional," ungkapnya.
Terakhir, Andrie menegaskan keberadaan koperasi sebagai wadah diperlukan untuk mengembangkan perekonomian rakyat.
"Pengembangan ekonomi rakyat bisa dilakukan dengan berbagai macam saluran. Koperasi itu sebagai pergerakan ekonomi rakyat," pungkasnya.
Sebagai informasi, kedatangan LaNyalla di Universitas Palangka Raya disambut dengan kesenian khas Kalimantan Tengah. LaNyalla pun menerima mandau, senjata khas pulau Kalimantan, dari Rektor Universitas Palangka Raya, Dr Andrie Elia.
Kunjungan kerja ke Kalteng ini melengkapi jumlah provinsi di Indonesia yang dikunjungi LaNyalla dalam kunjungan kerja yang diberi tema 'Safari Konstitusi' itu. Dengan kata lain, sebanyak 34 provinsi di Indonesia telah disambangi LaNyalla selama kunjungan kerjanya sebagai Ketua DPD RI.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI hadir didampingi Senator asal Kalteng Muhammad Rakhman dan Habib Said Abdurrahman, Fachrul Razi (Aceh), Bustami Zainuddin (Lampung), Andi Muh Ihsan (Sulsel) serta Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Brigjen Pol Amostian.