Selain rekam jejak, masa dinas aktif disebut menjadi salah satu pertimbangan dalam wacana pergantian Panglima TNI. Ada bayang-bayang Pemilu 2024 dalam bursa Panglima TNI.
Berdasarkan Pasal 55 UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 seperti dilihat detikcom, Rabu (6/10/2021), salah satu poin prajurit diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan karena menjalani masa pensiun. Sedangkan ketentuan mengenai usia pensiun diatur di Pasal 71.
a. Usia pensiun paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama, hanya berlaku bagi prajurit TNI yang pada tanggal undang-undang ini diundangkan belum dinyatakan pensiun dari dinas TNI;
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, KSAD Jenderal Andika Perkasa dan KSAL Laksamana Yudo Margono menjadi kandidat terkuat untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. Jika merujuk ke aturan di atas, Laksamana Yudo Margono memiliki waktu lebih lama menuju masa pensiun.
Jenderal Andika Perkasa diketahui lahir pada 21 Desember 1964. Andika bakal pensiun pada Desember 2022.
Sedangkan Laksamana Yudo Margono lahir pada 26 November 1965. Dengan demikian, Yudo bakal pensiun pada November 2023.
Perihal masa pensiun ini disorot oleh pengamat politik Tony Rosyid. Dia mengaitkan masa pensiun tersebut dengan Pilpres 2024.
"Kalau lihat masa pensiun, KSAL Yudo Margono masih punya waktu dua tahun. Yudo Margono akan pensiun pada 2023. Sementara KSAD Andika Perkasa pensiun 2022. Hanya waktu tersisa satu tahun. Kedua-duanya pensiun di saat publik sedang menggadang-gadang capres 2024," kata Tony.
"Diperkirakan di akhir tahun 2022, bursa pilpres sudah sangat ramai. Selain sudah dekat dengan masa pendaftaran, yaitu pertengahan 2023, saat itu Anies Baswedan, salah satu kandidat yang dianggap cukup kuat, telah berakhir periodenya sebagai Gubernur DKI," sambung dia.
Dalam pandangan Tony, setidaknya ada tiga aspek yang bisa dibaca terkait pergantian Panglima TNI ini. Pertama, mengenai giliran dari masing-masing matra untuk menjadi Panglima TNI.
"Ini tidak wajib, tetapi tetap mendapat perhatian Presiden. Sebab ini menyangkut psikologi prajurit secara umum," ujar Tony.
Poin kedua adalah masalah keamanan nasional dan kedaulatan yang dihadapi Indonesia. Sedangkan poin terakhir adalah subjektivitas Presiden.
"Jika poin pertama dan kedua di atas itu bersifat objektif, poin ketiga bersifat subjektif. Secara psikologis, akan sangat bergantung pada Pak Jokowi. Cocok, sreg, dan nyaman bekerja sama dengan siapa di antara dua kandidat Panglima TNI tersebut. Ini menyangkut soal LKK (loyalitas, kedekatan, dan komunikasi). Siapa yang punya loyalitas lebih tinggi, ada kedekatan secara personal, dan komunikasinya lebih bagus, maka akan lebih berpeluang untuk dipilih,"ujar Tony.