Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat divonis 10 bulan penjara. Hakim menyatakan Jumhur tidak terbukti menyiarkan berita bohong, melainkan terbukti melakukan tindak pidana menyebarkan berita tidak lengkap yang diduga dapat menyebabkan keonaran terkait omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Sebelumnya Jumhur didakwa dengan beragam dakwaan pasal alternatif, seperti Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU RI Nomor 1 Tahun 1946, tetapi hakim menilai pasal tersebut tidak terbukti.
"Menyatakan Terdakwa M Jumhur Hidayat tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan alternatif pertama primer dan subsider," kata ketua majelis hakim Hapsoro Widodo membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Membebaskan Terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan alternatif pertama primer dan subsider," sambungnya.
Berikut ini bunyi pasal yang dinilai tak terbukti bersalah:
Pasal 14 ayat 1 UU No 1/1946
Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Pasal 14 ayat 2 UU No 1/1946
Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Namun hakim menilai Jumhur terbukti dengan dakwaan alternatif lainnya, yaitu melanggar Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946. Karena itu, Jumhur divonis 10 bulan penjara.
"Menyatakan Terdakwa M Jumhur Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyiarkan kabar yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti, setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata ketua majelis hakim Hapsoro Widodo membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/11/2021).
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada M Jumhur Hidayat dengan pidana berupa penjara selama 10 bulan," kata hakim.
Berikut ini bunyi Pasal 15 UU No 1/1946:
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Dalam putusannya, hakim menyatakan Jumhur tidak perlu ditahan. "Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada M Jumhur Hidayat dengan pidana berupa penjara selama 10 bulan," kata hakim.
Adapun hal yang meringankan dalam pertimbangan hakim adalah Jumhur bersikap kooperatif saat di persidangan. Jumhur juga mengakui perbuatannya dan tidak berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan.
"Yang meringankan, Terdakwa kooperatif di persidangan, Terdakwa mengakui perbuatannya, Terdakwa tidak berbelit-belit, Terdakwa masih berada dalam perawatan dokter pasca-operasi, dan Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga," kata ketua majelis hakim Hapsoro Widodo membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/11/2021).
Sedangkan hal yang memberatkan Jumhur adalah perbuatannya meresahkan masyarakat.
"Keadaan memberatkan, perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat," kata hakim.
Diketahui, Jumhur divonis 10 bulan penjara, vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa.
Lihat Video: Alasan Hakim Tak Tahan Jumhur Hidayat Meski Divonis 10 Bulan Bui
Sebelumnya, terdakwa penyebaran berita bohong Jumhur Hidayat dituntut 3 tahun penjara. Jumhur diyakini jaksa terbukti menyebarkan berita bohong terkait omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan menyiarkan berita ataupun berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," ujar jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jaksel, Kamis (23/9).
Jumhur merupakan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Dia diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 14 ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Menjatuhkan pidana penjara Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan perintah agar Terdakwa tetap ditahan," lanjut jaksa.
Jaksa mengatakan Jumhur Hidayat melalui akun Twitter @jumhurhidayat, pada 25 Agustus 2020, Jumhur memposting kalimat 'Buruh bersatu tolak Omnibus Law yg akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah'.
Kemudian, pada 7 Oktober 2020, jaksa menyebut Jumhur juga memposting kalimat soal UU Ciptaker, 'UU ini memang utk primitive investor dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini'. Dalam postingannya, Jumhur memberikan tautan berita sebuah media daring berjudul '35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja'.
Jaksa menyebut pernyataan itu termasuk berita bohong. "Investor tersebut tidak pernah menginvestasi di Indonesia sehingga pernyataan Terdakwa adalah tidak benar, begitu juga pernyataan Terdakwa pada 7 Oktober 2020 termasuk juga berita bohong. Dengan demikian, unsur menyiarkan pemberitaan bohong telah terbukti secara sah menurut hukum," kata jaksa.
Jaksa juga menyebut Jumhur juga terbukti menyebarkan keonaran di kalangan masyarakat. Sebab, cuitan Jumhur Hidayat dianggap menimbulkan keonaran dengan adanya demo omnibus law pada 28 Oktober 2020.