Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom
Sabtu, 1 Januari 2022Lobster, yang dalam bahasa latin disebut panulirus spp, merupakan salah satu kekayaan hayati di laut yang banyak dimiliki Indonesia. Habitat hewan yang termasuk ke dalam crustacean atau udang-udangan ini hampir tersebar di seluruh perairan nusantara. Area terumbu karang yang cukup luas di perairan Indonesia menjadi habitat yang digemari oleh lobster.
Potensi lobster di laut Indonesia memang begitu besar. Kondisi dan kualitas lingkungan perairan laut dan iklim Indonesia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan dan stok benih lobster. Selain untuk dikonsumsi, lobster juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
“Faktor alam yang mencakup dinamika oseanografi dan klimatologi sangat mempengaruhi keberadaan dan stok benih lobster alam di laut Indonesia,” kata Rianti Pratiwi, pakar crustacea dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam artikelnya yang dirilis pada 27 November 2020 lalu.
Salah satu daerah sumber dan penghasil lobster dengan potensi terbesar di Indonesia adalah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya wilayah Lombok Timur. Budidaya lobster di kawasan tersebut sudah dimulai sejak awal tahun 2000. Jumlah pembudidaya lobster mengalami penurunan pada periode tahun 2015 sampai dengan tahun 2019. Tapi di awal tahun 2019 pembudidayaan lobster mulai dirintis kembali.
Melihat potensi lobster sangat menggiurkan, mendorong pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menjadikan NTB sebagai pusat budidaya lobster nasional. Program pengembangan itu berupa kegiatan Lombok Estate di Teluk Ekas dan kegiatan Kampung Lobster di Dusun Telong Elong, Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru. Keduanya berada di Kabupaten Lombok Timur.
Keramba di Telong Elong, Lombok Timur
Foto : Syilendra Hafiz Wiratama/detikcom
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim, menjelaskan, kegiatan Lobster Estate di Lombok Timur masih dalam pembahasan dengan pemerintah pusat. “Sedangkan untuk kegiatan kampung lobster saat ini masih dalam proses pengurusan Perjanjian Pinjam Pakai dan Berita Acara Serah Terima dari Pemerintah Provinsi NTB ke Kementerian Kelautan dan Perikanan,” kata Muslim yang ditemui detikX di sela-sela perjalanan darat bertajuk Toyota Corolla Cross Hybrid Road Trip Explore Mandalika pada 18-28 November 2021 lalu.
Dijelaskan Muslim, di Lombok Timur saat ini sudah ada 147 kelompok nelayan budidaya lobster dengan jumlah 1.809 anggota. Mereka tersebar di dua kecamatan, yaitu sebanyak 135 kelompok dengan jumlah 1.676 anggota di Kecamatan Jerowaru dan 12 kelompok dengan jumlah 133 anggota ada di Kecamatan Keruak. Semua program pengembangan perikanan budidaya di NTB akan didanai pemerintah pusat melalui Kementerian KKP.
Selain kegiatan lobster estate dan kampung lobster di Lombok Timur, rencananya pemerintah juga akan melakukan kegiatan Shrimp Estate di Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa, NTB. Pemerintah akan menggelontorkan anggaran dana hingga Rp 4 triliun untuk pembangunan hatchery (pembenihan), lahan budidaya, pabrik pakan, Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), cold storage dan laboratorium.
Sementara, kegiatan lobster estate di Teluk Ekas, pembiayaannya direncanakan melalui dana pinjaman dan/atau hibah luar negeri (PHLN) Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp 290 miliar. Sedangkan untuk kegiatan kampung lobster di Telong Elong akan menelan biaya sebesar Rp 13,8 miliar melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam rangka mendukung kegiatan lobster estate di Teluk Ekas dan kegiatan kampung lobster di Telong Elong, sejak tahun 2020, KKP telah melakukan kegiatan bantuan pengadaan Keramba Jaring Apung (KJA) kepada masyarakat nelayan pembudidaya Lobster. Dinas KP NTB dan KKP mengaku sudah melakukan sosialisasi terkait program Lobster Estate dan Kampung Lobster tersebut.“Sosialisasi kepada para nelayan pembudidaya lobster di Teluk Ekas dan Telong Elong telah dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah,” ucap Muslim.
Namun kenyataanya, rencana kedua program tersebut belum terkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Hal itu diakui oleh salah satu nelayan budidaya lobster asal Telong Elong, Jerowaru, Lombok Timur bernama Mashur. Ia belum tahu secara pasti terkait pembangunan kampung lobster dan lobster estate di Lombok Timur.
Keramba di Telong Elong, Lombok Timur
Foto : Syilendra Hafiz Wiratama/detikcoom
“Sebenarnya masyarakat ini dia belum tahu. Ini kampung lobster ini apa sih? Atau lobster estate ini apa sih? Kan belum ada yang tahu. Yang penting pemerintah turun bilang begitu, masyarakat tetep iya-iya aja,” kata Mashur saat ditemui detikX di Dermaga 1 Telong Elong, Jerowaru, Lombok Timur, Senin, 22 November 2021.
Terkait kampung lobster, diakui Mashur, memang sudah ada sebelumnya. Bahkan budidaya lobster di Telong Elong sudah ada 24 kelompok. Setiap kelompoknya beranggota 12 orang. Karenanya banyak nelayan yang bertanya-tanya, apa bedanya Kampung Lobster dan Lobster Estate. Pasalnya, baik pemerintah pusat dan daerah ternyata baru masih bentuk gagasan saja.
“Makanya kita yang bodoh-bodoh ini mikir. Lobster Estate ini arahnya ke mana sih? Kan gitu kita mikir, kita yang bodoh. Kalau Kampung Lobster sudah jelas, di sini kampungnya. Cuman estate ini bergerak di bidang apa, kita kan belum tahu,” ujar Mashur lagi.
Kalau memang konsepnya untuk lebih menarik perhatian mancanegara ke Lombok Timur, lanjut Mashur, dipastikan nelayan atau warga lainnya akan senang. Apalagi banyak kawasan wisata di Lombok Timur yang belum dan jarang tereksplorasi dengan baik. “Ada khusus untuk ibu-ibu penjual lobster, supaya luar negeri menarik perhatian ke sini, ya kita kan tambah seneng aja,” ucap Mashur.
Sementara menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu, sampai saat ini pembentukan kampung lobster di Lombok Timur masih tahap penyiapan masterplan dan sosialisasi. Kampung Lobster dibentuk sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 64 Tahun 2021 tentang Kampung Budidaya Perikanan. Di dalam keputusan itu ada enam kampung budidaya perikanan yang dibentuk.
Lobster di Telong Elong, Lombok Timur
Foto : Syilendra Hafiz Wiratama/detikcom
Selain kampung lobster di Lombok Timur, juga kampung budidaya ikan mas di Pasaman (Sumatera Barat), kampung budidaya ikan patin di Ogan Komering Ulu (OKU) Timur (Sumatera Selatan), kampung budidaya ikan nila salim di Pati (Jawa Tengah), kampung budidaya ikan bandeng di Gresik (Jawa Timur) dan kampung budidaya ikan kerapu di Kupang (Nusa Tenggara Timur/NTT).
Potensi pengembangan lobster di Lombok Timur sangat besar, mengingat ketersedian benih bening lobster (bbl) banyak ditemui di perairan NTB. Hal tersebut tentu bisa menjadi input produksi kegiatan pembesaran lobster. Apalagi, perairan selatan Nusa Tenggara berada dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 573 (WPPNRI 573) di Samudera Hindia.
Berdasarkan data potensi tahun 2020, luas perairan yang potensial untuk pengembangan budidaya lobster terdapat di Teluk Jukung dan Teluk Ekas, Lombok Timur seluas 1.375,68 ha dan baru termanfaatkan kurang dari 10 persen. Sedangkan jumlah pembudidaya yang ada sebanyak 1.809 orang, jumlah petakan keramba jaring apung sebanyak 8.400 lubang dan produksinya mencapai 82 ton.
“Oleh karena itu, KKP berupaya untuk mengembangkan potensi tersebut, salah satunya dengan menetapkan Lombok Timur sebagai Kampung Lobster,” jelas TB Haeru kepada detikX, Jumat, 31 Desember 2021.
Sebenarnya, lanjut TB Haeru, sosialisasi tentang kampung lobster itu telah dilakukan kepada masyarakat yang saat ini sudah banyak melakukan kegiatan budidaya lobster di Telong Elong. Kegiatan sosialisasi dilakukan terkait kebijakan KKP dalam pengelolaan lobster, pendampingan teknis budidaya lobster, perizinan usaha, serta bantuan pemerintah.
Seorang nelayan di Lombok Timur menunjukkan lobster yang dibudidayakannya
Foto : Syailendra Hafiz Wiratama/detikcom
Menurut TB Haeru, sudah sejak lama masyarakat melakukan penangkapan benih lobster untuk dibesarkan di keramba dan menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat Lombok Timur. Seiring dengan adanya regulasi terkait pengelolaan lobster, di mana kegiatan penangkapan benih bening lobster hanya diperbolehkan untuk budidaya, maka masyarakat beralih untuk melakukan kegiatan budidaya baik secara perorangan maupun berkelompok.
Saat ini sistem pemasaran lobster dilakukan oleh pengepul di sekitar kawasan budidaya. Hingga tahun 2020, sudah tercatat 21 orang pengepul dan 1 koperasi pemasaran yang melakukan pemasaran hingga ke Jakarta, Surabaya, dan Bali melalui Bandara Internasional Lombok dan Pelabuhan Penyeberangan Lembar. Dalam sistem usaha lobster di Lombok Timur, peran pemasaran dilakukan oleh beberapa pedagang, yaitu pedagang pengumpul dan pedagang besar.
Ada beberapa masalah yang dihadapi nelayan dalam membudidayakan lobster di Lombok Timur. Pertama, masih mengandalkan benih dari alam yang bersifat musiman. Kedua, fase pemeliharaan untuk budidaya untuk mencapai ukuran konsumsi cukup lama, berkisar antara 8-12 bulan. Ketiga, tingkat kelangsungan hidup (survival rate) relatif masih rendah, terutama pada fase awal pemeliharaan, yaitu pada pendederan I mulai dari BBL sampai ukuran 5 gram.
Kondisi tersebut yang menyebabkan ketersediaan suplai dan harga benih tidak menentu. Oleh karena itu, pemerintah perlu membantu terutama pada tahap pendederan I (BBL–5 gram) guna memastikan ketersediaan benih lobster secara kontinyu dan berkelanjutan. Kegiatan pembudidayaan melalui penerapan pola segmentasi juga akan lebih menguntungkan dan mengurangi resiko kegagalan.
“Selain itu, diharapkan juga akan muncul sentra-sentra kawasan budidaya lobster yang baru di berbagai wilayah Republik Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya,” pungkas TB Haeru.
Penulis: Syilendra Hafiz Wiratama
Editor: M. Rizal Maslan
Desainer: Fuad Hasim