Komnas HAM mengecam aksi bejat guru di Bandung yang memperkosa 12 santriwati dan mengeksploitasi anak dari para korban untuk meminta sumbangan. Komnas HAM mengatakan perbuatan itu merupakan praktik nirkemanusiaan.
"Komnas HAM mengecam kekerasan seksual yang terjadi, apalagi korbannya banyak. Dan juga dampak dari kekerasan tersebut sekarang sudah ada beberapa anak yang malah kemudian juga dieksploitasi. Komnas HAM mengecam praktik-praktik nirkemanusiaan seperti itu," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/12/2021).
Beka mewakili Komnas HAM mendorong aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelaku. Dia ingin ada rasa keadilan kepada para korban.
"Komnas HAM mendorong kepada aparat penegak hukum untuk menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan bukti-bukti dan fakta yang ada. Sehingga rasa keadilan korban itu bisa dipenuhi termasuk juga bagaimana memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat hukum di Indonesia," ujarnya.
Terlebih, menurut Beka, kasus tersebut telah menimbulkan kesedihan sekaligus amarah karena terjadi di institusi pendidikan dan agama. Untuk itu, Beka mengatakan masyarakat perlu mengawasi proses hukum kasus tersebut agar berjalan adil dan transparan.
"Apalagi ini kasus yang membuat sedih sekaligus marah, karena ini terjadi di institusi pendidikan dan institusi agama. Sehingga kita harus memasang telinga lebar-lebar, memasang mata seawas mungkin supaya proses hukum yang ada benar-benar adil dan transparan," imbuhnya.
Sebelumnya, aksi bejat pemerkosaan dilakukan seorang guru salah satu pesantren di Bandung bernama Herry Wirawan (36). Korban bahkan mencapai belasan orang.
Perkara itu sudah masuk ke pengadilan. Pada Selasa (7/12), sidang tersebut sudah masuk ke pemeriksaan sejumlah saksi. Informasi yang dihimpun, saksi yang diperiksa merupakan para saksi korban. Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Y Purnomo Surya Adi itu berlangsung tertutup.
Sementara itu, berdasarkan salinan dakwaan yang diterima detikcom, aksi itu diketahui dilakukan oleh Herry pada rentang waktu 2016-2021.
Sedikitnya dari belasan korban tersebut, empat santriwati hamil. Mereka sudah melahirkan saat kasus ini masuk persidangan.
(dek/knv)