Memasuki bulan September, sebuah desa di lereng barat Gunung Merbabu punya tradisi unik. Hampir seluruh warga di desa itu punya aktivitas merajang daun tembakau hasil panen ladangnya. Karena dilakukan secara bergantian di tiap rumah, suasana yang tercipta seperti semacam tradisi merajang tembakau.
Aroma daun tembakau akan menyapa traveler ketika memasuki Desa Nglelo Kecamatan Getasan di bulan September. Jalanan menanjak memasuki desa di ketinggian sekitar 1800 MDPL ini, banyak ditemui anyaman bambu persegi panjang yang tertata rapi di sepanjang jalan. Anyaman bambu sepanjang 2 meter lebar 1 meter inilah, hasil rajangan daun tembakau dijemur. Mereka menyebutnya Widig atau Rigen.
Diantara rumah warga, terpajang sound sistem yang akan meramaikan suasana menjelang petang hingga tengah malam. Karena aktifitas merajang tembakau, biasanya dilakukan warga pada saat itu.
Ketika detikcom berkunjung ke Nglelo, suasana desa itu seperti punya hajat besar. Suara musik dengan volume keras hampir tiap malam terdengar. Di sumber musik itu dinyalakan, banyak warga berkumpul untuk merajang daun tembakau.
Para pria dan wanita bekerja bersama-sama dari petang hingga larut malam. Tampak daun tembakau yang sudah disortir ditata, kemudian dirajang menggunakan mesin bertenaga diesel. Hanya dalam hitungan sekitar 3 jam, mesin itu mampu merajang sekitar satu ton daun tembakau.
Daun tembakau yang sudah dirajang selanjutnya dijereng. Nah...aktivitas inilah yang menciptakan suasana gayeng, guyub dan rukun antar warga. Secara bergantian, warga akan berdatangan ke tiap rumah yang merajang tembakau setiap malam. Istilah aktivitas bersama ini disebut sambatan.
"Ya suasana begini tiap tahun kami langgengkan. Bisa berkumpul bersama, bekerja bersama, guyon, rukun. Ini makin mempererat rasa persaudaraan antar warga," ujar Siti kepada detikcom, Senin (13/9/2021).
Cara menata rajangan daun tembakau dibedakan antara tembakau berkualitas super, medium dan biasa. Tatanan larikan daun bisa ditarik memanjang ke bawah atau kesamping, akan ditentukan oleh sang pemilik hajat. Atau pemilik daun sekaligus pemilik rumah tempat aktivitas merajang dilakukan bersama hari itu.
"Biasanya kami ikuti kode dari pemilik daun. Nanti tanda daun itu, biasanya kami tata di satu kotak ujung widig," jawab Sari, warga Nglelo lainnya.
Alunan musik tak henti menemani warga merajang dan njereng daun tembakau. Gelak tawa disela luwes dan lincahnya gerakan tangan menjereng, membuat suasana makin meriah.
"Acara merajang diakhiri dengan makan bersama. Kami punya menu spesial disini. Namanya sup gude," pungkas Rahmad yang malam ini punya gawe.
Traveler bisa ikutan njereng. Karena warga tak akan menolak bantuan tenaga yang datang untuk ikut sambatan. Asal anda berani menyapa, dengan ramah warga akan menyambut penuh suka cita. Dan tentu saja gratis menikmati menu spesial saat budaya sambatan merajang tembakau berlangsung.
Selanjutnya, sup gude:
(dnu/dnu)