Cerita Kades di Kalsel Kumpulin Duit buat ke KPK demi Lapor Gratifikasi

Cerita Kades di Kalsel Kumpulin Duit buat ke KPK demi Lapor Gratifikasi

Dwi Andayani - detikNews
Senin, 06 Des 2021 11:43 WIB
KPK Beri Penghargaan ke Pelapor Gratifikasi
KPK Beri Penghargaan ke Pelapor Gratifikasi (tangkapan layar)
Jakarta -

Aisyah menceritakan perjuangannya saat melaporkan penerimaan gratifikasi ke KPK. Sebagai seorang kepala desa di Kalimantan Selatan (Kalsel), Aisyah sampai harus mengumpulkan uang untuk pergi ke KPK yang berada di Jakarta.

Dalam acara Penghargaan Pengendalian Gratifikasi 2021 yang disiarkan langsung dalam kanal YouTube KPK RI, Senin (6/12/2021), Aisyah merupakan 1 dari 7 sosok yang menerima penghargaan sebagai Pelapor Gratifikasi Inspiratif. Aisyah selaku Kepala Desa Sungup Kanan di Kotabaru itu mengaku menerima Rp 50 juta dari perusahaan tambang batubara.

"Saya melaporkan gratifikasi uang sebesar Rp 50 juta, dimana waktu itu ada permasalahan surat hak pakai dari salah satu perusahaan tambang batubara terbit di lahan warga yang belum dibebaskan. Kemudian beberapa warga ada yang keberatan dan meminta mediasi ke BPN Kotabaru," ujar Aisyah dalam acara itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aisyah mengatakan dirinya ditemui oleh orang yang menyebut dari perusahaan terkait dan diminta mengumpulkan data-data. Namun Aisyah menyebut dirinya diberikan kantong plastik hitam yang berisi uang tunai.

"Beberapa hari kemudian ada orang yang datang menemui saya, mengaku dari pihak perusahaan dan ingin mengganti rugi lahan-lahan warga yang belum dibebaskan. Saya disuruh kumpulin data-data terkait permasalahan tersebut. Setelah itu beliau pulang dan memberi kantongan plastik berwarna hitam, katanya itu dititipkan perusahaan, kemudian ditaronya di meja dan dia pulang," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Aisyah mengaku berusaha mengembalikan dengan menelepon pemberi gratifikasi, tapi upaya tersebut gagal lantaran nomornya diblokir. Dia juga mengatakan telah mendatangi Pengadilan Negeri Kotabaru untuk mengembalikan uang tapi ditolak.

"Saya telepon beliau tapi nomor saya diblokir. Pada akhir tahun 2020 saya mendatangi Pengadilan Negeri Kotabaru ingin menyerahkan uang tersebut. Tapi pengadilan negeri Kotabaru menolak dan saya diarahkan ke KPK Jakarta," ujarnya.

Dia mengaku saat itu tak mengerti cara untuk melaporkan gratifikasi secara online. Sehingga dia berupaya mengumpulkan uang untuk datang ke Jakarta dan mengembalikan uang kepada KPK.

"Kebetulan pada waktu itu saya tidak mengerti melaporkan gratifikasi secara online, jadi saya berupaya mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk datang ke Jakarta. Setelah uang saya terkumpul barulah saya berangkat ke Jakarta, setelah itu saya serahkan uang itu ke KPK Jakarta dan saya meminta tanda terima, akhirnya saya pulang ke Kotabaru dengan tenang tidak ada beban lagi," tuturnya.

Simak juga 'Survei Indikator: TNI Paling Dipercaya Publik, KPK di Posisi ke-5':

[Gambas:Video 20detik]



Sementara itu, Tenaga Administrasi Honorer di SD Panunggangan 4 Cibodas, Tangerang, Khaerulah juga menceritakan gratifikasi yang diterimanya. Khaerulah melaporkan penerimaan uang sebesar Rp 1 juta dari orang tua siswa yang dikumpulkan secara kolektif sebagai ucapan terima kasih atas pemberian bantuan siswa dari Program Indonesia Pintar.

"Dana (bantuan siswa program Indonesia Pintar) itu berhasil dicairkan pada 100 siswa masing masing Rp 450 ribu, setelah selesai ada perwakilan orangtua murid mereka melakukan pengumpulan uang sukarela agar bisa memberi pada pihak sekolah atau saya selaku pengurus sebagai ucapan terimakasih," kata Khaerullah.

Dia mengaku sempat bingung untuk menerima atau tidak mengingat statusnya sebagai honorer. Namun, dia memilih mengembalikan uang tersebut karena khawatir akan menimbulkan masalah.

"Awalnya saya bingung saya terima atau tidak karena status saya honorer belum sebagai PNS. kemudian saya cari informasi ternyata ini masuk sebagai gratifikasi, saya pribadi tidak berani mengambil karena khawatir ke depan menimbulkan masalah. Saya kasihan kepada semua orang tua siswa yang mendapatkan bantuan tersebut karena mereka sedang mengalami kesulitan tapi masih mau berikan uang tanda terima kasih, akhirnya saya tolak dan dikembalikan kepada perwakilan agar dibagikan kembali kepada orangtua siswa," ujarnya.

Tak jauh berbeda dengan Khaerulah, Rifqi Abdillah selaku Staf Kantor Kecamatan Pakuniran, Probolinggo, Jawa Timur juga melaporkan gratifikasi. Rifqi melaporkan penerimaan gratifikasi sebanyak 25 kali dari 2016 sampai 2021 dari para mitra dan kepala desa terkait monitoring dana desa.

"Rata-rata uang gratifikasi yang saya terima dalam amplop berkisar antara 50 ribu sampai 1,5 juta. dari berbagai pihak di lingkungan kerja maupun mitra kerja dengan alasan beragam, seperti uang THR dan tanda terima kasih," ujarnya.

Namu, uang tersebut dikembalikan lantaran dirinya tidak bisa mempertanggungjawabkan pemberian tersebut. Serta disebut merasakan dilema terkait pemberian gratifikasi.

"Nilai gratifikasi yang saya terima umumnya tidak terlalu besar tapi ada perasaan dilema tidak sesuai dengan prinsip hidup saya dan tidak bisa saya pertanggungjawabkan," imbuhnya.

Diketahui KPK memberikan penghargaan kepada sejumlah pelapor gratifikasi. Para sosok itu ada yang menjabat sebagai kepala desa hingga seorang direktur utama dari badan usaha milik daerah atau BUMD.

Kegiatan ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia atau Hakordia 2021. Ada 4 kategori penghargaan yang diberikan yaitu kategori pelapor gratifikasi inspiratif, kategori insan UPG atau Unit Pengendali Gratifikasi, kategori Jaga Data Challenge, dan Jaga Maskot Challenge.

Halaman 2 dari 2
(dwia/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads