Asosiasi Penyiaran menolak perubahan dan penetapan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Progres Siaran (P3SPS) oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Asosiasi Penyiaran merasa bahwa perubahan tersebut melanggar beberapa aturan.
Asosiasi Penyiaran terdiri atas Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATNI), dan Aosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ASDI). Dalam pernyataan bersama yang diterima detikcom, Senin (8/11/2021), mereka menyampaikan sikapnya.
Pertama, Asosiasi Penyiaran menyampaikan ada kesulitan akibat COVID-19. COVID-19 memberi dampak terhadap ekonomi Indonesia, yang saat ini belum pulih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kondisi ini makin bertambah berat dengan lanskap industri penyiaran saat ini, dan ke depan di mana perasingan tidak hanya di antara lembaga penyiaran (LP) namun juga dengan over the top (OTT), dan platform new media lainnya, seperti YouTube, FaceBook, NetFlix, dan lainnya, yang merupakan raksasa new media asing yang tidak tunduk pada yurisdiksi hukum Indonesia, baik dalam pengawasan konten dan aturan perpajakan," kata Asosiasi Penyiaran dalam keterangannya.
Kedua, Asosiasi Penyiaran berdasar pada Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam pasal itu, KPI harus mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.
"Penjelasan Pasal 8 ayat 2 huruf b bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran tersebut harus diusulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI. Asosiasi Penyiaran tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan perubahan materi P3SPS oleh KPI," katanya.
Ketiga, Asosiasi Penyiaran menyebut Pasal 8 ayat 3 UU tentang Penyiaran. Disebutkan, KPI mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait.
"Asosiasi Penyiaran menilai bahwa belum ada regulasi yang memberikan perlakukan yang sama bagi industri penyiaran FTA dengan over the top (OTT) dan platform new media lainnya untuk mewujudkan keadilan berusaha bagi industri penyiaran tersebut," katanya.
"Seharusnya, diwujudkan dalam perubahan undang-undang penyiaran," katanya.
Keempat, Asosiasi Penyiaran menyampaikan Pasal 72 angka 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Permen Kominfo Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.
"Pemerintah telah menetapkan jadwal analog switch off (ASO), dengan tahapan bulan April 2022 sampai dengan bulan November 2022. Saat ini, lembaga penyiaran berkonsentrasi dalam mempersiapkan dan mensukseskan ASO tersebut," katanya.
Dengan empat pertimbangan tersebut, Asosiasi Penyiaran menilai KPI tergesa-gesa mengubah P3SPS. Maka ada dua sikap yang disampaikan oleh Asosiasi Penyiaran.
"Pertama, secara normatif dengan tegas menolak terhadap upaya dilakukannya perubahan dan penetapan P3SPS oleh KPI," ucapnya.
"Kedua, meminta KPI baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Asosiasi Penyiaran mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai fungsi legislasi untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran degan fokus penciptaan iklim persaingan usaha yang lebih berkeadilan antara industri penyiaran FTA dengan over the top (OTT) dan platform new media lainnya," katanya.