Meski telah diberhentikan oleh DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Viani Limardi masih aktif mengikuti persidangan di DPRD DKI Jakarta. Hari Jumat ini (8/0/2021), jika tak ada aral dia akan secara resmi mendaftarkan gugatan keputusan partai yang memecatnya ke PN Jakarta Pusat. Dia antara lain menuntut ganti rugi senilai Rp 1 triliun.
"Mereka telah mencemarkan nama baik, menghancurkan karakter dan reputasi saya di depan publik. Ini juga mengenai keluarga besar dan masyarakat yang saya wakili di Jakarta. Bayangkan, warga DKI Jakarta itu sekitar 10 juta orang, berapa harga diri mereka itu? Satu T (triliun) barangkali tak cukup," kata Viani Limardi saat ditemui tim Blak-blakan detik.com, Rabu (6/10/2021).
Perempuan kelahiran Surabaya, 25 November 1985 itu antara lain tidak merasa telah menggelembungkan dana reses seperti dituduhkan DPP PSI. Pelaksana Tugas Sekretaris Dewan DPRD DKI Agustinus menguatkan bantahan tersebut. Viani mengaku sebetulnya telah menjelaskan ikhwal dana reses itu ke Tim Pencari Fakta (TPF) DPP PSI. Dalam pertemuan, TPF pun tak menunjukan bukti terkait yang mereka tuduhkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menjelaskan soal tudingan seolah dirinya menolak dipotong gajinya 50% untuk disumbangkan terkait penanganan pandemi covid. Sejak awal pandemi, alumnus Columbia University dan Xiamen University itu mengklaim telah banyak membantu masyarakat di daerah pemilihannya. Ia misalnya mengirimkan 7 ton beras, 20 ribu hand sanitizer, ratusan jerigen disinfektan, dan lainnya.
"Setahu saya, banyak anggota Dewan dari PSI yang merasa berat untuk pemotongan gaji 50% itu karena sudah banyak memberikan bantuan di dapil masing-masing," ujar Viani Limardi.
Pada bagian lain Viani mengungkapkan awal mula dirinya yang menjadi pengacara sejak 2010 hijrah ke dunia politik mulai 2018. Padahal seperti kebanyakan anak muda lainnya dia pun sebisa mungkin menjauhi politik. Pandangan itu perlahan berubah seiring munculnya sosok Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang fenomenal di Jakarta. "Keduanya membuat banyak orang terpesona. Saya sangat kagum dengan dua tokoh itu, terutama Pak Ahok," ujar Viani.
Ia mengaku PSI sebagai cinta pertamanya di politik. Dia sangat mencinta partai ini. "Cinta pertama itu selalu tidak pernah bisa dilupakan selamanya, tapi cinta pertama itu juga kebanyakan yang paling menyakiti," ujarnya. Tapi, sambungnya menyitir pernyataan Ahok, "bila memang sudah tidak bisa sejalan kenapa harus dipaksakan."
Toh begitu, dia menegaskan dirinya tidak kapok telah terjun ke dunia politik. Andai masyarakat di Jakarta Utara yang diwakilinya saat ini masih menghendaki, dia siap tetap berpolitik. Lewat parpol mana?
(deg/jat)