Bersyukurnya Warga Eks Lokasi Tambang Dapat Rumah Layak Huni

ADVERTISEMENT

Bersyukurnya Warga Eks Lokasi Tambang Dapat Rumah Layak Huni

Nurcholis Maarif - detikNews
Senin, 06 Sep 2021 13:52 WIB
Perumahan Bara Lestari
Foto: Sunandi Mimo/20detik
Muara Enim -

Lomberi (77) mengaku bersyukur saat ini sudah memiliki rumah yang layak huni. Rumah yang ada di Bara Lestari I, Desa Keban Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Muara Enim, Sumatera Selatan itu kini menjadi rumah tetap Lomberi dan menjadi tempat berkumpul bersama keluarganya.

Saat ini ia sudah memiliki 7 cucu dan beberapa anaknya sudah menikah serta tinggal beda rumah dengan dirinya. Ia hanya tinggal bersama istri dan satu anaknya yang masih bujangan di rumah ini.

Sebelumnya ia tinggal di rumah di desa yang ada di kawasan tambang batu bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA), anggota anggota holding industri pertambangan Indonesia atau Mining Industry Indonesia (MIND ID). Kemudian pada tahun 2014, ia menjadi salah satu warga dari desa-desa yang ikut direlokasi dari area pertambangan tersebut.

Menurutnya rumah dan kawasan yang kini ditinggali lebih nyaman dan aman dibanding dulu yang disebutnya kumuh. Bahkan beberapa warga yang dulunya punya rumah beralaskan papan kayu kini bisa punya rumah dengan alas tembok.

"Awal pertama tuh ada 450, yang pertama nian itu belum semua, yang dipindahkan (dulu) yang rawan-rawan. Kami juga pada waktu pindah mengucapkan terima kasih kepada PTBA, itu sudah dilengkapi yang di perumahan itu gratis dilengkapi dengan (sumber dan transmisi) penerangan dan air. Alhamdulillah kami kepada PTBA sangat berterima kasih," ujarnya kepada detikcom belum lama ini.

Lomberi bercerita sebenarnya rumah-rumah yang berdiri di area tambang batu bara milik PTBA itu sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Para penghuni rumah itu sebagian besar juga orang yang bekerja di tambang batu bara, termasuk orang tua Lomberi.

Bapaknya berasal dari Garut, Jawa Barat, sedangkan ibunya berasal dari Banten. Keduanya bertemu, menikah, dan menetap di Tanjung Enim. Lomberi mengatakan dirinya lahir dan besar di desa itu karena orang tuanya yang bekerja di tambang batu bara.

Menurut Lomberi, ia bersedia pindah karena batu bara yang ada di rumah dulunya itu merupakan batu bara dengan grade yang tinggi. Pada sisi lain, ia juga mendapatkan hal yang setimpal dibanding rumah dan kawasan yang ditinggalinya saat itu yang terkesan kumuh.

"Kumuh, sebenarnya perumahan sudah ada zaman jajahan. Kumuh nian, dari tahun berapa lah, udah lama, orang-orang kontrakan (mengontrak) dulu, orang tua kita dulu kontrakan di PTBA. Tambang itu sudah lama, dari 1911 mungkin yah, sudah lama," ujarnya

"Di samping itu. memang PTBA memerlukan batu bara yang lebih mahal, di tempat kami termasuk yang bagus, dia sanggup memindahkan kami oleh karena batu baranya bagus, dengan diberikan rumah gratis, hak milik, sertifikat sekarang," imbuhnya.

Menurut Lomberi, dulu rumah miliknya dan rumah-rumah warga di desa yang tinggal di area tambang tersebut tidak tersusun rapi. Pada sisi lain, warga mengalami kerawanan karena berada di area sekitar tambang. Sementara di perumahan Bara Lestari ini, rumah-rumah yang tersusun rapi, jaringan transmisi listrik, hingga sumber air.

Kini warga hanya tinggal mengembangkan rumah yang sudah diberikan tersebut sesuai keinginannya masing-masing. Selain itu, pihak perseroan juga memberi beberapa fasilitas umum seperti masjid, jala kompleks yang lebih bagus, dan lain sebagainya.

"Jauh bedanya, di sana nggak tersusun. Rumah saya, jaraknya cuma 2 meter dengan rumah lain misalnya, termasuk daerah kumuh. Itu seluruh itu, ada bangunannya dari papan semua, kalau di sini kita dikasih PTBA sudah bata tembok, alhamdulillah," ujarnya lagi.

Area tambang bekas rumah Lomberi tersebut kini sudah tak difungsikan lagi dan sudah direklamasi oleh PTBA. Perseroan mengubah lahan eks tambang tersebut menjadi mini zoo untuk meningkatkan kawasan Tanjung Enim sebagai daerah tujuan wisata pasca tambang.

Perumahan Bara LestariKawasan perumahan Bara Lestari (Foto: Sunandi Mimo/20detik)

Sementara itu, di perumahan Bara Lestari I, Lomberi menjadi pengurus merangkap marbot masjid kompleks. Setiap hari, ia membersihkan masjid hingga beberapa kali mengisi pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu. Karena umurnya yang sepuh itu pula ia terpilih dari beberapa marbot masjid di Sumatera Selatan yang diberangkatkan umrah oleh PTBA.

"Yang umrah jatah dari sini hanya satu saya sendiri, itu tiap masjid, marbot itu diambil, masjid ini Al-Amin dari sini saya. Banyak itu ada 20 seluruhan kabupaten," ujar Lombari.

"Yang (angkatan) kedua sudah berangkat, yang ketiga ini ada halangan (pandemi). Yang kedua orang lain, gantian tiap-tiap masjid, istilahnya marbot masjid. Saya di sini merangkap marbot dan pengurus masjid. Dia kan diambil yang tua-tua dulu," imbuhnya.

Sebagai informasi, data dari PTBA pembangunan perumahan Bara Lestari I ini menekan biaya kurang lebih Rp 35 miliar. Selanjutnya ada perumahan Bara Lestari II Rp 20 miliar dan perumahan Bara Lestari I Tahap II mencapai Rp 17 miliar. Ketiga perumahan tersebut mencakup 1.128 KK atau kurang lebih 4.512 Jiwa.

Perumahan Bara Lestari sudah rampung dan ditinggali warga dengan nyaman, sementara perumahan Bara Lestari II, terlihat masih adanya proses pembangunan rumah yang masih diselesaikan. Proses ini masih disebut masih berjalan, dan relokasi warga dilakukan secara bertahap.

Sebelumnya beberapa waktu lalu, Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto menegaskan relokasi bagi warga berangkat dari kesadaran PTBA untuk meningkatkan kesejahteraan warga yang berada di lingkungan operasional tambang perusahaan.

Nilai luhur tersebut adalah eksplorasi untuk masyarakat, eksplorasi untuk kemakmuran, dan eksplorasi untuk masa depan yang lebih baik (we explore for civilization, we explore for prosperity, and we explore for brighter future) yang sejalan dengan noble purpose MIND ID. Suryo menekankan salah satu nilai yang diterapkan adalah eksplorasi untuk masa depan yang lebih baik (explore for brighter future).

"Kami ingin masyarakat di sini meningkat kesejahteraannya, masa depan anak-anak lebih baik, dan kehidupan ekonomi lebih baik. Secara kesejahteraan bisa tempati rumah yang lebih layak," kata dia.

Adapun Plh Bupati Muara Enim H Nasrun Umar mengapresiasi langkah tersebut. Ia menjelaskan angka kemiskinan di Kabupaten Muara Enim masih tinggi, yaitu 12,23%. Selain itu, ada beberapa rumah warga yang masih kurang layak huni, seperti tidak memiliki sanitasi air yang baik.

Ia juga menyebut telah melakukan zonasi CSR dengan berbagai perusahaan di Kabupaten Muara Enim untuk membantu mengentaskan masalah ini.

"Pada satu kecamatan masih ada banyak rumah tidak layak huni, yang tidak berjamban, tidak bersanitasi. Kita sinergikan dengan PTBA, tapi kalau dibebankan kepada PTBA ini tentu PTBA akan berat," ujarnya.

"Saya ada inisiasi baru, yaitu zonasi CSR. Saya melakukan roadshow ke beberapa perusahaan yang ada di lingkup kabupaten Muara Enim. Misalnya perusahaan a, perusahaan ini harus bertanggung jawab terhadap community development di wilayah itu. Sehingga hal-hal kecil yang tidak begitu besar, tidak perlu melirik PTBA lagi, tapi bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di mana ia melakukan operasi," jelasnya.

detikcom bersama MIND ID mengadakan program Jelajah Tambang berisi ekspedisi ke daerah pertambangan Indonesia. detikcom menyambangi kota-kota industri tambang di Indonesia untuk memotret secara lengkap bagaimana kehidupan masyarakat dan daerah penghasil mineral serta bagaimana pengolahannya.

Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/jelajahtambang.

(ncm/ega)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT