Habibie Center Kritik Indeks Demokrasi RI Merosot: Hitler Juga Menang Pemilu

Habibie Center Kritik Indeks Demokrasi RI Merosot: Hitler Juga Menang Pemilu

Matius Alfons - detikNews
Jumat, 12 Nov 2021 10:57 WIB
Ketua Dewan Research Habibie Center Dewi Fortuna Annwar
Ketua Dewan Research Habibie Center Dewi Fortuna Anwar (Dok. Screenshot webinar Habibie Center)
Jakarta -

Ketua Dewan Research Habibie Center, Dewi Fortuna Anwar, mengungkap demokrasi di Indonesia merosot sejak 2017. Dia menyinggung demokrasi itu bukan sekadar memenangi pemilu.

Awalnya Dewi menyampaikan Indonesia mengalami kemerosotan indeks demokrasi sejak 2017 berdasarkan EIU Democracy Index. Dia menyebut sebetulnya indeks demokrasi di Indonesia meningkat sejak 2006 hingga 2015.

"Dari economist intelligence unit yang tadi sudah disebut, kita naik ini dari 2006 sampai 2015, kita mengalami kenaikan sampai 2015, kita 7,03. Jadi kita sudah naik kelas di dalam demokrasi," kata Dewi dalam acara webinar 'Demokrasi Indonesia dalam Tantangan Dinamika Nasional dan Global di Era Industri 4.0', Kamis (11/10/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dewi mengatakan indeks demokrasi Indonesia itu lalu turun pada 2017 hingga 2021. Dia bahkan menyebut Indonesia saat ini berada pada ranking 64 dunia dan berstatus 'flawed democracy'.

"Tetapi turun lagi di bawah 7 dan semakin merosot sampai 2020 hanya 6,30. Tadi dikatakan ranking-nya itu 64 dari 167 negara. Kita sudah berada di belakang Malaysia. Statusnya masih 'flawed democracy', tetapi yang paling penting poin-poinnya merosot, yang tentu perlu jadi perhatian kita," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Simak di halaman berikutnya soal sosok Hitler disinggung terkait demokrasi Indonesia di halaman berikutnya.

Berikut ini indeks demokrasi Indonesia berdasarkan EIU Democracy Index:
- 2006: 6,41
- 2015: 7,03
- 2016: 6,97
- 2019: 6,48
- 2021: 6,30

Dewi menyebut merosotnya demokrasi di Indonesia terjadi atas sejumlah alasan, seperti meningkatnya intoleransi hingga politik identitas. Selain itu, dia menyinggung menguatnya politik oligarki disertai dengan pelemahan penegakan hukum memperparah kondisi demokrasi Indonesia.

"Kita lihat menguatnya fenomena oligarki, penyatuan antara kekuasaan dan kekayaan gitu, dan semakin juga lemah penegakan hukum, kita masih fenomena tumpul ke atas tajam ke bawah. Politisasi dari penegak hukum yang sering mengkriminalisasi orang-orang kritis, misalnya, korupsi juga masih menjadi hambatan besar bagi demokrasi di Indonesia," ujarnya.

Dewi lantas menyebut demokrasi di Indonesia cenderung tidak mengakomodasi perlindungan hak politik dan hak sipil. Padahal dia menilai demokrasi bukanlah winner takes all, melainkan juga minority rights atau yang kalah diberi kesempatan.

"Demokrasi ya memang pemilihan, kita melakukan pemilihan, ada yang berkontestasi, dan yang menang ya dia diberi hak, diberi kesempatan, untuk memerintah dan berkuasa pada saat itu. Tetapi prinsip demokrasi bukan winner takes all, di mana yang kalah itu dimarginalkan. Itu kan ada majority rules, minority rights, yang mendapatkan suara hak mayoritas itu dia yang rules diberi kesempatan," jelasnya.

"Jadi bukan untuk oligarki, bukan untuk hegemoni winner takes all. Kalau winner takes all itu tidak demokratis. Demokrasi tidak akan bisa terjadi tanpa ada perlindungan terhadap hak sipil, hak politik, dan semua hak-hak itu. Demokrasi bukan hanya elektoral, demokrasi bukan hanya elektoral, demokrasi yang substantif betul-betul melindungi segenap rakyatnya, dan memastikan ya bahwa ada rules of law, ada level playing field, dan ada perlindungan untuk semua," lanjutnya.

Dewi kemudian menyebut demokrasi bukan hanya pemimpin dipilih berdasarkan pemilu. Dia lalu menyinggung Hitler, yang pada eranya juga terpilih secara elektoral namun menjalankan politik yang tidak demokratis.

"Kalau dia berbentuk jadi hegemoni, walaupun dipilih secara elektoral, Hitler juga dipilih secara elektoral dulu. Menang pemilu dia, tapi dia menjalankan politik yang tidak demokratis. Jadi kita jangan mereduksi demokrasi itu hanya pemilu begitu," tuturnya.

Halaman 2 dari 2
(maa/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads