Polisi menghentikan penyelidikan kasus surat permintaan sumbangan untuk penerbitan buku yang ditandatangani Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah. Polisi menilai tak ada unsur penipuan dalam kasus tersebut.
Kasat Reskrim Polresta Padang Kompol Rico Fernanda mengatakan dari hasil penyelidikan surat dan tanda tangan gubernur dalam surat tersebut ternyata asli, meskipun diedarkan oleh pihak swasta.
"Sejak awal kan kita menyelidiki dan menerima pengaduan dugaan tindak pidana penipuan atas beredarnya surat tersebut. Ada lima orang swasta yang mengedarkan surat-surat tersebut. Dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi, ternyata surat tersebut asli, sehingga tidak ditemukan adanya unsur penipuan," kata Rico saat dimintai konfirmasi detikcom, Senin (4/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penyidik tak masuk ke ranah dugaan tindak pidana lainnya seperti kemungkinan adanya unsur korupsi dalam kasus tersebut.
"Kalau (kasus) penipuan tidak terbukti, sebab tanda tangan dan suratnya asli dari gubernur. Yang tanda tangan betul dari gubernur, jadi tidak ada penipuan yang dilakukan kelima orang itu. Kalau soal korupsi, itu baru lagi. Kita tidak masuk ke sana. Belum ada perintah," katanya.
Dengan penghentian kasus dugaan penipuan tersebut, kelima orang yang sempat diamankan sebelumnya, sudah tidak perlu wajib lapor lagi.
Awal Mula Kasus
Adanya surat permintaan sumbangan dari gubernur itu terungkap setelah polisi menangkap lima orang warga luar Sumatera Barat di sebuah tempat pada Jumat (13/8) lalu. Mereka ditangkap atas dugaan penipuan.
Kelima orang yang ditangkap tersebut adalah D (46), DS (51), DM (36), yang ketiganya berasal dari Jawa; kemudian MR (50) dan A (36), yang berasal dari Makassar.
Dari hasil pemeriksaan terungkap, mereka mendatangi para pengusaha, kampus dan pihak-pihak lainnya bermodalkan surat berlogo Gubernur Sumatera Barat, ditandatangani Mahyeldi.
Dilihat detikcom, surat itu itu bernomor 005/3904/V/Bappeda-2021 tertanggal 12 Mei 2021, tentang penerbitan profil dan potensi Provinsi Sumatera Barat.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan video 'Pengakuan Gubernur Sumbar Terkait Lima Peminta Sumbangan':
"Sehubungan dengan tingginya kebutuhan informasi terkait dengan pengembangan, potensi, dan peluang investasi di Provinsi Sumatera Barat oleh para pemangku kepentingan, maka akan dilakukan penyebarluasan dan pemenuhan kebutuhan informasi tersebut dengan menerbitkan buku Profil 'Sumatera Barat Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan' dalam versi bahasa Indonesia, bahasa Inggris serta bahasa Arab, serta dalam bentuk soft copy," demikian tertulis dalam surat tersebut.
"Diharapkan kesediaan saudara untuk dapat berpartisipasi dan kontribusi dalam mensponsori penyusunan dan penerbitan buku tersebut," tambahnya.
Selain surat yang disertai stempel resmi gubernur, para pelaku juga membawa surat yang memiliki kop dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar.
Dalam perkara ini, polisi telah ikut memeriksa sejumlah pejabat di kantor gubernur, termasuk Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumbar Hansastri yang juga mantan Ketua Bappeda Sumbar. Selain itu, ikut diperiksa Eri Santoso, orang dekat Gubernur Mahyeldi, yang menghubungkan para penyebar surat dan pihak perusahaan dengan gubernur, serta pihak-pihak yang telah menyerahkan uang.
Dalam dokumen yang diperoleh detikcom, ada 21 pihak yang menjadi korban surat dan surat menyerahkan uangnya, dengan total lebih dari Rp 170 juta. Ke-21 pihak tersebut dari perguruan tinggi terkenal hingga kecil, kalangan pengusaha, BUMN, serta rumah sakit. Namun semua uang yang diterima dari para pihak tersebut sudah dikembalikan lagi.
Surat Asli
Belakangan terungkap, surat minta sumbangan dari Gubernur Sumbar itu ternyata asli. Kelima orang itu pun dilepaskan polisi.
"Kami tidak menahan kelima orang ini, karena kelima orang ini mengakui bahwa surat itu adalah asli. Berasal dari gubernur dan orang kepercayaannya," kata Rico.
Saat pemeriksaan, kata dia, kelima orang ini juga mengaku bahwa hal serupa pernah dilakukan mereka pada 2016 dan 2018. Kala itu Mahyeldi masih menjabat sebagai Wali Kota Padang.