Muzani: Ferry Yuliantono Tak Wakili Gerindra Gugat PT 0%

Muzani: Ferry Yuliantono Tak Wakili Gerindra Gugat PT 0%

Matius Alfons - detikNews
Kamis, 16 Des 2021 12:47 WIB
Partai Gerindra sudah bulat mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres). Sekjen DPP Gerindra Ahmad Muzani membeberkan alasan mengapa pihaknya berupaya keras mengejar posisi presiden.
Ahmad Muzani (Faiq Azmi/detikcom)
Jakarta -

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono mengajukan gugatan presidential threshold 0 persen ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan gugatan Ferry tak mewakili Partai Gerindra.

"Loh (soal gugatan presidential threshold) tanya Ferry, Pak Ferry nggak mewakili Gerindra," kata Muzani kepada wartawan di kompleks DPR/MPR, Jakarta, Kamis (16/12/2021).

Muzani mengungkap sejauh ini sikap Partai Gerindra tidak mempermasalahkan berapapun presidential threshold. Menurutnya, Gerindra menghormati UU Pemilu yang berlaku saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi gini... pada prinsipnya Gerindra tidak ada masalah dengan threshold berapa pun, kita menjunjung tinggi apa yang menjadi kesepakatan di tempat ini, kesepakatannya kita tidak membahas tentang UU pemilu, dalam. UU pemilu yang tidak kita bahas itu kan antara lain disebutkan bahwa threshold presiden 20 persen, itu sebabnya kita menjunjung tinggi itu karena itu bagian dari agreement bersama karena itu bagi kita itu yang kita hormati," ucapnya.

Muzani kemudian menanggapi terkait banyaknya pihak yang ingin agar presidential threshold diturunkan menjadi 0 persen. Dia kembali menekankan Gerindra akan mengikuti jika memang harus ada evaluasi.

ADVERTISEMENT

"Tapi kalau kemudian ada kebersamaan lain bahwa kita mengevaluasi itu ya mari, kita nggak ada problem. Prinsip ini harus untuk kebaikan bersama, kebaikan bangsa dan negara dan untuk kemajuan demokrasi," ujarnya.

Untuk diketahui, Ferry Joko Yuliantono menggugat presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen dengan alasan aturan itu dinilai menguntungkan dan menyuburkan oligarki.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

"Penerapan presidential threshold juga berpotensi menghilangkan ketentuan tentang putaran kedua (vide Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945), sebagaimana penyelenggaraan pemilihan presiden 2014 dan 2019 yang menghadirkan dua calon presiden yang sama (Joko Widodo dan Prabowo Subianto)," ujarnya.

Ia menilai ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 secara implisit menghendaki munculnya beberapa calon dalam pemilihan presiden, yang tidak mungkin dilaksanakan dalam hal hanya terdapat dua pasangan calon. Selain itu, ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 justru memberikan 'constitutional basis' terhadap munculnya calon presiden lebih dari dua pasangan calon dan karena itu presidential threshold jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan di atas.

"Keberlakuan Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 melanggar Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, yaitu penerapan presidential threshold tidak sejalan dengan prinsip keadilan pemilu (electoral justice), yang mensyaratkan adanya kesamaan perlakuan di antara peserta pemilihan umum," paparnya.

Halaman 2 dari 2
(maa/rfs)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads