6 Fakta Urusan Jual Beli Jabatan Bikin Walkot Bekasi Jadi Tersangka

6 Fakta Urusan Jual Beli Jabatan Bikin Walkot Bekasi Jadi Tersangka

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 07 Jan 2022 07:40 WIB
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi resmi jadi tersangka kasus pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan. Begini penampakan Rahmat Effendi saat mengenakan rompi tahanan KPK.
Jadi Tersangka KPK, Wali Kota Bekasi Pakai Rompi Tahanan (Foto: A.Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi atau Pepen saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dalam penetapan itu terungkap dugaan Pepen menerima suap terkait pengadaan bara dan jasa serta lelang jabatan.

Untuk diketahui, Pepen kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (5/1). KPK resmi menetapkan Pepen, Kamis (6/1).

"Penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Kota Bekasi," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK, Kamis (6/1/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu ada juga sejumlah fakta lain terkait penangkapan Pepen ini. detikcom sudah merangkum fakta-fakta tersebut. Berikut rinciannya:

Berawal dari Modal Ganti Rugi Tanah di APBD 2021

ADVERTISEMENT

KPK membeberkan konstruksi perkara yang menjerat Wali Kota Rahmat Effendi atau Pepen hingga akhirnya menjadi tersangka suap. Kasus itu bermula terkait penetapan APBD Perubahan 2021 terkait belanja modal ganti rugi tanah.

"Diduga telah terjadi juga Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD perubahan 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai anggaran Rp 286,5 miliar," kata Firli.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi resmi jadi tersangka kasus pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan. Begini penampakan Rahmat Effendi saat mengenakan rompi tahanan KPK.Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi resmi jadi tersangka kasus pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan. Begini penampakan Rahmat Effendi saat mengenakan rompi tahanan KPK. (Foto: A.Prasetia/detikcom)

Firli menjelaskan ganti rugi yang dimaksud di antaranya pembebasan lahan sekolah di Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan polder Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan polder air di Kranji Rp 21,8 miliar, dan kelanjutan proyek gedung teknis Rp 15 miliar.

"Atas proyek tersebut tersangka RE selaku Walkot Bekasi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak," kata Firli.

Simak video 'Korupsi Rahmat Effendi: dari 'Sumbangan Masjid', Berakhir di Tangan KPK':

[Gambas:Video 20detik]



Kode Pepen dalam menerima suap menggunakan 'sumbangan masjid', simak di halaman berikut

Terima Suap dengan Kode 'Sumbangan Masjid'

Firli mengatakan Pepen diduga meminta uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi sebagai bentuk komitmen. Salah satunya menggunakan sebutan untuk sumbangan masjid.

"Selanjutnya pihak-pihak menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang yang merupakan kepercayaan, yaitu saudara JL (Kadis Perumahan Bekasi) yang menerima uang sejumlah Rp 4 miliar dari LBM (swasta)," ujar Firli.

"WY (Camat Jatisampurna) yang menerima uang sejumlah Rp 3 miliar dari MS (Camat Rawalumbu) dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga RE, sejumlah Rp 100 juta dari SY (swasta)," sambung Firli.

9 Orang Tersangka

Firli mengatakan ada 14 orang yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut. Ke-14 orang itu terdiri dari Pepen, kepala dinas hingga makelar tanah.

Dari 14 orang itu, KPK menetapkan sembilan orang sebagai tersangka, yakni:

Sebagai pemberi:
1. Ali Amril (AA) sebagai Direktur PT ME (MAM Energindo);
2. Lai Bui Min alias Anen (LBM) sebagai swasta;
3. Suryadi (SY) sebagai Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa); dan
4. Makhfud Saifudin (MS) sebagai Camat Rawalumbu.

Sebagai penerima:
5. Rahmat Effendi (RE) sebagai Wali Kota Bekasi;
6. M Bunyamin (MB) sebagai Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi;
7. Mulyadi alias Bayong (MY) sebagai Lurah Jatisari;
8. Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna; dan
9. Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi.

Uang Senilai Rp 5,7 Miliar Diamankan

KPK mengamankan uang senilai Rp 5 miliar dalam OTT ini. Uang cash senilai Rp 3 milar dan Rp 2 miliar berupa buku tabungan.

"Perlu diketahui, jumlah uang bukti kurang-lebih Rp 5,7 miliar dan sudah kita sita Rp 3 miliar berupa uang tunai dan Rp 2 miliar dalam buku tabungan," kata Firli.

Simak selengkapnya di halaman berikut

Rahmat Effendi Tarik Pungutan Jabatan di Pemkot Bekasi

Firli mengatakan Pepen juga menarik pungutan ke sejumlah pegawai. Hal itu sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diemban pegawainya.

"Tersangka RE juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada pemerintahan Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya di Pemerintah Kota Bekasi," ujar Firli.

Pungutan tersebut diterima langsung oleh Pepen. Pungutan itu, jelas Firli, dipergunakan untuk kegiatan operasional Rahmat Effendi.

"Pungutan juga uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional tersangka RE yang dikelola oleh MY (Lurah Katisari) yang pada saat dilakukan tangkap tangan tersisa uang sejumlah Rp 600 juta," jelasnya.

Selain itu, Rahmat Effendi juga menerima sejumlah uang dari proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi.

"Di samping itu juga terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di pemerintahan Kota Bekasi. R diduga menerima sejumlah uang Rp 30 juta dari A (Direktur PT ME) melalui MB (Sekretaris Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi)," lanjut Firli.

KPK Dalami Keterlibatan DPRD

KPK membuka opsi untuk mendalami keterlibatan pihak DPRD Kota Bekasi atas kasus yang menyeret Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Rahmat Effendi diketahui terjaring OTT KPK terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan dan pengadaan barang dan jasa.

"Yang berikutnya tadi ada juga bagaimana keterlibatan dengan DPRD, tentu ini akan kita dalami," kata Firli.

Firli lantas memaparkan sektor yang rawan terjadi korupsi. Di antaranya pada saat penyusunan APBD hingga pengesahan APBD.

"Tetapi yang pasti daerah rawan, wilayah-wilayah rawan, terjadi korupsi itu setidaknya ada empat tahap. Di bidang perencanaan itu rawan korupsi, bagaimana menyusun APBD, bagaimana menyusun APBD perubahan, itu rawan korupsi. Bagaimana pengesahan APBD, APBD perubahan, rawan korupsi. Bagaimana pelaksanaan APBD, eksekusi anggaran, juga rawan korupsi, terakhir juga termasuk pengawasan, di tahap pengawasan pun rawan korupsi," ucap Firli.

Halaman 3 dari 3
(eva/eva)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads