Komnas Perempuan: Polisi Harus Pakai Perspektif Korban di Kasus Begal Pantat

Isal Mawardi - detikNews
Kamis, 11 Nov 2021 07:14 WIB
Ilustrasi pelecehan (Foto: iStock)
Jakarta -

Korban begal pantat di Jakarta Selatan dan Bekasi ragu untuk melapor ke kepolisian karena minimya bukti. Penuturan pengalaman korban seharusnya sudah cukup bukti sebagai landasan polisi mengungkap kasus begal pantat.

Komnas Perempuan menilai banyaknya korban pelecehan seksual tidak mau melapor ke polisi karena beberapa faktor, salah satunya karena merasa tidak punya bukti atas kejadian yang menimpanya. Dalam upaya mendapatkan keadilan, korban kerap kali diminta bukti saat melapor ke polisi.

"Dalam pemantauan Komnas Perempuan, ada beberapa penyebab mengapa korban pelecehan seksual tak mau melapor ke polisi. Pertama, tak yakin kasusnya akan ditangani secara serius oleh aparat penegak hukum. Kedua, korban merasa tak punya bukti pelecehan seksual," ujar Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat kepada detikcom, Rabu (11/10/2021).

Faktor lainnya, korban belum memahami penanganan kekerasan seksual termasuk ke mana melapor dan hak-haknya sebagai korban.

Terkait bukti pelecehan seksual ini, menurut Rainy, seharusnya penuturan pengalaman korban sudah cukup jadi bukti polisi untuk mengungkap kasus pelecehan seksual terhadap korban.

"Tentang bukti pelecehan seksual, tuturan tentang pengalaman korban dan dampak psikis yang diakibatkan sudah cukup menjadi bukti. Bukti bisa berupa dampak psikis, misalnya trauma atau merasa malu dan berubah sikap menjadi pendiam," tegas Rainy.

Psikolog sebagai ahli juga dapat dimintai pendapatnya untuk mengetahui seberapa besar dampak pelecehan terhadap psikis korban.

"Dampak piskis yang dialami korban juga membutuhkan pemulihan. Pemulihan merupakan bagian dari hak atas keadilan bagi korban," tuturnya.

Lebih lanjut, Rainy menilai aparat penegak hukum (APH) belum memahami sepenuhnya kekerasan seksual termasuk begal pantat. Pelecehan seksual tidak seharusnya diselesaikan secara damai sebab akan menimbulkan traumatis kepada korban.

"Begal pantat masih dipandang sebagai kenakalan atau keisengan sama seperti catcalling atau perundungan (bully) dan bukan kriminalitas. Penting untuk menyadarkan masyarakat dan APH bahwa pelecehan seksual merupakan tindak kriminal, perbuatan melawan hukum, sehingga tidak menggunakan cara-cara damai yang justru merugikan korban," jelasnya.

Sehingga, dalam pengungkapan kasus pelecehan seksual terhadap perempuan, polisi sudah seharusnya menggunakan perspektif korban.

"Polisi sudah seharusnya mengenakan perspektif korban dalam penanganan kasus untuk mencegah impunitas pelaku dan memutus keberulangan kasus. Pembiaran berpotensi tindak kriminal begal pantat berulang terhadap perempuan di tempat yang berbeda," katanya.

Simak di halaman selanjutnya, kasus begal pantat yang dialami jurnalis televisi dan perempuan di Bekasi.....




(isa/mei)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork