Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono mengungkapkan di dalam laut Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, terdapat potensi sumber daya yang sangat besar. Bukan hanya ikan, tetapi juga bahan tambang, hutan mangrove, hingga terumbu karang.
Nono menayangkan kekayaan yang begitu besar belum dapat dioptimalkan untuk kemakmuran rakyat. Terbukti, potensi maritim Indonesia belum bisa menembus angka 22% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut masih di bawah Thailand yang hampir mencapai 40%, Jepang 54%, bahkan Tiongkok sebagai negara daratan mampu menghasilkan 48,6% dari pendapatan domestik bruto.
"Negara-negara besar di dunia sangat memperhatikan urusan kekuatan maritimnya, karena dua alasan. Yaitu masalah ekonomi dan keamanan. Makanya Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, Jerman, dan Australia tidak pernah mengabaikan persoalan maritime, karena di sana ada kepentingan besar," ujar Nono dalam keterangannya, Selasa (28/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam acara diskusi Empat Pilar MPR RI di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Senin (27/9) kemarin, Nono menambahkan minimnya kontribusi maritim terhadap PPDB disebabkan karena kurangnya kemampuan dan kemauan memanfaatkan potensi kelautan. Terbukti, anggaran yang disediakan bagi pengembangan kelautan relatif kecil. Menurutnya, jika meminjam hasil kajian Prof. Rokhmin Dahuri, kalau potensi maritime itu dikelola dengan baik, maka penghasilan yang diperoleh bisa mencapai 6 kali APBN.
"Saya ingat kata-kata jenderal Leonardus Benyamin Moerdani, kalau kita bicara tentang ekonomi yaitu kesejahteraan, maka kita harus bicara tentang keamanan. Antara kesejahteraan dan keamanan, itu seperti dua sisi mata uang. Kita bicara keamanan tanpa kesejahteraan maka salah. Demikian sebaliknya," tutur Nono.
Tidak jauh berbeda, Pengamat Kemaritiman, Siswanto Rusdi, mengungkapkan belum optimalnya pemanfaatan wilayah lautan nusantara bisa dilihat dari politik anggaran yang selama ini dijalankan pemerintah. Selama bertahun-tahun anggaran untuk pengadaan alutsista tidak lebih dari 2%. Jauh di bawah anggaran Pendidikan sebesar 20% APBN.
"Waktu merebut Irian Barat, angkatan laut kita memiliki 12 kapal selam, belum termasuk kapal perusak. Kita pernah punya pesawat tempur yang luar biasa dan juga pesawat pembom strategis. Sekarang kita tidak punya pesawat pembom, yang kita punya cuma Fighter, bukan pesawat pembom, strategis," ucap Rusdi.
Rusdi menambahkan, dari sisi jumlah personil tentara, kondisinya juga semakin memprihatinkan. Saat ini, TNI angkatan laut yang harus mempertahankan 2/3 wilayah Indonesia, hanya dibekali kekuatan sebanyak 70.000 personel. Sedangkan Angkatan Udara 30.000 personel dan Angkatan Darat sebanyak 300.000 personil.
"Harus ada perubahan paradigma menyangkut wilayah kelautan kita. Makanya saya juga tidak heran kalau melihat Menhan Prabowo Subianto berusaha memperbaiki alutsista, meski hanya bisa dilakukan secara perlahan," pungkas Rusdi.
(akn/ega)