Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada mantan anggota DPRD Jawa Barat (Jabar) Abdul Rozaq Muslim. Selain itu, hak politik mantan Politikus Golkar itu dicabut selama 2 tahun terhitung saat keluar dari penjara.
Hukuman ini setahun lebih berat dibandingkan putusan Pengadilan Tipikor Bandung. "Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Abdul Rozaq Muslim tersebut dengan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar oleh Terdakwa maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," kata ketua majelis hakim Sir Johan yang dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Kamis (7/10/2021).
Majelis yang beranggotakan Ummi Maskanah dan Agoeng Rahardjo ini juga menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Selain itu, menghukum Abdul Rozaq Muslim membayar uang pengganti sebesar Rp 9.180.500.000 yang selanjutnya akan disetorkan ke kas negara dan kas daerah Pemerintah Kabupaten Indramayu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 2(dua) tahun dan 6 (enam) bulan," ucap majelis.
Terakhir, majelis menjatuhkan hukuman pencabutan hak politik kepada Abdul Rozaq Muslim.
"Menetapkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak pilih dalam pemilihan jabatan publik/pejabat negara selama 2 (dua) tahun," pungkas majelis.
Untuk diketahui, jaksa KPK dalam dakwaannya mendakwa Abdul Rozaq Muslim menerima suap hingga Rp 9 miliar lebih dari pengusaha atau kontraktor Carsa ES. Jaksa KPK mengungkap awal mula dugaan korupsi yang berkaitan sejumlah proyek di Kabupaten Indramayu itu.
Jaksa KPK Trimulyono Hendardi menjelaskan kasus itu bermula di tahun 2016. Kala itu, Abdul Rozaq Muslim tengah melakukan reses. Di saat reses itulah, Abdul Rozaq bertemu dengan Carsa ES.
"Dalam pertemuan itu, terdakwa menginformasikan kepada Carsa ES bahwa untuk pembangunan fasilitas umum di Kabupaten Indramayu dapat menggunakan anggaran bantuan keuangan provinsi (Banprov) Jawa Barat," ujar jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (14/4/2021).
Abdul Rozaq berujar kepada Carsa dapat membantu proses penganggaran itu di Badan Anggaran (Banggar). Akan tetapi, Abdul Rozaq meminta bagian apabila dana tersebut cair.
"Jika berhasil dianggarkan, proyek tersebut akan dikerjakan oleh Carsa ES. Namun, Carsa ES harus memberikan fee sejumlah yang kepada terdakwa sebesar tiga sampai dengan lima persen dari nilai keuntungan yang dananya bersumber dari Banprov Jawa Barat tersebut," kata Jaksa.
Carsa menyepakati hal itu. Kemudian, Abdul Rozaq mengarahkan Carsa untuk membuat proposal pengajuan ke Bappeda Kabupaten Indramayu yang nantinya akan diinput ke rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) Jawa Barat secara daring. Sementara fisiknya akan diserahkan ke Bappeda Jabar dengan surat pengantar Bupati Indramayu.
Setelah itu, Carsa menyampaikan daftar proyek yang akan dikerjakannya itu ke Abdul Rozaq yang kemudian diperjuangkan Abdul Rozaq dengan memasukkan daftar tersebut ke dana aspirasi di fraksi Golkar yang akan diajukan ke Pemprov Jabar. Namun, Abdul Rozaq hanya memiliki kuota mengajukan dana aspirasi sebanyak 5 kegiatan.
Lantaran kuotanya terbatas, Abdul Rozaq kemudian mendatangi Ade Barkah yang kala itu menjabat pimpinan DPRD Jabar dengan maksud meminta jatah dana aspirasi dari anggota fraksi Golkar dan fraksi lainnya. Ade Barkah pun memberi ruang kepada Abdul Rozaq terkait permintaan tersebut.
Setelah mendapat restu dari Ade Barkah, Abdul Rozaq lantas menemui anggota DPRD Fraksi Golkar dan fraksi lain, salah satunya Siti Aisyah Tuti Handayani.
"Terdakwa kemudian meminta kepada anggota-anggota DPRD tersebut untuk memberikan jatah pengajuan dana aspirasi mereka untuk dapat digunakan oleh terdakwa meloloskan seluruh kegiatan yang diajukan Carsa ES dalam proposal Banprov. Terdakwa menjanjikan kepada anggota-anggota DPRD yang diminta membantunya tersebut fee sejumlah uang sebesar tiga sampai dengan lima persen dari nilai keuntungan proyek yang diperoleh Carsa ES apabila semua kegiatan yang diajukan proposalnya tersebut lolos dalam APBD maupun APBD Perubahan (APBD-P)," tutur jaksa.
Data aspirasi tersebut kemudian direkap dan dibuatkan daftar rekapitulasi aspirasi dari Fraksi Golkar. Setelah seluruh kegiatan dalam aspirasi terkumpul, Ade Barkah lalu meminta tenaga ahlinya untuk menyerahkan ke Bappeda daftar aspirasi tersebut. Ade Barkah juga menyampaikan kepada Bappeda agar daftar tersebut menjadi prioritas termasuk kegiatan Carsa ES yang dalam prosesnya dibantu oleh Abdul Rozaq Muslim.
Dalam prosesnya, tidak ada kesesuaian antara daftar yang diajukan oleh Ade Barkah dan Kabupaten Indramayu yang mengajukan banprov. Kegiatan yang disusun oleh Ade Barkah melalui tenaga ahlinya itu tidak termasuk daftar kegiatan yang diajukan.
Oleh karena itu, Ade Barkah lalu menunjuk Abdul Rozaq untuk mengawal dan mengajukan ulang tambahan usulan banprov, baik secara RKPD online maupun proposal. Ade Barkah juga meminta staf Bappeda membuka sistem online dan menerima pengajuan ulang.
Singkat cerita, proposal banprov disetujui dan proses pengerjaan proyek di Indramayu dilakukan oleh Carsa ES. Adapun pemberian dana tersebut dilakukan secara bertahap dari tahun anggaran 2017 hingga 2019.
"Terkait proses penganggaran proyek-proyek di Pemkab Indramayu yang didanai dari Banprov Jawa Barat tahun anggaran 2017 sampai dengan 2019, terdakwa telah beberapa kali menerima uang dari Carsa ES seluruhnya berjumlah Rp 9.180.500.000," kata dia.