Kongres Wanita Indonesia (Kowani) prihatin dengan kasus master of ceremony (MC) di Bali bernama Putu Dessy Fridayanthi alias Ecy yang menyampaikan keluhan di media sosial Instagram soal diskriminasi bernuansa gender yang dialaminya. Kowani prihatin karena kasus tersebut dibela oleh partai politik (parpol).
"Pernyataan pers politisi dengan menggunakan simbol partai politik terhadap kasus tersebut dalam pandangan Kowani merupakan arogansi," kata Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto Wiyogo, dalam keterangan tertulis yang dikutip detikcom, Selasa (28/9/2021).
Giwo menyoroti politikus yang menyatakan kasus yang dialami Ecy adalah hoax. Pihaknya pun sangat menyangkan pernyataan tersebut karena Kowani menerima pengaduan langsung yang disampaikan oleh korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Artinya kasus Ecy bukanlah hoax, ada korban dan banyak orang yang menyaksikan kejadian di mana korban dalam detik-detik terakhir persiapan kegiatan penyambutan Menteri didampingi Gubernur Bali tidak diperkenankan untuk menjalankan tugasnya di lokasi acara. Korban menjalankan tugasnya di ruangan tertutup yang berjauhan dengan lokasi acara," terang Giwo.
Ecy sendiri tidak kaget jika terjadi pembatalan oleh pihak protokol Gubernur satu hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Sebab hal tersebut sudah ia alami sejak 2018 sampai kejadian pada 10 September 2021 lalu.
"Penyikapan kasus Ecy oleh politisi dengan menggunakan simbol partai politik dalam pandangan Kowani akan membawa preseden buruk bagi kasus serupa, di mana perempuan menjadi korban diskriminasi yang dilakukan di tempat kerja akan mendapat ancaman berhadapan dengan kekuatan atau pihak-pihak di balik orang-orang yang yang berkuasa," jelasnya.
"Apalagi dalam konferensi pers dengan simbol partai politik tersebut juga mengancam melaporkan korban atau pihak-pihak yang protes ke ranah hukum. Dalam pandangan Kowani, hal tersebut akan berdampak pada psikologi korban dan perempuan lain yang mendapat perlakuan sama untuk takut melaporkan kasus karena ancaman kriminalisasi," imbuhnya. Kowani tidak menyebut partai apa yang membela perlakuan terhadap MC itu dan partai apa yang mengancam MC itu.
Selanjutnya soal undang-undang yang melarang diskriminasi semacam ini:
Simak juga 'Jokowi Bicara Kekhawatiran Marginalisasi Perempuan di Afghanistan':
Giwo menegaskan, kasus yang menimpa Ecy merupakan bentuk diskriminasi yang dilakukan terhadap pekerja perempuan di ranah publik. Kejadian ini merupakan pelanggaran atas Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
"Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (3) yang menjelaskan bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin adalah pelanggaran hukum. 'Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi'," paparnya.
Terlebih, Indonesia telah meratifikasi Kovensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women (CEDAW) melalui UU Nomor 7 Tahun 1984. Perlindungan pada perempuan pekerja merupakan salah satu komitmen negara yang diamanatkan dalam UU tersebut.
"Negara berkewajiban menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan mulai dari proses perekrutan, menjalankan pekerjaan, promosi jabatan, peningkatan kapasitas, dan pemenuhan hak-hak pekerja (gaji, cuti, dan lainnya)," kata dia.
"Tindakan diskriminasi tersebut jelas-jelas bertentangan dengan komitmen negara untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja perempuan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan," tegasnya.
Selain itu, tindakan diskriminasi tersebut juga bertentangan dengan konstitusi, yakni UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, khususnya Pasal 5 dan 6 tentang larangan diskriminasi. Kemudian juga bertetangan dengan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja khususnya Pasal 190 (1) tentang adanya sanksi administrasi atas pelanggaran terhadap larangan diskriminasi oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
"Konstitusi Negara Indonesia secara jelas menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk mengambil peran di semua aspek atau bidang," jelas Giwo.