Mahfud Anggap Buzzer Hama Sekaligus Konsekuensi Demokrasi

Mahfud Anggap Buzzer Hama Sekaligus Konsekuensi Demokrasi

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 30 Sep 2021 19:20 WIB
Jumpa pers Mahfud Md usai pertemuan dengan TP3
Mahfud Md (YouTube Sekretariat Presiden)
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan pandangannya soal keberadaan pendengung atau buzzer di media sosial. Dia menilai buzzer merupakan hama sekaligus konsekuensi demokrasi.

Hal itu disampaikan Mahfud dalam dialog virtual dengan Didik Junaidi Rachbini melalui live Twitter, Rabu (29/9/2021). Mahfud awalnya ditanya apakah dia memandang buzzer sebagai hama demokrasi.

"Pastilah, itu kita melihat hama demokrasi sebagai konsekuensi dari demokrasi. Kalau dulu zaman Pak Harto orang kan bisa hilang ya kan. Sekarang orang bisa bicara apa saja tetapi kemudian mereka mengorganisir diri kadang kala berkelompok lalu jadi buzzer nyerang ramai-ramai. Hal-hal yang begini memang penyakit, memang itu konsekuensi dari demokrasi. Cuma, kadang kala istilah buzzer itu keliru," ujar Mahfud.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengaku heran soal julukan buzzer Rp bagi orang-orang yang membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) di media sosial. Menurutnya, pengguna medsos yang membela Jokowi dan menyerang kubu 'kanan' dengan mudah dituding menjadi buzzer.

"Selalu yang dikatakan buzzer Rp, belakangnya itu sindiran kan buzzer yang dibayar dengan uang itu selalu dikatakan kalau orang membela Jokowi itu disebut buzzer. Kalau orang menyerang orang yang taruh lah tanda petik dianggap 'kanan', buzzer. Tapi kalau mereka yang menyerang Jokowi, ribuan tiap hari apa disebut? Ndak, itu kan lebih banyak mereka yang menyerang daripada yang membela kalau kita lihat," ucapnya.

ADVERTISEMENT

"Sehingga saya agak sulit mendefinisikan yang buzzer itu yang mana. Saya sendiri sih nggak tahu ya," sambung Mahfud.

Dia juga bicara soal tudingan Istana memelihara buzzer. Mahfud mengaku tak pernah melihat siapa yang mengatur buzzer.

"Katanya istana memelihara buzzer, saya ndak pernah lihat bagaimana cara memeliharanya. Wong saya juga tidak pernah melihat dan tidak pernah tahu siapa yang mengorganisasikan setiap hari ada orang menyerang pemerintah. Itu bisa dilihat aja di medsos itu kayaknya yang menyerang luar biasa banyak," tuturnya.

Dia kemudian bicara serangan ke pemerintah dari peristiwa penembakan di Tangerang dan penyerangan ustaz di Batam. Menurutnya, ada narasi kalau hal itu merupakan kriminalisasi.

"Misalnya, ada orang ditusuk kemarin ustaz Alex di Tangerang, terus di Batam kiai juga dihajar sedang ceramah lalu dikatakan kriminalisasi. Itu bukan kriminalisasi, korban kriminal, wong yang menusuk juga ditangkap kan lalu siapa bilang kriminalisasi dari pemerintah dari polisi dan sebagainya. Itu sebabnya kita membuat UU ITE kita perbaiki sebentar lagi katanya pemerintah nggak boleh menangkap sembarang orang," ujar Mahfud.

Halaman 2 dari 2
(haf/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads