Mahfud Cerita Proses Pembahasan Revisi UU ITE: Ada Gap-Undang 'Korban'

Mahfud Cerita Proses Pembahasan Revisi UU ITE: Ada Gap-Undang 'Korban'

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Kamis, 30 Des 2021 20:35 WIB
Menko Polhukam Mahfud Md
Menko Polhukam Mahfud Md (Dok. Kemenko Polhukam)
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md mengakui ada banyak perbedaan pendapat dalam merevisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Mahfud menyebut, jika menunggu sampai tidak ada perbedaan pendapat, revisi UU ITE tidak akan terealisasi.

"Kalau gap itu ada, nanti silakan ke DPR pada saat dibahas, karena di sana. Kedua, kalau menunggu tidak ada gap, itu tidak akan pernah selesai, karena UU apa pun selalu ada perbedaan," kata Mahfud di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (30/12/2021).

Mahfud memastikan pemerintah dalam proses revisi UU ITE sudah menampung aspirasi semua pihak terkait. Dari 'korban' UU ITE, pelapor, DPR, sampai organisasi masyarakat, sebut Mahfud, sudah didengar aspirasinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya semuanya sudah diundang di sini, siapa yang menjadi korban, yang melakukan kejahatan melalui UU ITE itu sudah dipanggil ke sini. Ada DPR, politisi, organisasi-organisasi yang membela korban-korban UU ITE juga dipanggil, sudah dengar semua," tuturnya.

"Ketika kemudian ditawarkan secara formil, apakah dengan keadaan seperti itu UU ITE tidak diperlukan? Semuanya menjawab perlu. Tidak ada yang menganggap tidak perlu," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Alhasil, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menuturkan dalam proses revisi UU ITE yang didiskusikan adalah hal-hal yang paling rasional dan terbaik.

"Lalu, kalau sudah soal pilihan-pilihan seperti apa isinya, tidak mungkin 100 persen sama. Oleh sebab itu, lalu didiskusikan mana yang paling rasional dan terbaik," sebut Mahfud.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Lebih lanjut Mahfud menyebut mustahil menyamakan persepsi banyak orang. Oleh sebab itu, kata Mahfud, persepsi yang sudah ditampung itu kemudian diproses sesuai dengan prosedur hukum.

"Nah, itulah yang sekarang, yang masuk bahwa ada yang mungkin, 'saya dulu punya usul ini' ada, tapi kan orang lain usul itu yang lebih banyak, kan gitu. Kalau tunggu sama dengan publik 100 persen nggak mungkin ada," ucap Mahfud.

"Itu sebabnya ada negara, itu sebabnya ada prosedur, itu sebabnya ada hukum, karena tidak mungkin sama. Lalu, hukum itu yang mengambil keputusan melalui prosedur hukum itu," imbuhnya.

Bahkan Mahfud juga menyebut ada yang masih 'berkoar' di media terkait revisi UU ITE, padahal sudah pernah diundang untuk ditampung pendapatnya. Mahfud mengaku tidak mempersoalkan. Sebab, menurutnya, itu bagian dari demokrasi.

"Itu orang yang sering ngomong juga, di media, itu sudah datang ke sini, bicaranya kayak gitu, sesudah dijelaskan ya ngerti, tapi keluar, ngomong gitu lagi. Biasa, itu biasa," ungkapnya.

"Sudah ketemu saya sendiri, ketemu Pak Sugeng (Deputi III Kemenko Polhukam), ketemu Wamenkumham, sudah dilayani, kita dengar semua. Tetapi, ketika itu mau dimasukkan, 'loh ini kan, ini akan ada akibat ini, orang lain bisa kena dan itu berbahaya kalau tidak ini'. Tapi nggak apa-apa, itu bagian dari demokrasi," pungkas Mahfud.

Halaman 2 dari 2
(dek/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads