Terdakwa kasus suap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif (Sulsel) Nurdin Abdullah, mantan Sekretaris Dinas PUTR Edy Rahmat, menuding auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Gilang Gumilar telah menerima total Rp 2,8 miliar dari kontraktor untuk mengamankan temuan dalam audit proyek di Sulsel. Tapi Gilang yang hadir menjadi saksi dalam sidang tersebut membantah tudingan Edy.
Gilang Gumilar (sebelumnya disebut Gilang Gumilang) jadi saksi kasus suap terdakwa Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat di Pengadilan Tipikor Negeri Makassar, Rabu (13/10/2021). Jaksa KPK M Asri Irwan awalnya bertanya kepada Gilang soal apakah pernah bertemu dengan terdakwa Edy di luar kantor.
"Pernah, Pak," jawab Gilang di persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gilang kemudian menjelaskan bahwa dia awalnya berada di Cafe Hotel Teras Kita di Jalan AP Pettarani, Makassar. Hotel Teras Kita diakui Gilang dekat dengan kantornya.
"Bisa tahu pertemuan dalam rangka apa?" cecar Asri.
Gilang mengatakan pertemuan pada Januari 2021 tersebut diinisiasi oleh Edy Rahmat karena hendak menanyakan kepadanya apa yang harus Edy lakukan jika BPK ada temuan di sejumlah proyek infrastruktur yang dikerjakan Dinas PUTR Sulsel.
"Jadi kita waktu itu ketemuannya tidak membahas spesifikasi konteks pemeriksaan atau temuan. Hanya mengatakan, apabila ada temuan bagaimana, saya bilang bahwa silakan dikembalikan ke kas daerah," kata Gilang.
Namun jaksa Asri tak percaya begitu saja. Dia meminta kejujuran Gilang soal apakah pernah menerima uang kontraktor Rp 2,8 miliar lewat Edy Rahmat.
"Itu kan kalau yang umum-umum saja, misal kalau ada temuan kembalikan, orang juga sudah tahu, ngapain membuang waktu hanya untuk membahas itu," kata jaksa KPK Asri.
"Jadi saudara tidak pernah terima uang dari beberapa kontraktor yang jumlahnya 1 persen? Saudara jujur?" lanjut Asri.
Terhadap pertanyaan itu, Gilang mengaku tidak pernah dan tidak tahu menahu soal uang dari kontraktor. Duit Rp 2,8 miliar tak pernah dia terima.
"Tidak, tidak pernah," tegas Gilang.
Edy Sebut Gilang Gumilar Berbohong
Menanggapi kesaksian Gilang, Edy Rahmat menuding Gilang berbohong. Dia kemudian menceritakan bagaimana cerita pemberian duit kontraktor untuk Gilang.
Menurut versi Edy, dia ditelepon oleh Gilang yang mengaku auditor BPK akan melakukan audit di lingkungan Pemprov Sulsel. Khusus untuk di Dinas PUTR Sulsel, lanjut Edy, Gilang disebutnya meminta partisipasi kontraktor.
"Jadi dia menyampaikan, kalau bisa, siapa tahu ada kontraktor yang bisa berpartisipasi 1 persen. Dan itu 1 persen pembayaran, artinya kalau ada temuan," ungkap Edy.
Edy pada akhirnya menemui sejumlah kontraktor seperti John Theodore, Petrus Yalim, H Momo, Andi Kemal, Lukito, Tiong, hingga Rudi Moha. Dari pertemuan dengan kontraktor itu, Edy berhasil mengumpulkan total Rp 3 miliar 200 ribu.
Selanjutnya, Edy mengantarkan uang dari kontraktor kepada Gilang di rumahnya di Jalan AP Pettarani. Saat mengantar duit kontraktor Rp 3 miliar 200 ribu, Gilang hanya mengambil Rp 2,8 miliar dan 10 persen sisanya, yakni Rp 337 juta diberikan kepada Edy Rahmat.
"Rp 2,8 miliar diberikan kepada Pak Gilang, diantarkan masuk di rumahnya di belakang kantor, di asrama," beberapa Edy.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Suasana Panas saat Rujab Nurdin Abdullah Dibongkar Paksa':
KPK Sita Rp 337 Juta di Rumah Edy Rahmat
Sementara itu, jaksa KPK, M Asri Irwan, mengatakan bila uang Rp 337 juta yang diberikan Gilang Gumilar kepada Edy turut disita sebagai barang bukti saat operasi tangkap tangan (OTT) pada Februari 2021.
"Rp 3 miliar 200 itu mengalir atau diberikan kepada saudara Gilang Gumilar sebagai auditor di BPK," kata Asri.
Menurut Asri, duit dari kontraktor Rp 3 miliar 200 ribu itu memang dikumpulkan oleh Edy Rahmat.
"Kemudian, Edy Rahmat menyerahkan kepada Gilang Gumilar," kata Asri.
Duit Kontraktor untuk Amankan Temuan BPK
Uang kontraktor tersebut, kata Asri, pada dasarnya untuk mengamankan temuan dari BPK.
"Jadi BPK itu kan melakukan audit ya, melakukan audit ke Pemprov, Pemkot dan dari situ dimungkinkan ada temuan sehingga nanti akan dikembalikan," kata Asri.
"Jadi uang itu dipersiapkan untuk dikembalikan. Tapi kami membacanya itu semacam alasan-alasan dibuat bahwa ini akan dikembalikan, padahal uang itu sebenarnya bukan untuk dikembalikan, tetapi bagian dari hadiah," katanya lagi.
(hmw/nvl)