Pengguna KRL lainnya, Dewi (51), juga mengaku tak masalah jika tarif dasar KRL naik. Namun dia berharap ruang bagi lansia dan orang yang membutuhkan tempat duduk ditambah.
"Ya nggak apa-apa kalau memang itu alternatif yang terbaik. Iya, ditambah space tempat duduknya. Seringnya nggak dapat kalau pulang kerja, padahal sudah ada prioritas lansia, tapi tetap saja, tergantung kesadaran," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengguna KRL bernama Andri (39) mengaku tak masalah jika tarif KRL naik menjadi Rp 5.000. Tapi dia menuntut agar kenaikan tarif dibarengi perbaikan layanan.
"Selama fasilitasnya dibenerin, dilengkapin, nggak masalah buat saya. Ya kayak ini sebagai contoh AC-nya kadang suka nggak dingin, yang jaga jarak juga ini belum. Katanya kan volume sudah 100 persen, tapi kayaknya masih banyak yang nggak jaga jarak. Itu yang duduk jaga jarak, tapi yang berdiri nggak. Hampir setiap hari saya ke kantor naik kereta naik KRL," tuturnya.
Penolakan terhadap wacana kenaikan tarif datang dari pengguna KRL, Erwan (47). Dia menilai kenaikan tarif KRL hanya menambah pengeluaran warga.
"Nggak setuju ya, kan nambah di pengeluaran. Mending nggak naik sajalah," ujar Erwan.
Seperti diketahui, rencana kenaikan tarif KRL Commuter Line ini sedang dikaji. Usulan itu sedang dibahas Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
Hal itu diungkapkan oleh Kasubdit Penataan dan Pengembangan Jaringan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Ditjen Perkeretaapian Kemenhub Arif Anwar dalam diskusi publik virtual yang diadakan Instran, Rabu (12/1).
"Nah, ini dari hasil survei tadi, ini masih ada tahap diskusi juga. Kita akan usulkan penyesuaian tarif kurang lebih Rp 2.000 pada 25 km pertama. Jadi kalau yang semula sebesar Rp 3.000 untuk 25 km ini jadi Rp 5.000," papar Arif.
(haf/haf)