Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, menilai rencana Australia membuat kapal selam bertenaga nuklir bukanlah ancaman bagi Indonesia. Mengapa?
TB Hasanuddin awalnya menjelaskan tindakan Australia tersebut merupakan bagian dari konflik antara Amerika Serikat (AS) dan China. Dia menyebut Australia merupakan salah satu sekutu AS di kawasan Asia Pasifik.
"Ini menimbulkan ketegangan karena sepertinya yang dihadapi China. Amerika tidak ingin jalur logistik dan perdagangan Amerika terganggu. Karena, kita tahu bahwa sekutu Amerika di Asia Pasifik kan salah satunya Australia," kata TB Hasanuddin, Kamis (17/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski menimbulkan ketegangan, kata Hasanuddin, Indonesia tidak perlu menyikapi secara berlebihan terhadap proyek kapal selam nuklir Autralia. Dia mengingatkan Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif.
"Indonesia bersyukur politik luar negeri bebas aktif, jadi sejak dulu tidak pernah bergabung ke salah satu blok. Semua sahabat, semua teman. Kita tidak ambil blok kiri, kanan, atau ke mana," ucapnya.
Atas dasar itu, menurutnya, proyek kapal selam nuklir Australia bukan ancaman bagi RI. Dia mengatakan kapal selam nuklir itu bukan ancaman karena Indonesia tidak menganggap Australia sebagai musuh.
"Karena bukan ancaman. Bukan ancaman karena kita tidak melakukan sikap permusuhan. Bukan ancaman. Kita semua bersahabat, berteman. Karena prinsip kita, tidak ingin melakukan agresi terhadap negara tetangga," ujarnya.
TB Hasanuddin menilai proyek kapal selam nuklir Australia juga masih belum jelas. Dia juga menyebut kapal selam bertenaga nuklir merupakan hal yang biasa.
"Tapi kalau kapal selam tenaga nuklir itu, itu sudah biasa di negara maju. Ada kapal selam bertenaga nuklir atau kapal bersenjata nuklir. Ini Australia yang mana?" katanya.
Tonton juga Video: Jawaban Australia Pilih Kapal Selam AS Ketimbang Prancis
Proyek Kapal Selam Nuklir Australia
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton mengatakan kapal selam nuklir yang didukung Amerika Serikat merupakan pilihan yang lebih baik bagi negaranya. Hal itu menjawab kemarahan Prancis usai Australia membatalkan proyek kapal selam konvensional dengan Prancis.
Dutton mengatakan kapal selam diesel konvensional hanya bisa memberi keunggulan bagi negara tersebut hingga memasuki tahun 2040-an saja. Atas dasar itulah mereka memilih kapal selam bertenaga nuklir.
"Karena itulah kami membutuhkan kapal selam bertenaga nuklir," tutur Dutton seperti diberitakan kantor berita AFP, Jumat (17/9).
"Jadi kami melihat opsi apa yang tersedia bagi kami. Prancis memiliki versi yang tidak lebih unggul dari yang dioperasikan oleh Amerika Serikat dan Inggris," tegasnya.
Indonesia Bersikap Hati-hati
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Indonesia akan mencermati secara hati-hati soal keputusan Australia memiliki kapal selam bertenaga nuklir. Dia mengatakan Indonesia prihatin atas perlombaan senjata.
"Indonesia mencermati dengan penuh kehati-hatian tentang keputusan pemerintah Australia untuk memiliki kapal selam bertenaga nuklir. Indonesia sangat prihatin atas terus berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer di kawasan," kata pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia seperti dikutip Jumat (17/9).
Indonesia mengingatkan Australia soal nonproliferasi nuklir. Indonesia juga mendorong Australia memenuhi kewajiban menjaga stabilitas di kawasan.
"Indonesia menekankan pentingnya komitmen Australia untuk terus memenuhi kewajibannya mengenai nonproliferasi nuklir. Indonesia mendorong Australia untuk terus memenuhi kewajibannya untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan sesuai dengan Treaty of Amity and Cooperation," ujar Kemlu RI.
Selain itu, Indonesia berharap Australia mengutamakan dialog untuk memecahkan perbedaan dengan damai. Indonesia menyebut penghormatan hukum internasional untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan amat penting.
"Indonesia mendorong Australia dan pihak-pihak terkait lainnya untuk terus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan secara damai. Dalam kaitan ini, Indonesia menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan," kata Kemlu RI.