"Gini,,, yang kita atur seksualitas itu privasi, itulah puncaknya private, yang diatur oleh negara ini adalah tindakan kekerasan yang kebetulan objeknya seksualitas, itu aja, jadi biar clear kita semua ini, yang negara mau atur ini tindakan kekerasan, itu. Nah, seksualitas itu kan hal yang privasi kebetulan objeknya itu, kalau hal lain itu enggak bisa negara intervensi, nah ini yang kemudian menjadi biar kita tidak menyatukan minyak dan air ya sama-sama melihat secara objektif dan profesional," lanjutnya.
RUU TPKS Tak Legalkan Seks Bebas dan LGBT
Sebelumnya, Willy juga memastikan RUU TPKS bukan aturan yang melegalkan seks bebas serta perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Ia mengatakan RUU TPKS berfokus pada penanganan kekerasan seksual. Menurutnya, hadirnya RUU TPKS demi memberikan payung hukum bagi korban kekerasan seksual.
"Jadi kehadiran Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini merupakan jawaban dari peradaban kita yang masih brutal itu dan keadilan bagi si korban yang selama ini mereka cari. Kepastian hukum itu harus kita hadirkan," kata Willy Aditya di kompleks DPR, Jakarta, Kamis (18/11).
Selain bagi korban, kehadiran RUU TPKS juga akan menjadi aturan acuan bagi aparat hukum dalam bertindak menangani kasus-kasus kekerasan seksual. "Polisi dan jaksa itu perlu hukum yang tertulis. Jadi aparat penegak hukum, ya polisi, ya jaksa, ketika ada kasus-kasus kekerasan seksual dengan beberapa kategori dan jenisnya itu, dia bisa bertindak," lanjutnya.
(maa/jbr)