Seorang dokter di RSUD Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel), Adiany Adil, viral karena membuat pernyataan bahwa COVID-19 bukan diagnosis dan pasien COVID-19 tidak pernah ada. RSUD Massenrempulu menyatakan bahwa Adiany sudah bukan pegawai di sana.
"Dengan tegas saya membantah. Saya sampaikan yang bersangkutan bukan lagi pegawai ataupun PNS di RSU sejak tahun 2011," kata Plt Direktur RSUD Masserempulu, Enrekang, Ira Desty Saptari, kepada wartawan, Minggu (5/9/2021).
Ira mengaku prihatin atas pernyataan Adiany. Dia menekankan pernyataan Adiany harus diluruskan agar masyarakat tidak terpengaruh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendapat yang sangat keliru dan perlu diluruskan. Jangan sampai membuat masyarakat menjadi bingung dan kurang percaya dengan adanya COVID-19, sehingga tidak mau melakukan protokol pencegahan penularan virus Corona, termasuk vaksinasi yang saat ini gencar dilakukan," papar Ira.
"Sementara kita ketahui COVID-19 nyata dan banyak merenggut nyawa," imbuhnya.
Sebelumnya, Adiany menjelaskan maksud pernyataannya. Dalam pernyataannya, Adiany bahkan menilai COVID-19 tidak bisa dijadikan nama penyakit.
"Jadi sepengetahuan saya, diagnosis yang ada jenis penyakit yang ada itu ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) yang disebabkan oleh mikroorganisme bernama virus. Itu nama penyakit dalam teori dan praktik kedokteran yang diterapkan selama ini. Itu kan kita kenal ada disebabkan virus dan bakteri," terangnya saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (4/9).
Baca informasi dari Pemkab Enrekang soal Adiany di halaman berikutnya.
Simak juga 'Berkaca Kasus dr Lois, IDI Ingatkan Kode Etik Dokter':
Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Pemkab Enrekang, Sutrisno, menjelaskan bahwa dari hasil penelusuran Adiany untuk sementara tidak menjalankan profesinya sebagai dokter. Adiany sudah tidak tercatat sebagai mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar.
"Namun informasi yang kami terima sejak April 2021, Adiany tidak tercatat lagi sebagai mahasiswi di Fakultas Kedokteran Unhas Makassar sesuai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Dekan Unhas," ungkap Sutrisno.
"Dan secara fungsional, STR (surat tanda registrasi) yang bersangkutan sudah tidak berlaku sejak tahun 2016, sehingga untuk praktik tidak bisa dan harus memperpanjang," sambung dia.
Sebagai seorang aparatur negeri sipil (ASN), Adiany juga terancam kena sanksi dari Pemkab Enrekang. Dia diduga melanggar kode etik ASN sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Pegawai Negeri Sipil. Merujuk PP tersebut, pelanggaran Adiany sudah memenuhi syarat pemecatan tidak hormat.
Selain itu, Polres Enrekang turun tangan. Polres Enrekang sedang melakukan penyelidikan ada-tidaknya dugaan unsur pidana dalam pernyataan Adiany.
"Masih on process melalui langkah penyelidikan," ujar Kapolres Enrekang AKBP Andi Sinjaya dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (2/9)