Komnas HAM menerima aduan soal perundungan (bullying) dan pelecehan seksual di kalangan pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sejak beberapa tahun lalu, tepatnya pada Agustus-September 2017. Lalu mengapa Komnas HAM menangani kasus ini kembali?
"Karena kami melihat ada dugaan pembiaran dan korban tidak ditangani dengan baik," ujar komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (3/9/2021).
Beka menyampaikan alasan pertama Komnas HAM kembali menangani laporan korban soal pelecehan seksual dan perundungan oleh pegawai KPI Pusat adalah kejadian ini berulang. Alasan berikutnya, korban mengalami trauma yang cukup berat. Beka menyebut korban juga beberapa kali melakukan pemeriksaan ke dokter untuk menyembuhkan penyakitnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Kontrol) ke psikiater juga katanya endoskopi dan lain sebagainya. Itu yang kemudian kenapa kami memutuskan untuk secepatnya menangani kasus ini. Supaya keadilan dan pemulihan korban juga diperoleh," jelas Beka.
Beka memastikan korban akan mendapat pemulihan. Pemulihan ini termasuk pemulihan psikologi, pemulihan dari trauma, hingga pemulihan kesehatan.
![]() |
"Karena dari rilisnya korban sudah berapa kali juga diperiksa di rumah sakit, memang ada indikasi gangguan kesehatan sehingga harus dipulihkan juga," ucap Beka.
Nantinya, hal tersebut akan didalami oleh Komnas HAM, termasuk pengembangan penyelidikan setelah mendapat keterangan dari korban.
"Termasuk juga tidak menutup kemungkinan meminta keterangan dari KPI, sejauh mana KPI kemudian merespons peristiwa ini sejak pertama kali ada dugaan kekerasan seksual di tahun 2012 sampai 2021," jelas Beka.
"Termasuk juga nantinya ke polisi. Sejauh mana kemudian proses hukum di kepolisian. Seperti itu," sambungnya.