Mahkamah Agung (MA) menolak judicial review yang diajukan pengusaha PT Kreasi Mandiri Bahari dkk soal aturan larangan ekspor lobster. Pengusaha itu dibela Yusril Ihza Mahendra.
"Tolak," demikian bunyi putusan MA yang dikutip detikcom, Rabu (5/1/2022).
Duduk sebagai ketua majelis adalah Yulius dengan anggota Is Sudaryono dan Yosran. Panitera pengganti dalam putusan 44 P/HUM/2021 adalah Heni Dendrarta.
Sebagaimana diketahui, PT Kreasi mengajukan judicial review (JR) untuk membatalkan larangan ekspor benih bening lobster. Larangan tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono pada 24 Mei 2021.
"Pertama, Menteri Kelautan dan Perikanan tidak berwenang melarang ekspor barang dan jasa, meskipun itu benih lobster," kata Yusril kepada wartawan, Senin (18/10/2021).
Kewenangan melarang ekspor ikan, termasuk benih lobster, yang dikategorikan juga sebagai ikan, sebelumnya memang menjadi kewenangan Menteri KP berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Tetapi, dengan berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang dikenal dengan sebutan omnibus law, kewenangan itu telah dicabut dan diambil alih langsung oleh Presiden. Hal yang sama sebelumnya juga telah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Presiden telah mengatur sendiri barang dan jasa apa saja yang boleh diekspor dan diimpor melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 untuk melaksanakan omnibus law.
"Dengan aturan ini, jelaslah Menteri KP telah bertindak di luar kewenangannya membuat peraturan yang melarang ekspor benih lobster. Tindakan di luar kewenangan seperti itu menimbulkan ketidakpastian hukum," ujarnya.
Baca juga: Asa di Kampung Lobster |
Selain masalah kewenangan, Yusril mendalilkan bahwa larangan ekspor benih lobster itu bertentangan dengan dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya serta UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Menteri KP, disebutnya, seharusnya lebih dulu menyatakan bahwa lobster adalah binatang langka atau jenis binatang yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1990.
"Atas pertimbangan lobster adalah hewan langka yang dilindungi, baru dapat dilakukan pelarangan ekspor," kata Yusril.
Namun kenyataannya, dalam Peraturan Menteri KP sampai yang terakhir diterbitkan, yakni Permen KP Nomor 1 Tahun 2021 yang menyebutkan adanya 19 jenis ikan yang dilindungi, ternyata tidak memasukkan lobster sebagai binatang langka atau terancam punah yang dilindungi oleh negara.
"Jadi jelas kiranya bahwa larangan ekspor benih lobster ini adalah aturan yang mengada-ada," katanya.
(asp/tor)