Kasus COVID-19 di Eropa Naik, Pemerintah Hati-hati Buka Kegiatan

Kasus COVID-19 di Eropa Naik, Pemerintah Hati-hati Buka Kegiatan

Alfi Kholisdinuka - detikNews
Rabu, 24 Nov 2021 16:19 WIB
Pemerintah akan memberlakukan PPKM level 3 se-Indonesia selama masa libur Natal dan tahun baru 2022. Hal itu dilakukan guna antisipasi lonjakan kasus COVID-19.
Foto: Antara Foto
Jakarta -

Indonesia saat ini berangsur-angsur kembali membuka berbagai kegiatan masyarakat secara bertahap. Pembukaan aktivitas ini dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa agar kondisi pandemi COVID-19 yang tengah terkendali saat ini dapat terus dijaga. Terutama pada periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mendatang.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan dalam pembukaan bertahap ini, Indonesia mempelajari pengalaman dari 4 negara di Eropa dalam penanganan pandemi COVID-19. Hal ini dikatakannya agar masyarakat dapat kembali beraktivitas aman dan nyaman dari COVID-19.

"Dari kenaikan kasus di 4 negara ini, kita dapat belajar bahwa pembukaan aktivitas masyarakat yang terlalu tergesa-gesa dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dapat mengakibatkan lonjakan kasus yang sangat tajam," ujar Wiku dikutip dari laman Satgas COVID-19, Rabu (24/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk diketahui, 4 negara dimaksud ialah Austria, Belanda, Belgia dan Jerman. Keempatnya kini mengalami kenaikan kasus yang signifikan. Bahkan lebih banyak dari periode Nataru tahun lalu. Padahal awal tahun 2020 atau awal pandemi pemerintah setempat mengimplementasikan wajib lockdown dan penggunaan masker.

Kendati begitu, kasus menurun di bulan Mei, pembukaan aktivitas yang dilakukan tergesa-gesa dengan hingga tidak mewajibkan masker berdampak pada kenaikan kasus lagi pada September 2020 yang terus mencapai puncaknya pada akhir tahun 2020. Di Belgia, kenaikan kasus paling signifikan karena tidak menerapkan pembatasan aktivitas dan wajib masker saat awal kasus mulai naik.

ADVERTISEMENT

"Lonjakan kasus yang terjadi menyebabkan ke 4 negara kembali memberlakukan lockdown dan wajib masker," imbuh Wiku.

Selanjutnya, kata dia, pada awal 2021 setelah kasus mulai menurun, perlahan 4 negara ini melonggarkan pembatasan aktivitas dan kewajiban masker tidak lagi seketat awal. Kebijakan ini bertahan sekitar 8 bulan. Sayangnya, berdampak pada kasus yang melonjak tajam hingga lebih dari 180 kali lipat. Hal ini membuat Austria, Belanda dan Jerman kembali lockdown dan wajib masker, kecuali Belgia.

Wiku menilai penerapan lockdown di eropa tersebut juga tidak mudah dilakukan, karena masyarakat menentang lockdown hingga melakukan aksi massa. Hal ini disebabkan, dalam setahun ini masyarakat terbiasa beraktivitas normal dengan penggunaan masker yang tidak ketat.

Jika melihat lebih dekat pada lonjakan kasus 4 negara tersebut, kenaikannya tidak menyebabkan lonjakan pasien ICU dan lonjakan kematian. Hal ini dikarenakan cakupan 4 negara ini sudah cukup tinggi. Dari perbandingan data pada lonjakan pertama di tahun lalu sebelum ada vaksin, lonjakan kasus sejalan dengan lonjakan pasien Icu dan kematian juga.

"Meskipun demikian penting untuk diingat bahwa vaksin tetap tidak bisa mencegah naiknya kasus jika tidak dibarengi dengan penerapan disiplin protokol kesehatan," tegas Wiku.

Namun, upaya meningkatkan cakupan vaksinasi dosis lengkap harus terus dilakukan. Sebagai upaya perlindungan maksimal kepada minimal 70 persen populasi masyarakat.

Belajar dari 4 di Negara di Eropa

Dengan belajar dari pengalaman 4 negara dimaksud, Wiku menekankan bahwa kebijakan yang tergesa-gesa dan tidak berhati-hati dapat mengakibatkan lonjakan kasus yang sangat tajam. Bahkan, penerapan kebijakan yang kurang tepat dapat memicu resistensi dari masyarakat terhadap perubahan kebijakan yang tiba-tiba dan berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan.

Sementara, kepatuhan protokol kesehatan terutama memakai masker sangat berpengaruh besar dalam menekan penularan. Kebijakan bebas masker meskipun sudah vaksin tetap tidak bijak untuk diterapkan karena masker adalah tameng utama kita dalam melawan pandemi COVID-19 ini.

Lalu, kebijakan di suatu negara perlu diselaraskan dengan negara atau wilayah yang berbatasan langsung. Karena lonjakan kasus yang terjadi pada satu negara dapat mempengaruhi lonjakan di negara atau wilayah lainnya yang berdekatan. Tambahan lagi, cakupan vaksinasi yang tinggi terbukti dapat mencegah keparahan gejala pada pasien COVID-19 sehingga juga dapat menurunkan potensi kematian akibat COVID-19.

Karenanya, menjelang periode Nataru mendatang, Indonesia harus waspada agar tidak terjadi lonjakan kasus di awal tahun baru 2022. Persiapan dan antisipasi sudah harus di lakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota. Tren kasus secara nasional dan regional harus terus dipantau. Karena apabila trennya naik, segera ditindaklanjuti. Antara bupati dan walikota harus saling berkoordinasi, mengingatkan dan bahu-membahu di wilayahnya mengalami kenaikan kasus.

Penerapan protokol kesehatan harus dijalankan dengan disiplin. Dan itu diperlukan juga satgas/posko di setiap fasilitas umum. Masyarakat juga diimbau bepergian pada lokasi dan kegiatan yang sudah memiliki satgas khusus COVID-19.

"Semata-mata demi menjamin keamanan diri sendiri, keluarga dan akhirnya berperan dalam mencegah peningkatan kasus pada tingkat regional maupun nasional," lanjutnya.

Halaman 2 dari 2
(akd/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads