Kebijakan tentang tes PCR untuk naik pesawat di masa PPKM berubah lagi, kali ini saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melawat ke luar negeri. Manajemen pemerintahan Presiden Jokowi dikritisi.
"Kalau manajemennya amburadul begini, koordinasi dan komunikasinya amburadul begini hanya untuk mengurusi peraturan PCR saja kacau balau, maka kita perlu meminjam kata-kata presiden SBY: Kita perlu prihatin," kata Hendri Satrio (Hensat) kepada wartawan, Senin (1/10/2021).
Hensat adalah pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina sekaligus pendiri lembaga survei Kelompok Diskusi Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI). Komunikasi dan koordinasi pemerintah untuk mengurusi kepentingan publik seperti syarat penerbangan seperti itu tidak boleh main-main.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Urusan PCR ini memang misterius," kata Hensat.
Dia menyarankan, sebaiknya Presiden Jokowi segera membenahi pemerintahannya supaya Indonesia tetap di 'rel' yang tepat, sehingga Jokowi akan dicatat sejarah sebagai presiden yang memiliki sejarah baik.
Aturan terbaru soal syarat naik pesawat terbang, tes PCR tak lagi menjadi syarat untuk terbang di Jawa-Bali. Kini, cukup antigen saja sudah cukup untuk naik pesawat. Kebijakan terbaru ini diambil pemerintah saat Presiden Jokowi melangsungkan rangkaian kunjungan kerja (kunker) ke Italia, Britania Raya, dan Uni Emirat Arab (UAE). Di Indonesia, ada Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin.
"Bayangkan, untuk sebuah keputusan menentukan perlu tidaknya PCR untuk bepergian dengan pesawat itu berubah-ubah dan terjadi saat Presiden di luar negeri. Artinya, ada hal serius tentang komunikasi dan koordinasi yang harus segera dibenahi pemerintahan Jokowi," kata Hensat.
Koordinasi dan komunikasi internal pemerintahan Jokowi dinilai tidak berjalan dengan baik, akibatnya kebijakan publik mudah sekali berubah-ubah.
"Saat ini (pembenahan komunikasi dan koordinasi) terlihat betul tidak ada. Ini berbahaya bila terus-menerus terjadi," kata Hensat.
Menurut Hensat, bisa saja perubahan-perubahan kebijakan seperti ini terjadi di ranah lain selain aturan PCR untuk pesawat. Soalnya, keputusan diambil tanpa didasari dengan latar belakang dan kajian yang jelas. "Sehingga kebijakan itu mudah sekali diralat," ujar Hensat.
Perubahan Kebijakan 'PCR Pesawat'
Sekilas soal perjalanan perubahan kebijakan tes PCR untuk penerbangan pesawat Jawa-Bali, awalnya penumpang dapat melampirkan hasil tes rapid antigen H-1 keberangkatan bagi yang telah divaksinasi lengkap. Bagi yang masih sekali vaksin, wajib menunjukkan bukti negatif COVID-19 lewat tes PCR.
Selanjutnya, aturan itu diubah lewat Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 yang terbit pada 18 Oktober 2021. Syarat penerbangan Jawa-Bali wajib menyertakan hasil tes PCR 2x24 jam meski sudah divaksinasi 2 kali. Tes antigen tidak bisa digunakan.
Pada 27 Oktober, aturan berubah lagi. Inmendagri yang baru terbit lagi, yakni Inmendagri Nomor 55 Tahun 2021. Masa berlaku tes PCR untuk pesawat diperpanjang menjadi 3x24 jam. 28 Oktober, Inmendagri Nomor 56 Tahun 2021 menyatakan penumpang pesawat di luar Jawa-Bali boleh menggunakan hasil tes rapid antigen.
Yang terbaru, 1 November alias hari ini, perubahan aturan terjadi lagi. Tes PCR tidak lagi menjadi syarat terbang. Ini diumumkan oleh Menko PMK Muhadjir Effendy dalam jumpa pers virtual setelah pemerintah mengadakan rapat rutin terkait PPKM.
"Untuk perjalanan ada perubahan yaitu untuk wilayah Jawa dan Bali, perjalanan udara tidak lagi mengharuskan menggunakan tes PCR tetapi cukup menggunakan tes antigen. Sama dengan yang sudah diberlakukan untuk wilayah luar Jawa non-Bali," kata Menko PMK Muhadjir Effendy, Senin (1/11).