Puluhan pemuda di Desa Laliko, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), menutup akses jalan menuju tempat pembuangan akhir (TPA). Aksi dilakukan sebagai bentuk penolakan jika TPA yang berada di kawasan perbukitan tersebut kembali difungsikan.
Berdasarkan pantauan detikcom, aksi penutupan ini mulai dilakukan para pemuda dengan cara memasang portal bambu, pada akses jalan menuju TPA, Rabu siang (12/01). Mereka juga memasang spanduk bertulisan 'Warga Laliko Tolak TPA'.
Selain itu, puluhan pemuda setempat melakukan penjagaan, mengantisipasi kedatangan mobil pengangkut sampah, yang diakui tetap berupaya memasuki area tersebut untuk membuang sampah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya kan aksi penolakan ini bukan pertama kali, sebelumnya, waktu TPA Binuang ditutup itu sudah ada aksi penolakan dan dimediasi oleh DPRD melalui rapat dengar pendapat. Pada saat itu TPS di Laliko itu dianggap tidak layak," ujar tokoh pemuda setempat, Ashari Sarmedi, kepada wartawan, Rabu (12/01/2022) sore.
Apalagi, menurut Ashari, kontur tanah warga di sekitar lokasi TPA sangat labil, rentan tercemar limbah pembuangan sampah jika TPA kembali difungsikan.
"Alasan warga kenapa menolak, karena secara kontur tanah, warga di sini masih mengandalkan air sumur untuk air minum. Dikhawatirkan dengan adanya TPA akan mencemari sumur warga. Itu alasan utamanya kenapa kita menolak, aksi penolakan sampah ini agar pemerintah lebih sigap menangani persoalan sampah," ungkapnya.
Ashari berharap pemerintah membangun TPA di tiap-tiap kecamatan. Dia menyebut warga setempat tidak mau menerima sampah dari daerah lain.
"Untuk saat ini dan ke depannya, mungkin bisa diadakan TPS di tiap-tiap kecamatan untuk tanggulangi sampah masing-masing kecamatan. Karena yang saya liat di lapangan, setiap ada areal yang ditunjuk oleh pemerintah jadi TPS atau TPA, masyarakat menolak karena mereka tidak mau menerima sampah dari tempat lain. Jadi menurut kita TPS ditempatkan di masing-masing kecamatan, itu mungkin solusi buat pemerintah," katanya.
Aksi penolakan dan penutupan TPA tersebut, mengakibatkan puluhan ton sampah busuk menumpuk dan berserakan pada sejumlah tempat umum di daerah ini. Sampah juga berserakan di pinggir jalan.
![]() |
Seperti yang terlihat di sekitar kawasan Pasar Induk Kecamatan Wonomulyo. Terdapat sedikitnya lima lokasi penumpukan sampah, yang belum terangkat sejak awal Januari.
Selain merusak pemandangan, tumpukan sampah pasar dan rumah tangga itu, mulai mengganggu kenyamanan warga lantaran menimbulkan bau busuk yang menyengat.
"Sampah itu sudah menumpuk sebelum tahun baru, terakhir itu kita mengangkat sampah pada Jumat, 31 Desember 2021," ujar salah satu Staf Kecamatan Wonomulyo, Andi Hermawan, terpisah.
![]() |
Menurut dia, tumpukan sampah tersebut, tersebar pada sejumlah titik. Sampah tersebut belum terangkat, karena belum adanya lahan alternatif. Kalaupun ada selalu mendapat penolakan.
"Kendalanya, karena lahan alternatif selalu mendapat penolakan, jadi sekarang kita lagi mencari lahan khusus untuk TPA di Wonomulyo," ungkap Hermawan.
Polemik sampah di daerah ini mulai terjadi ketika akses jalan menuju TPA di Desa Paku, Kecamatan Binuang, ditutup warga, Sabtu (1/1) lalu. Selain dianggap melebihi kapasitas, warga setempat memaksa untuk menutup TPA tersebut, sebab keberadaannya dianggap menimbulkan dampak sosial. Di antaranya pencemaran lingkungan serta masalah kesehatan.