Didemo Warga Minut soal Tambang di Tanah Adat, Ini Respons Perusahaan

Trisno Mais - detikNews
Jumat, 17 Des 2021 16:10 WIB
Warga desa di Minahasa Utara, Sulut, mendemo perusahaan tambang. (Trisno/detikcom)
Manado -

Warga Desa Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara (Sulut), berunjuk rasa menolak kehadiran PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) karena tanah adat di desa dijadikan lahan tambang. Pihak PT TTN menyatakan aksi itu dipicu salah paham soal batas wilayah pertambangan rakyat (WPR).

Juru bicara (jubir) PT TTN Hery Rumondo mengatakan terdapat kesalahpahaman mengenai batas WPR yang berbatasan dengan wilayah konsesi yang dikelola PT TTN berdasarkan surat Nomor 540/445/DESEDMD yang dikeluarkan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Utara kepada PT TTN pada 18 Agustus 2020, perihal Informasi WPR dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Kabupaten Minahasa Utara.

"Penyampaian aspirasi yang dilakukan warga pada Rabu lalu merupakan tindak lanjut dari surat yang kami kirimkan kepada para penambang yang melakukan aktivitas di wilayah konsesi PT TTN," kata Hery dalam keterangan tertulis, Jumat (17/12/2021).

Hery menjelaskan, surat tersebut bertujuan agar para penambang terhindar dari kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja apabila mereka tetap beraktivitas di daerah tersebut. Menurut dia, karena kegiatan pengeboran pihaknya masih berlangsung setiap waktu.

Dalam hal ini, kata dia, PT TTN telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan PT TTN dapat terus menjalankan aktivitas operasional di dalam batas-batas yang telah ditetapkan. Sementara masyarakat sekitar tetap dapat melakukan aktivitas penambangannya di WPR sesuai dengan hasil pertemuan dan kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya, termasuk dengan perwakilan pemerintah, masyarakat, dan PT TTN, pada November 2020 serta Februari 2021.

"PT TTN juga telah melakukan sosialisasi bersama Polres Minahasa Utara sejak bulan Juli 2021 agar penambang yang beraktivitas di wilayah kontrak karya (KK) PT TTN, yang tanahnya sudah dibebaskan, untuk menghentikan aktivitasnya paling lambat hingga 30 September 2021," jelas dia.

Namun, dalam pelaksanaannya, lanjutnya, hingga batas waktu yang diinformasikan, para penambang masih tetap beraktivitas di wilayah KK dari PT TTN.

"Terkait dengan penyampaian aspirasi masyarakat ini, PT TTN terus berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait serta pihak kepolisian untuk berdiskusi bersama dan meluruskan informasi terkait batas-batas wilayah KK dan WPR tersebut," katanya.

Hery menjelaskan, pihak perusahaan terbuka untuk berdiskusi guna menyelesaikan kesalahpahaman sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurutnya, sesuai dengan amanah dari KK, PT TTN memiliki kewajiban melakukan kegiatan eksplorasi, sesuai rencana yang telah disetujui pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, yang tentunya akan memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat setempat, daerah, dan negara.

Dia pun membeberkan, meskipun kegiatan di wilayah Tatelu dan Talawaan masih dalam tahap eksplorasi, PT TTN telah menjalankan komitmennya dalam kegiatan pengembangan masyarakat melalui berbagai program.

"Seperti program pertanian, budi daya ikan air tawar, pembangunan PAUD, ekonomi mikro, hingga pemberian beasiswa untuk studi di luar negeri bagi masyarakat lingkar tambang, termasuk pembagian sembako bagi warga yang terdampak pandemi COVID-19," ucapnya.




(jbr/jbr)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork