Hari Tani Nasional 24 September: Sejarah-Latar Belakang Penetapan

Hari Tani Nasional 24 September: Sejarah-Latar Belakang Penetapan

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 24 Sep 2021 12:10 WIB
Hari Tani Nasional 24 September: Sejarah-Latar Belakang Penetapan
Hari Tani Nasional 24 September: Sejarah-Latar Belakang Penetapan (Foto: Rengga Sancaya/detikcom)
Jakarta -

Hari Tani Nasional diperingati setiap tanggal 24 September. Sebelum ditetapkan, pertanian di Indonesia mengalami sejarah panjang.

Penetapan tanggal 24 September sebagai Hari Tani Nasional diteken Presiden Soekarno dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963. Tanggal ini bertepatan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).

Lalu bagaimana sejarah di balik Hari Tani Nasional? detikcom merangkum informasinya berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Hari Tani Nasional: Lahirnya UUPA 1960

Melansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Grobogan, sebelum Hari Tani Nasional ditetapkan, pada 24 September 1960 dibentuk UU No 5/1960 tentang UUPA. Kelahiran UUOA memakan waktu 12 tahun lamanya.

Sejumlah panitia dibentuk sejak 1948, antara lain:

ADVERTISEMENT
  1. Panitia Agraria Yogya (1948)
  2. Panitia Agraria Jakarta (1951)
  3. Panitia Soewahjo (1955)
  4. Panitia Negara Urusan Agraria (1956)
  5. Rancangan Soenarjo (1958)
  6. Rancangan Sadjarwo (1960)

Dari berbagai panitia dan rancangan tersebut, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin menerimanya dan melahirkan UUPA.

Lahirnya UUPA bermakna besar bagi bangsa dan negara Indonesia, yaitu:

  1. Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat"
  2. Penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyatnya.

Pada intinya, UUPA dibentuk dengan meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Pembentukan ini dilakukan demi mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam menuju masyarakat adil dan makmur.

Sejarah Hari Tani Nasional di Masa Orde Baru

Hari Tani Nasional kemudian dibentuk atas persetujuan Presiden Soekarno. Hal ini terwujud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963.

Di Masa orde baru, ada berbagai perubahan di bidang pertanian. Pada 1974 dibentuk Badan Litbang Pertanian berdasarkan Keppres tahun 1974 dan 1979.

Kemudian pada 1980 didirikan Departemen Koperasi secara khusus. Koperasi ini dibentuk untuk membantu para petani kecil di luar Jawa Bali agar dapat meningkatkan usaha pertanian berskala lebih besar.

Pada 1983 terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian. Hal ini sesuai dengan Kepres No 24 Tahun 1983.

Pada 1993, dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh provinsi sesuai dengan Keppres No 83 Tahun 1993. Selain itu juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No. 633/Kpts/OT.140/12/2003).

Demo Hari Tani Nasional di Blitar

Peringatan Hari Tani Nasional di Blitar diwarnai aksi demonstrasi dari anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Blitar, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), dan Paguyuban Petani Aryo Blitar (PPAB).

Mereka berdiri di depan Kantor Pemkba Blitar guna menuntut bupati, yang merupakan ketua Tim Gugur Tugas Reforma Agraria, agar segera menyelesaikan konflik agraria di daerah tersebut. Mereka juga mengkritik kapitalisasi korporasi yang membuat hak-hak petani Blitar terenggut.

"Abainya pemerintah terhadap reforma agraria ini terlihat dengan berbagai permasalahan pelik yang dihadapi petani sejauh ini. Terutama pengakuan atas tanah bagi petani, karena ini masih ada ratusan ribu keluarga petani yang masih alami konflik agraria dan perampasan tanah, penggusuran, bahkan kriminalisasi," kata Koordinator aksi Ardan Abadan kepada wartawan, Jumat (24/9/2021).

Ada tujuh tuntutan yang disampaikan massa aksi demo. Sejumlah tuntutan antara lain: jalankan reforma agraria sejati yang berkeadilan bukan memihak pada kapitalisme, hentikan Kriminalisasi petani, beri perlindungan terhadap masyarakat/petani yang menjadi lokasi prioritas Reforma Agraria sesuai surat kantor staf presiden nomor B-21/KSK/03/2021 tentang permohonan perlindungan terhadap lokasi prioritas refoma agraria.

"Bupati selaku ketua Tim Gugus Tugas Reforma Agraria segera menindaklanjuti dan menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Kabupaten Blitar sesuai surat KEMENDAGRI nomor : 591/4819/SJ perihal Optimalisasi Pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria di Daerah. Dan Lakukan penertiban terhadap HGU-HGU yang sudah jelas terindikasi terlantar dan habis masa berlakunya. Serta serahkan kepada rakyat, sesuai amanat UUPA dan Perpres 86/201," teriak Ardan dalam orasinya.

Dalam demo di Hari Tani Nasional, sempat ada aksi saling dorong lantaran massa hendak menemui Bupati. Kemudian sejumlah kepala OPD keluar untuk menemui massa, di antara mereka ada Satpol PP, kesbanglinmas, dinas permukiman, dan dinas pertanian.

Halaman 2 dari 2
(izt/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads