Ustazah dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Nur Rofiah menyampaikan aspirasi terkait RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani. Ia memberi dukungan semangat kepada Puan untuk memperjuangkan RUU TPKS agar segera dirampungkan.
Perwakilan ulama yang juga merupakan aktivis ini menegaskan hasil musyawarah pihaknya yang menyatakan kekerasan seksual haram hukumnya. Baik di dalam maupun di luar perkawinan.
Dalam audiensi yang berlangsung di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, ia mengungkap salah satu musyawarah KUPI pun merekomendasikan adanya sistem perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena itu tentu saja kami sangat mendukung pengesahan RUU ini. Apabila disahkan, itu tidak hanya melindungi bangsa dari menjadi korban kekerasan seksual yang itu jelas kezaliman tetapi juga melindungi bangsa dari menjadi pelaku kezaliman atau pelaku kekerasan seksual itu sendiri," kata Rofiah dalam keterangan tertulis, Kamis (13/1/2022).
Rofiah menambahkan, KUPI pada 14 Desember 2021 menggelar acara secara online untuk mendoakan kelancaran RUU TPKS. Rofiah mengatakan, acara diikuti oleh ratusan pesantren yang ada di Indonesia.
"Dan Mba Puan, kami juga sudah melakukan istigasah kubro tanggal 14 melalui zoom yang diikuti 1 akun zoom itu biasanya kan satu orang ya, ini 1 akun zoom 1 pesantren. Jadi beratus-ratus pesantren ikut mendoakan anggota DPR untuk bisa keteguhan hati mengesahkan RUU TPKS," tuturnya.
Rofiah menilai pemahaman Islam harus memperhatikan kemaslahatan bagi kaum perempuan. Mengingat secara biologis, sistem reproduksi perempuan bisa berdampak panjang untuk kehidupannya jika menjadi korban kekerasan.
"Maka apa yang disebut dengan kemaslahatan, apa yang disebut oleh keadilan dan kebijakan negara, tidak boleh menyebabkan pengalaman biologis khas perempuan yang sudah sakit ini makin sakit," imbuhnya.
Oleh karena itu, KUPI mengajak kaum laki-laki ikut memperjuangkan perlindungan terhadap perempuan, termasuk dalam hal kekerasan seksual. Dalam kesempatan ini, Rofiah juga menekankan unsur sosial yang membuat perempuan rentan mengalami ketidakadilan.
"Kami senang sekali Ketua DPR-nya perempuan sehingga berharap sekali, seluruh UU termasuk RUU TPKS ini yang sangat dibutuhkan oleh perempuan itu bisa dapat perhatian memadai dan menjadi prioritas. Karena kalau dalam Islam itu tujuan Islam kami meyakini adalah mewujudkan sistem kehidupan yang menjadi anugerah bagi semesta termasuk bagi perempuan," papar Rofiah.
Rofiah menegaskan banyak masyarakat dari kelompok agama yang memberikan dukungan terhadap RUU TPKS. Ia pun menyemangati Puan agar terus memperjuangkan RUU TPKS, sehingga prosesnya dapat berjalan dengan lancar.
"Itu yang rasional sudah, yang spiritual sudah. Jadi kalau sampai ada yang menolak pengesahan RUU TPKS menjadi UU atas nama Islam, jangan khawatir karena yang mendukung itu jauh lebih banyak. Insyaallah," ungkap Rofiah.
"Kami terus mendukung Mba Puan dan teman-teman di DPR untuk bisa melanjutkan proses ini dengan baik. Mudah-mudahan yang kita harapkan Indonesia ini menjadi Negara yang aman bagi setiap bangsanya dan selamat baik dari menjadi korban maupun jadi pelakunya," sambungnya.
Dukungan Berbagai Pihak untuk RUU TPKS
Selain dari KUPI, dukungan untuk RUU TPKS juga disampaikan oleh Peneliti pada Pusat Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Luky Sandra Amalia. Ia menegaskan kekerasan seksual merupakan persoalan yang berdampak pada perempuan dan anak, apapun status dan latar belakangnya.
"Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu tujuan dari pembangunan berkelanjutan atau SDGs. Tetapi perempuan bukan hanya penerima manfaat dari SDGs secara pasif. Perempuan telah dan akan menjadi key driver untuk SDGs," urai Luky.
Luky pun berbicara mengenai pemimpin perempuan dalam gerakan perempuan dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender. Menurutnya, pemimpin perempuan memiliki peranan penting untuk menghentikan kekerasan seksual dan mencapai target-target SDGs.
"Banyak sekali pemimpin perempuan yang di era pandemi lebih berhasil meminimalisir kasus penyebaran COVID-19 dan menekan angka kematian dibandingkan dengan negara yang dipimpin laki-laki. Contohnya Jerman, Selandia Baru, Taiwan, Denmark, Finlandia, Islandia," jelasnya.
"Karena pemimpin perempuan memiliki gaya komunikasi yang lebih bersahabat dan lebih empati. Itu seperti yang dilakukan Mba Puan sore hari ini. Hanya pemimpin perempuan yang bisa memahami dan menyelesaikan persoalan perempuan," imbuhnya.
Luky mengatakan kehadiran pemimpin perempuan dapat memberikan inspirasi kepada perempuan-perempuan lain untuk mengikuti jejaknya. Termasuk, dalam hal politik yang menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Saya mengambil contoh kehadiran Presiden perempuan Ibu Megawati. Dengan kehadiran beliau memberikan harapan, angin segar bahwa politik bukan hanya dunianya laki-laki. Bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin," kata Luky.
"Hari ini Mba Puan Maharani menjadi Ketua DPR RI perempuan, itu menjadi inspirasi bagi banyak perempuan dan melahirkan harapan bagi perempuan untuk bisa jadi pemimpin, terlibat aktif di politik dan menyuarakan aspirasinya di ruang publik," tambahnya.
Sementara itu, Founder Institute Perempuan, Valentina Sagala berharap DPR RI akan menjadi leading dalam pembahasan RUU TPKS manakala RUU ini sudah resmi disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR.
Menurutnya, sejak masih menjabat sebagai Menko PMK pun Puan sudah memberikan komitmen dukungannya terhadap RUU TPKS.
"Jadi kehadiran Mbak Puan di sini sangat kami perlukan sekali untuk mengatur. Menurut saya, prioritas yang tadi disampaikan adalah kepentingan korban. Saya pikir kehadiran negara untuk pemenuhan hak korban itu yang dinanti-nantikan. Ini jadi legacy buat DPR dan Mbak Puan untuk memimpin DPR agar mengesahkan RUU ini menjadi UU," ujar Valentina.
Apresiasi Puan Terhadap Para Aktivis
Diketahui, ada belasan aktivis perempuan dari berbagai elemen dan latar belakang yang ikut menyalurkan aspirasinya kepada Puan terkait RUU TPKS ini. Untuk itu, Puan pun berterima kasih atas dukungan berbagai kelompok perempuan terhadap RUU TPKS. Ia juga memastikan DPR RI siap menampung aspirasi dari seluruh masyarakat mengenai RUU ini.
"Kami semua berharap setelah UU ini disahkan memang akan bermanfaat bagi bangsa dan negara dalam melindungi dan melakukan pencegahan kekerasan seksual bagi siapa saja yang saat ini terkena kekerasan seksual," ungkap Puan.
Ketua DPR RI perempuan pertama ini menyebut masih banyak hal yang harus dilakukan setelah RUU TPKS disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR pekan depan. Kendati demikian, ia menegaskan pihaknya dan pemerintah berkomitmen untuk menghadirkan produk hukum yang berfokus pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual melalui RUU TPKS.
"Apa yang disampaikan hari ini akan menjadi satu hal yang sama-sama kita harus lakukan. Karena setelah tanggal 18 Januari nanti, ini bukan berarti selesai karena masuk dalam RUU Inisiatif artinya Pemerintah dan DPR akan bersama-sama membahas permasalahan yang ada di DIM RUU TPKS," ucapnya.
Cucu Proklamator Bung Karno ini pun mengingatkan, banyak hal yang harus disinergikan dalam pembahasan RUU TPKS ke depan. Salah satunya, mengenai ketahanan keluarga. Menurutnya, banyak pelaku kekerasan seksual justru datang dari orang-orang terdekat.
"Bagaimana ketahanan keluarga, bagaimana pencegahan itu dilakukan dari dalam keluarga dahulu. Artinya keluarga itu juga perlu dibekali bahwa ada hal-hal yang kemudian menjadi dasar utama dalam pencegahan tersebut. Karena keluargalah pintu benteng utama dari hal itu. Maka ini harus mencakup dengan UU yang bersisiran dengan hal ini," pungkasnya.
(akn/ega)