Jaksa menuntut petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat dengan hukuman 3 tahun penjara. Jumhur Hidayat menyoroti hal memberatkan di tuntutan jaksa.
"Saya dituntut 3 tahun dengan pemberatan karena saya pernah berjuang di zaman pemerintahan otoriter Orde Baru, waktu itu saya di ITB, dan dipecat dari ITB karena melawan atau memperjuangkan demokrasi, dan saya dipenjara hingga 3 tahun dan itu dianggap sebagai pemberat. Artinya, perjuangan kita untuk mencapai demokratisasi berujung gerakan reformasi dianggap bukan apa-apa. Itu kata-kata pemberat kita berjuang di era itu, itu salah satu tidak tepat," ujar Jumhur seusai sidang di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Kamis (23/9/2021).
Diketahui, dalam tuntutan jaksa, hal memberatkan untuk Jumhur adalah perbuatannya menimbulkan keresahan di masyarakat yang mengakibatkan kerusuhan 28 Oktober 2020, kemudian Jumhur dinilai tidak menyesali perbuatannya dan pernah dijatuhi hukuman penjara. Sedangkan hal meringankannya, Jumhur dinilai sopan.
Jumhur menyebut awalnya dia berharap jaksa akan menuntutnya dengan tuntutan bebas. Sebab, menurutnya, saksi yang dihadirkan jaksa di sidang rata-rata meminta Jumhur dibebaskan.
"Saya berharap bahkan ada keajaiban tuntutannya bebas karena setelah saya sampaikan di muka pengadilan berkali-kali, bahkan saksi memberatkan saya, Bapak Sukamdani, itu menyampaikan, 'Pak Hakim, kalau bisa, Mas Jumhur ini dibebaskan saja'. Itu saksi yang memberatkan, karena memang kami dan serikat buruh dan asosiasi pengusaha itu biasa terjadi argumen. Saya sering bertemu dengan asosiasi-asosiasi itu untuk mendiskusikan banyak hal," ucap Jumhur.
Lebih lanjut dia juga menyoroti surat tuntutan jaksa yang menyebut Jumhur mendatangkan saksi ahli saat penyidikan. Dia mengatakan, selama proses penyidikan tidak pernah mendatangkan saksi ahli dan hanya diperiksa beberapa kali sebagai tersangka saat itu.
"Saya tidak pernah diminta mendatangkan saksi ahli, bahkan saya bisa ketemu dengan teman-teman pengacara ini sudah berbulan-bulan di Bareskrim. Diperiksa pertama saya hanya datang dan diperiksa, kira-kira itulah satu-satunya saya diperiksa dan itu cuma sebentar. Bahkan saya tidak didampingi pengacara. Pengacara itu kemudian didatangkan dari Bareksirm, ada pengacara negara begitulah jadi pendamping saya. Dia cuma tanda tangan saja, karena saya menjawab saja. Setelah itu, nggak ada tuh minta didatangkan keterangan saksi ahli, saksi yang meringankan, kurang tepat, bohonglah," ucap Jumhur.
Dalam perkara kasus berita bohong dan keonaran, Jumhur dituntut 3 tahun penjara. Jumhur diyakini jaksa terbukti menyebarkan berita bohong terkait omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Jumhur Hidayat diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 14 ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
(zap/isa)