Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi mengatakan kasus dugaan pelecehan seks dan perundungan sesama pegawai pria di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) masih terus diselidiki. Hanya, polisi terkendala dalam pengusutan kasus tersebut mengingat kasusnya sudah lama.
"Pertama yang harus ditekankan kami dari pihak Polri dengan Komnas HAM memiliki semangat yang sama untuk membuktikan kalau memang peristiwa itu terjadi," kata Hengki setelah memberikan keterangan di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/9/2021).
Hengki menjelaskan, saat ini polisi masih melakukan penyelidikan terkait dugaan pelecehan seksual dan perundungan di KPI tersebut. Penyelidikan dilakukan secara induktif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang prosesnya dari kepolisian masih dalam tahap penyelidikan untuk membuktikan apakah benar peristiwa itu terjadi, artinya tentunya kita tidak bersifat deduktif 'katanya...katanya'. Kami (pembuktian) bersifat induktif dari dalam, apakah saksi benar ada, apakah alat bukti ada. Kemudian apabila peristiwa ini memang benar ada kami akan meningkatkan menjadi proses penyidikan kalau memang peristiwa ini ada," jelasnya.
Perlu 2 Alat Bukti
Hengki kemudian menjelaskan, dalam proses penyelidikan ini pihaknya memerlukan setidaknya dua alat bukti.
"Dari penyidikan kami harus mencari minimal dua alat bukti untuk mencari siapa tersangkanya. Sekarang masih dalam proses karena kita masih melengkapi bagaimana yang disampaikan tadi," ujarnya.
Selain melakukan pemeriksaan saksi, polisi juga mengumpulkan keterangan ahli dan petunjuk untuk membuktikan dugaan tersebut.
"Kami proaktif juga untuk pemeriksaan ulang psikologis dari pelopor di RS Polri, untuk kemudian kalau sudah lengkap kami akan adakan gelar perkara untuk meningkatkan ke penyidikan, apabila memang peristiwanya ada. Kemudian kami akan proses apabila ada alat bukti kami akan periksa menjadi tersangka," katanya.
Simak di halaman selanjutnya, polisi ungkap adanya kendala
Kendala Penyelidikan
Hengki mengakui pihaknya terkendala dalam melakukan penyelidikan tersebut. Salah satunya karena peristiwa yang dilaporkan terjadi sudah lama.
"Kendalanya, pertama, tempus delicti-nya sudah bertahun-tahun, 2012-2021. Tempus, waktu kejadian, sudah terlalu lama. Locus delicti-nya (lokasi kejadian) juga sudah berubah," kata Hengki.
Meski begitu, Hengki mengaku pihaknya tidak akan menyerah. Hengki mengatakan pihaknya akan mencoba mengkonstruksikan kasus di pasal perbuatan tidak menyenangkan.
"Tapi kami tidak menyerah. Kami akan cari, selain daripada pelecehan seksual, kami juga konstruksikan di sana perbuatan tidak menyenangkan. Apakah ada paksaan fisik maupun psikis. Kalau memang itu ada, akan kita periksa juga," tuturnya.
Jika kemudian dalam penyelidikan ditemukan unsur pidana perbuatan tidak menyenangkan, penyidik akan meningkatkan perkara ke tahap penyidikan. Penyidik akan melakukan upaya semaksimal mungkin untuk mengantongi minimal dua alat bukti yang dibutuhkan.
"Kemudian apabila peristiwa ini memang benar ada, kami akan meningkatkan menjadi proses penyidikan kalau memang peristiwa ini ada. Dari penyidikan, kami harus mencari minimal dua alat bukti untuk mencari siapa tersangkanya," ujarnya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya
Simak video 'Polres Jakpus soal Panggilan Komnas HAM di Kasus KPI: Masih Fokus Penyidikan':
Lebih lanjut Hengki mengatakan, apabila peristiwa pelecehan terbukti benar terjadi, bisa menjadi efek jera dan pembelajaran. Tidak hanya pembelajaran kepada para pelaku, tetapi juga kepada masyarakat luas.
"Kalau memang ini (peristiwa pelecehan) benar ada, bisa menjadi efek getar, efek jera, baik spesialis juga pelaku maupun generalis masyarakat secara luas. Tapi kami harus cari dulu peristiwanya," imbuhnya.
Untuk diketahui, dugaan pelecehan seksual terhadap pegawai KPI ini disebut sudah terjadi sejak 2012. Selama 9 tahun, korban mengaku dirundung dan dilecehkan secara seksual oleh tujuh pria yang merupakan rekan kerjanya.
Korban mengaku pernah diceburkan ke kolam renang, tasnya dibuang, hingga dimaki dengan kata-kata bernuansa SARA. Lebih parahnya lagi, dia juga pernah dikeroyok, ditelanjangi, dilecehkan, dan dicoret kemaluannya dengan spidol serta difoto saat dirundung. Korban pun mengaku trauma.
Melalui keterangan tertulis yang diterima wartawan, Rabu (1/9), korban pun memberanikan diri untuk menceritakan pelecehan yang menimpanya di lingkungan kerja KPI Pusat. Pelaku pelecehan seks ini adalah rekan korban sesama pria.
"Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat?" demikian keterangan tertulis korban, Rabu (1/9).