Komnas HAM akan memanggil Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kepolisian terkait kasus pelecehan dan perundungan terhadap pegawai KPI. Keduanya dipanggil untuk dimintai keterangan pekan depan.
"Diminta datang memberikan keterangan tanggal 15 (September 2021)," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Thaufan Damanik, saat dihubungi, Rabu (8/9/2021).
Dihubungi terpisah, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyampaikan surat pemanggilan sudah ditandatangani oleh pihaknya. Surat pemanggilan akan dilayangkan besok pagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Surat sudah ditandatangani Pak Anam selaku komisioner pemantauan. Besok pagi akan dikirim ke KPI dan kepolisian," ujarnya.
Sebelumnya, korban pelecehan seks dan perundungan sesama pegawai pria di KPI menyambangi Komnas HAM. Korban datang didampingi tim kuasa hukum untuk memberikan keterangan terkait peristiwa tersebut.
"Tadi kami bersama MS sudah ke Komnas HAM dan ditemui langsung oleh Komisioner Beka Ulung Hapsara. Di Komnas HAM, Korban MS sudah memberikan keterangan langsung atas kasusnya," kata Ketua Tim Kuasa Hukum korban, Mehbob, kepada wartawan, Rabu (8/9/2021).
Mehbob mengatakan MS sudah memberikan kesaksian terkait peristiwa pelecehan dan perundungan yang dialaminya. Pihaknya, kata Mehbob, juga sudah menyerahkan semua bukti ke Komnas HAM.
"Kesaksian MS terkait perundungan dan pelecehan sudah disampaikan. Bukti-bukti awal juga sudah kami serahkan semua ke Pak Beka. Komnas HAM berjanji mengawal kasus ini sampai tuntas hingga korban mendapat keadilan dan para pelaku dihukum," ujarnya.
Mehbob mengatakan, selain menyambangi Komnas HAM, korban datang ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Kedatangan korban ke LPSK untuk mendapatkan perlindungan.
Simak selengkapnya di halaman berikut
Kasus ini terungkap ketika korban bercerita ia kerap mendapat perundungan dan pelecehan seksual sesama pria dari rekan kerjanya yang juga pegawai KPI. Perlakuan itu telah terjadi sejak 2012.
Korban bercerita dia ditelanjangi dan difoto. Korban pun khawatir foto telanjangnya itu akan disebar oleh rekan-rekannya. Selain itu, rekan kerja korban kerap menyuruh-nyuruh korban membelikan makan. Hal ini berlangsung selama 2 tahun.
Tahun ke tahun berjalan, berbagai perundungan diterima korban. Dari diceburkan ke kolam renang, tasnya dibuang, hingga dimaki dengan kata-kata bernuansa SARA.
Pelecehan seksual tersebut membuat korban jatuh sakit dan stres berkepanjangan. Pelecehan dan perundungan itu, kata korban, mengubah pola mentalnya.
Sementara itu, pihak terlapor, EO dan RS, membantah adanya tuduhan pelecehan seks dan perundungan sesama pria pegawai KPI itu. Terlapor berdalih perundungan terhadap korban cuma candaan karena korban 'berpakaian rapi'.
"Itu hanya hal-hal yang sifatnya menurut lingkungan pergaulan mereka biasa sehari-hari. Nyolek-nyolek sesama laki-laki. Kebetulan pelapor ini kan berpakaian rapi selalu, bajunya dimasukin sering dicandain ditarik tiba-tiba bajunya. Kaya 'rapi amat lu', gitu-gitu aja," ujar pengacara RD dan EO, Tegar Putuhena, saat dihubungi, Senin (6/9).