Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi salah satu RUU yang dinanti-nanti pengesahannya. Namun, bukan membawa kabar gembira, DPR RI justru membuat kecewa lantaran RUU PKS berganti rupa.
Dalam draf terbaru, diksi 'penghapusan' pada judul RUU dihapus. Tak hanya itu, definisi 'pemerkosaan' diperhalus menjadi 'pemaksaan hubungan seksual'. Draf terbaru ini muncul setelah Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat pleno penyusunan draf RUU PKS pada Senin (30/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diksi 'Penghapusan' Dihapus
Tim Baleg DPR RI menghilangkan kata 'Penghapusan' pada judul draf RUU PKS, dan menggantinya dengan 'Tindak Pidana. Alasannya, frasa itu digunakan karena mengambil pendekatan hukum bahwa kekerasan seksual merupakan Tindakan Pidana Khusus.
"Dari aspek judul, sesuai dengan pendekatan, maka kekerasan seksual dikategorikan sebagai tindak pidana khusus. Sehingga judul sebaiknya menjadi RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ungkap anggota Tim Ahli Baleg DPR RI Sabari Barus dalam keterangan tertulis di laman DPR.
Hanya Ada 4 Jenis Kekerasan Seksual
Draf terbaru ini juga hanya mengakui 4 jenis kekerasan seksual yang semula ada 9 jenis. Ke-4 kekerasan seksual itu adalah: 1) Pelecehan Seksual (fisik dan nonfisik); 2) Pemaksaan Kontrasepsi; 3) Pemaksaan Hubungan Seksual; dan 4) Eksploitasi Seksual.
Padahal pada naskah RUU PKS sebelumnya, masyarakat sipil merumuskan 9 bentuk kekerasan seksual (Pelecehan Seksual, Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Kontrasepsi, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, Perbudakan Seksual, dan Eksploitasi Seksual).
Bentuk kekerasan itu didasarkan pada temuan kasus kekerasan seksual yang dikumpulkan oleh forum pengada layanan dan Komnas Perempuan.
Kata 'Perkosaan' Dihapus
Kata 'perkosaan' juga dihilangkan dalam draf RUU PKS yang bersalin rupa menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. DPR memilih memakai bahasa 'pemaksaan hubungan seksual' daripada kata 'perkosaan'.
Hal tersebut dimuat dalam draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg Pasal 4 yang berbunyi:
"Setiap orang yang melakukan perbuatan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual, dengan memasukkan alat kelaminnya, bagian tubuhnya, atau benda ke alat kelamin, anus, mulut, atau bagian tubuh orang lain, dipidana karena pemaksaan hubungan seksual dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."
Kecaman ramai bergulir akibat RUU PKS bersalin rupa. Simak selengkapnya di halaman berikut.
Saksikan video 'Baleg DPR Sebut KUHP Belum Komprehensif Atur Tindak Pidana Seksualitas':
Isi Draf
Adapun draf baru ini berisi 11 bab yang terdiri atas 40 pasal, meliputi ketentuan umum hingga penutup. "Bab I berisi Ketentuan Umum. Yang perlu kami sampaikan, paling tidak dua hal, sebagai pemantik dalam mengenal RUU ini yaitu definisi Kekerasan Seksual itu sendiri serta definisi Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ucapnya.
Dalam pemaparan Barus, dituliskan bahwa kekerasan seksual memiliki definisi: setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah pada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomi.
Sementara itu, definisi tindak pidana kekerasan seksual dalam draf RUU ini adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Kemudian, pada Bab II RUU ini mengatur tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dituliskan, ada lima jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diatur dalam setiap pasalnya. Pertama, jenis tindak pidana yaitu pelecehan seksual diatur dalam Pasal 2. Kedua, pemaksaan memakai alat kontrasepsi pada Pasal 3.
"Ketiga Pemaksaan Hubungan Seksual pasal 4. Keempat, eksploitasi seksual itu di pasal 5. Dan Kelima, Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disertai dengan perbuatan pidana lain di pasal 6," jelasnya.
Tuai Kecaman
Tak ayal kecaman pun mengiringi draf terbaru RUU PKS itu. Kecaman salah satunya datang dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS).
KOMPAKS sangat menyayangkan pengubahan judul RUU yang berimbas pada substansi pasal-pasal di dalamnya justru menunjukkan kurangnya komitmen negara dalam penanganan kasus kekerasan seksual beserta kompleksitasnya secara komprehensif.
Menurut KOMPAKS, draf baru RUU PKS telah menghilangkan ketentuan-ketentuan yang sebelumnya sudah diusulkan oleh perwakilan masyarakat sipil dari lembaga pendamping korban dan organisasi perempuan melalui naskah akademik dan naskah RUU PKS pada September 2020.
"Proses pembahasan ini adalah sebuah progres yang baik, tapi perubahan judul dan penghapusan elemen-elemen kunci RUU PKS adalah kemunduran bagi pemenuhan dan perlindungan hak-hak korban kekerasan seksual," kata Naila selaku perwakilan KOMPAKS dalam keterangan tertulis.
Kecaman juga ramai bergulir di media sosial. Warganet mengecam keras perubahan RUU PKS itu.