Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) dkk. Hal itu terkait gugatan surat presiden (surpres) Jokowi ke DPR tentang omnibus law RUU Cipta Kerja.
Kasus bermula saat Jokowi pertama kali mengumumkan proyek omnibus law dalam pidato setelah dilantik menjadi Presiden RI 2019-2024. Tujuannya adalah menyederhanakan undang-undang dan peraturan guna menggenjot investasi. Diharapkan, bisa menumbuhkan investasi sehingga menyerap tenaga kerja.
Namun, dalam prosesnya, pembahasan rencana itu dinilai tertutup. Tiba-tiba saja muncul rancangan undang-undang (RUU) setebal seribu halaman lebih dan Jokowi mengirimkan surat presiden (surpres) agar RUU itu menjadi prioritas. Penolakan muncul di seantero negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas hal itu, YLBHI, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Perkumpulan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan perorangan Merah Johansyah Ismail menggugat surpres itu ke PTUN Jakarta.
Pada 19 Oktober 2020, ketua majelis Sutiyono dengan anggota Nelvy Christian dan Enrico Simanjuntak menyatakan gugatan para penggugat tidak diterima (niet onvankelijke verklaard). Atas vonis itu, YLBHI dkk mengajukan banding. Tapi PT TUN Jakarta menguatkan putusan PTUN Jakarta.
YLBHI kemudian mengajukan kasasi. Apa kata MA?
"Tolak kasasi," demikian bunyi putusan MA yang dilansir website-nya, Rabu (10/11/2021).
Duduk sebagai ketua majelis Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi. Adapun panitera pengganti dalam perkara nomor 415 K/TUN/2021 itu adalah Rut Endang Lestari.
Di sisi lain, DPR sudah mengesahkan pada awal Oktober 2020. Kini UU itu sudah berlaku efektif dan puluhan Peraturan Pemerintah (PP) UU Cipta Kerja sudah diundangkan.
(asp/dwia)