Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat gugatan ambang batas pencapresan atau presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen. Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan ada-tidaknya presidential threshold merupakan hak pembentuk undang-undang, yakni DPR RI.
"MK sudah berkali-kali memutus bahwa ketentuan ada atau tidaknya threshold untuk pilpres/wapres adalah hak pembentuk UU untuk menuangkannya di dalam UU. Itu adalah opened legal policy (OPL), terserah lembaga legislatif untuk mengaturnya," kata Mahfud saat dihubungi detikcom, Rabu (15/12/2021).
Mahfud menuturkan syarat menjadi calon presiden dan wakil presiden sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Begitu juga ambang batas, Mahfud mengatakan semuanya diserahkan kepada DPR selaku pembentuk UU.
"UUD 1945 Pasal 6 dan Pasal 6A menyatakan bahwa syarat menjadi presiden/wapres dan tata cara pemilihannya diatur dengan dan di dalam UU. Berdasar itu maka soal ada atau tidaknya threshold dan berapa besarnya diserahkan kepada pembentuk UU," ujarnya.
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan MK sudah beberapa kali menangani gugatan yang sama meski belum ada satu pun yang diterima. Dia menilai usaha Gatot Nurmantyo hingga Rizal Ramli yang membuat gugatan presidential threshold untuk menjadi 0 persen ke MK tidak ada yang sia-sia, hanya bagaimana MK memutuskan nantinya.
"MK sudah beberapa kali menangani itu, pernah diajukan oleh Efendi Gazali, Denny Indrayana, dan lain-lain. Nggak sia-sia juga (gugatan Gatot dan Rizal ke MK). Bahwa MK mau memutus apa ya terserah saja," imbuhnya.
Seperti diketahui, mengenai hal ini sedikitnya sudah 13 kali digugat ke MK. Salah satunya Rizal Ramli.
"Saya ingin seleksi kepemimpinan Indonesia kompetitif, yang paling baik nongol jadi pemimpin, dari presiden sampai ke bawah. Itu hanya kita bisa lakukan kalau threshold ambang batas kita hapuskan jadi nol," kata Rizal Ramli di gedung MK pada September 2020.
(dek/lir)